Sabtu, 05 Februari 2011

Respondent Conditioning

( RESPONDENT CONDITIONING )

 Contoh Dari Respondent Conditioning
Carla bekerja di sebuah pabrik yang membuat mainan anak-anak. Dia mengoperasikan sebuah mesin yang mencetak plastik untuk mainan. Cara kerja mesin tersebut adalah sebagai berikut.
Potongan-potongan plastik dimasukkan ke dalam mesin conveyor. Ketika potongan-potongan plastik dimasukkan ke dalam bagian mesin, mesin akan menghasilkan suara. Setelah muncul suara, akan ada logam yang memukul plastik untuk memberi cap di plastic tersebut. Setiap kali mesin bekerja memberikan cap pada plastic, keluarlah semburan dari salah satu selang hidrolik, dan semburan itu selalu mengenai wajah Clara. Akibatnya, Clara selalu berkedip setiap kali mesin mengeluarkan semburan. Clara selalu berkedip, tepatnya setelah mesin bersuara, beberapa saat sebelum semburan terjadi. Suatu saat, petugas mengatur agar tidak ada lagi semburan yang keluar dari selang hidrolik. Untuk beberapa saat, Clara tetap berkedip setiap kali mesin berbunyi, lalu kebiasaan itu hilang setelah beberapa lama.
Keterangan : Kedipan Clara merupakan contoh dari perilaku yang dikondisikan. Kedipan itu terjadi dengan tujuan untuk menghindari semburan dari selang hidrolik (antecedent stimulus). Dan karena semburan tersebut terjadi segera setelah timbulnya suara dari mesin, maka kedipan Clara pun terkondisikan tiap kali mesin mengeluarkan suara (respondent conditioning).
 Mendefinisikan Respondent Conditioning
Jenis-jenis tertentu dari stimulus secara khas akan menghasilkan tipe respons tubuh tertentu pula. Bayi akan memberikan respons mengisap ketika ada obyek seperti putting susu yang menyentuh bibirnya. Seseorang akan berkedip ketika hembusan udara diarahkan pada mata mereka. Pupil mata akan mengerut ketika ada cahaya terang mengenai mata. Air liur akan muncul ketika ada makanan di dalam mulut. Seseorang bias muntah atau batuk ketika ada benda asing di tenggorokan. Beberapa hal di atas, serta beberapa tanggapan lainnya (Tabel 8 - 1) disebut sebagai respons yang tak bersyarat (Unconditioned Responses). Respons ini terjadi begitu saja karena adanya antecedent stimuli yang tidak dikondisikan pula (Unconditioned Stimulus). Unconditioned Responses pasti akan terjadi pada semua orang normal saat mereka menemui Unconditioned Stimulus. Dengan adanya Unconditioned Responses manusia bisa mempertahankan dirinya
Tabel 8-1
Contoh Respons tak bersyarat (Unconditioned Responses) pada Manusia
Stimulus tak beryarat (Unconditioned Stimulus)
Objek menyentuh bibir bayi
Makanan berada di mulut
Benda asing di kerongkongan
Stimulasi di tenggorokan
Hembusan udara ke dalam mata
Cahaya terang mengenai mata
Rangsangan menyakitkan ke tubuh

Rangsangan yang dating dengan tiba-tiba (suara keras)
Rangsangan seksual (postpuberty)
Pukulan tendon patella (pukulan pada lutut) Respons tak bersyarat (Unconditioned Responses)
Refleks mengisap
terbit air liur
Refleks muntah atau batuk
Refleks Batuk
Refleks berkedip
Refleks pupil menyempit
Refleks penarikan (menarik tangan dari kompor panas, misalnya)
Refleks kaget (peningkatan denyut jantung, respirasi, ketegangan otot)
Ereksi atau pelumasan vagina
Refleks menyentakkan lutut

Tabel 8-2
Responses tubuh yang termasuk dalam Sistem saraf otonom
Peningkatan denyut jantung
Peningkatan respirasi
Peningkatan ketegangan otot
Peningkatan aliran darah ke otot-otot utama
Penurunan aliran darah ke kulit
Sekresi adrenalin ke dalam aliran darah
Keringat bercucuran
Mulut kering
Pupil mata membesar
Penurunan aktivitas gastrointestinal

Mengidentifikasi bagaimana cara masing-masing UR yang tercantum dalam Tabel 8 -1 disebut memiliki nilai untuk bertahan hidup
 Kecenderungan alami untuk mengisap memungkinkan bayi untuk makan ketika puting susu didekatkan ke mulutnya.
 Air liur memberikan kontribusi untuk mengunyah dan mencerna makanan.
 Tersedak bila benda asing masuk ke tenggorokan dapat menjaga seseorang dari tercekik.
 Batuk membersihkan tenggorokan dari benda asing.
 kecenderungan alami berkedip saat udara atau materi lain mendekat pada mata dapat mencegah benda asing masuk ke dalam mata dan mencegah kehilangan penglihatan.
 Pupil menyempit sebagai respons terhadap cahaya terang membantu
melindungi mata dan dengan demikian dapat mencegah kehilangan penglihatan.
 Penarikan cepat dari rangsangan yang menyakitkan dapat membantu seseorang agar tidak terluka (terbakar, terpotong dan sebagainya).
 sistem saraf otonom melibatkan sistem tubuh yang mempersiapkan seseorang untuk bertindak (memerangi respon) sehingga dapat memungkinkan seseorang untuk melepaskan diri dari situasi yang berbahaya
 Respon mengejutkan mencakup komponen saraf otonom yang mempersiapkan tubuh untuk bertindak dalam situasi yang mungkin berbahaya.
 Rspons seks memang tidak memiliki nilai untuk bertahan hidup bagi seseorang, tetapi respons seks memfasilitasi perilaku seksual, yang diperlukan untuk kelangsungan hidup spesies manusia.
 Meskipun sentakan lutut mungkin tidak langsung menggambarkan nilai untuk bertahan hidup itu sendiri, namun refleks seperti ini merupakan komponen dari dari refleks postural terlibat dalam kontrol dan koordinasi otot yang berkontribusi terhadap fungsi motorik normal.
UR adalah tindakan refleksif alami tubuh yang terjadi ketika sebuahUS hadir. UR merupakan hal yang normal bagi semua orang. Respondent conditioning terjadi ketika stimulus netral sebelumnya dipasangkan dengan US (stimulus netral dan US disajikan bersama-sama). Sebagai hasil dari pasangan ini, stimulus yang netral menjadi stimulus yang dikondisikan (CS) dan memunculkan respons yang dikondisikan (CR) mirip dengan UR. Sebuah UR atau CR disebut perilaku bersyarat.
Respondent conditioning juga disebut classical conditioning (Rachlin, 1976) atau Pavlov conditioning (Chance, 1988). Ilmuwan Rusia Ivan Pavlov (1927) adalah orang pertama yang menunjukkan fenomena ini. Dalam eksperimennya, Pavlov menunjukkan bahwa anjing berliur ketika bubuk daging diletakkan di mulut mereka. Hal ini merupakan demonstrasi bahwa US akan mendatangkan suatu UR. Pavlov kemudian menghadirkan stimulus netral (suara metronom) tepat sebelum ia meletakkan bubuk daging ke mulut anjing. Ia menghadirkan suara metronom dan bubuk daging bersama-sama beberapa kali. Untuk selanjutnya, ia menyajikan suara metronom tanpa bubuk daging pada anjing tersebut. Kenyataannya, dia menemukan bahwa anjing tetap berliur ketika mendengar suara metronom, meskipun tanpa bubuk daging di mulutnya. Suara metronom menjadi CS karena dihadirkan secara berpasangan beberapa kali dengan serbuk daging.

Respondent Conditioning

Proses

US dipasangkan dengan stimulus netral (metronom).

Hasil

Perhatikan bahwa proses pemasangan melibatkan US dan stimulus netral beberapa kali.
Hasil dari pasangan adalah bahwa rangsangan netral menjadi CS dan memunculkan sebuah CR.

Stimulus apa saja dapat menjadi CS jika dipasangkan beberapa kali dengan US
Identifikasi US, UR, CS, dan CR dalam contoh Carla In The Toy Factory
Yang disebut US dalam kasus ini adalah semburan udara di wajah. US ini akan memunculkan UR berupa kedipan mata Clara. Karena suara yang keluar dari mesin dipasangkan dengan semburan udara secara bersama-sama, suara mesin tersebut menjadi CS. Belakangan, suara mesin bias menyebabkan Clara berkedip meskipun tidak ada semburan. Hal ini disebabkan karena suara yang semula berupa stimulus netral, telah berubah menjadi CS yang pada akhirnya akan mengubah kedipan mata Clara dari UR menjadi CR.
Respondent Conditioning

Pemilihan waktu dari Stimulus Netral
Pemilihan waktu dari stimulus netral (NS) dan US merupakan hal yang penting jika memang menginginkan terjadinya respondent conditioning. Idealnya, US harus terjadi segera setelah timbul dari NS (Pavlov, 1927). Dalam kasus anjing Pavlov, metronom dibunyikan dan, dalam waktu sekitar setengah detik, daging bubuk didekatkan di mulut anjing. Pemilihan waktu ini memungkinkan metronom akan berubah menjadi CS. Jika Pavlov meletakkan bubuk daging di mulut anjing, kemudian baru memperdengarkan suara metronom, sangat tidak mungkin respondet conditioning bisa terjadi.
Delay conditioning, di mana NS disajikan terlebih dahulu, kemudian US disajikan sebelum NS berakhir. Contohnya dalam kasus Clara. Delay conditioning terjadi jika suara mesin diperdengarkan, kemudian semburan terjadi sebelum suara mesin tersebut berhenti.
Trace conditioning mirip dengan Delay conditioning. NS disajikan mendahului US, bedanya, dalam kasus trace conditioning, NS berakhir sebelum US disajikan. Dalam contoh Clara, semburan udara terjadi ketika suara mesin sudah berhenti.
Simultaneous conditioning, merupakan jenis respondent conditioning yang mana NS dan US disajikan secara bersama-sama. Dalam kasus Clara, suara mesin dan semburan udara terjadi secara bersama-sama.
Backward conditioning, di mana US disajikan sebelum adanya NS. Contohnya, semburan udara diarahkan pada mata terlebih dahulu, baru kemudian diikuti dengan suara mesin. Dalam keadaan seperti ini, sangat tidak memungkinkan, suara mesin akan menimbulkan respons berupa kedipan mata.




Trace conditioning

NS
US

Delay Conditioning

NS
US

Simultaneous Conditioning

NS
US

Backward Conditioning

NS
US
Waktu

Gambar 8-1 ini menampilkan garis-garis hubungan temporal antara stimulus netral (NS) dan US (stimulus bersyarat) dalam empat jenis respondent conditioning. Bagian yang terangkat menunjukkan ketika stimulus (US atau UR) disajikan. Perhatikan! Stimulus berlabel NS bias menjadi stimulus bersyarat (CS) hanya setelah dipasangkan dengan stimulus tak bersyarat (US).
Trace dan delay conditioning, di mana NS disajikan terlebih dahulu, merupakan jenis respondent conditioning yang paling efektif. Sedangkan backward conditioning merupakan jenis yang paling tidak efektif. Mungkin satu-satunya kasus yang menyebabkan respondent conditioning dapat terjadi tanpa menutup jarak kedekatan antara adalah rasa enggan. Perhatikan contoh berikut.

Murphy minum segelas susu yang sudah kadaluwarsa. Meskipun rasa susu tersebut masih sama seperti biasanya, Murphy merasakan mual dan pada akhirnya muntah setelah 15 menit ia meminum susu tersebut. Sejak saat ini, Murphy tidak lagi merasakan enaknya susu, setiap kali ia mencoba untuk meminumnya.
Susu yang tercemar merupakan US, yang kemudian menghasilkan UR berupa rasa mual dan muntah. Karena US dipasangkan dengan rasa susu, rasa susu berubah menjadi CS yang pada akhirnya akan memicu munculnya CR, yaitu rasa mual seperti yang dialaminya. Murphy mungkin memang tidak benar-benar sakit ketika minum susu lagi, tapi Murphy tidak lagi bias merasakan susu yang enak setelah itu, dan membuatnya mungkin menjadi enggan untuk minum susu lagi. Jenis respondent conditioning semacam ini dinamakan taste aversion. (Garcia, Kimeldorf, & Koelling, 1955).
 Higher – Order Conditioning
Apa yang telah dipelajari sejauh ini adalah bahwa rangsangan netral dapat menjadi CS jika dipasangkan dengan US. CS kemudian memunculkan sebuah CR. Hal ini merupakan proses dasar pengkondisian responden. Higher - order conditioning terjadi ketika stimulus netral dipasangkan dengan CS dan pada akhirnya stimulus netral akan berubah menjadi CS (stimulus bersyarat). Perhatikan contoh respons berkedipnya Clara. Setelah suara mesin dipasangkan dengan semburan udara selama beberapa kali, suara mesin lama kelamaan berubah menjadi stimulus bersyarat (CS) yang menyebabkan Clara berkedip secara spontan. Sekarang jika ada stimulus netral lainnya yang dipasangkan dengan suara mesin, stimulus netral tersebut dapat pula menjadi CS yang menghasilkan respons kedipan. Sebagai contoh, jika ada kilatan cahaya (NS) yang disajikan setiap kali suara mesin muncul, cahaya pada akhirnya akan menjadi CS dan akan membuat Clara berkedip meskipun tidak ada lagi suara mesin yang menyertainya. Higher-Order conditioning tergantung pada seberapa tinggi kesiapan CS ketika disajikan bersama dengan stimulus netral.







First - Order conditioning

Proses

US dipasangkan dengan bunyi klik.

Hasil


Higher - Order Conditioning

Proses

CS (suara mesin dalam first oder conditioning) dipasangkan dengan kilatan cahaya.

Hasil


 Conditioned Emotional Responses
Conditioned Emotional Responses (CERs) pertama kali diungkapkan oleh Watson dan Rayner (1920), yang menggunakan prosedur respondent conditioning untuk mengkondisikan respons ketakutan pada anak berusia 1 tahun yang bernama Albert. Albert kecil pada mulanya tidak takut pada tikus laboratorium yang berwarna putih ; dia tidak menangis maupun berlari ketika melihat tikus tersebut. Dalam hal ini bias dikatakan bahwa tikus laboratorium merupakan stimulus netral. Watson dan Rayner mendekatkan tikus pada kepala Albert. Tanpa disangka, ada suara sangat keras yang ditimbulkan oleh palu pada logam, yang merupakan US pemicu respons keterkejutan (UR) pada Albert. Respons terkejut ini melibatkan rangsangan otonom, yang terlihat pada Albert berupa ekspresi ketakutan dan kecemasannya. Setelah tikus laboratorium itu dipasangkan dengan suara keras sebanyak tujuh kali, pada akhirnya tikus berubah menjadi CS. Melihat tikus yang sekarang menimbulkan CER bisa disebut sebagai rasa takut (misalnya, menangis).


Proses respondent conditioning dapat mengembangkan CSs untuk CERs positif (yang diinginkan) dan CERs negatif (yang tidak diinginkan). Contoh di atas merupakan respondent conditioning untuk mengembangkan CERs negative pada Albert. Adapun contoh CER negatif antara lain marah, jijik, dan prasangka. Dengan cara yang sama, CERs positif (misalnya, kebahagiaan dan cinta) dapat diakibatkan pula oleh CSs. Pada awalnya, respons emosional bisa dikatakan sebagai UR (Unconditioning respons) yang dihasilkan oleh adanya US (Unconditioning stimulus), seperti tanggapan bayi terhadap sentuhank fisik yang dilakukan oleh Ibunya. Ibu membelai wajah bayi dan sebagai akibatnya, bayi bisa tersenyum, berbisik, atau membuat tanggapan lain yang menunjukkan emosi positif. Akhirnya CERs ini bisa saja dikondisikan dengan adanya suara Ibu atau pandangan wajahnya.
Contoh lain, ketika seorang pria muda mencium bau parfum yang biasanya dikenakan oleh pacarnya, bisa saja hal itu akan memunculkan respons emosi yang positif. Interaksi yang penuh kasih saying dan sentuhan fisik bersama pacarnya, akan memunculkan respons emosional positif. Parfum di sini bisa berubah menjadi CS karena dipasangkan dengan US (bau). Oleh karena itu, meskipun sedang tidak bersama pacarnya, bau parfum yang sama dengan milik pacarnya itu dapat menimbulkan perasaan yang sama (CERs positif) yang dialami pria muda itu saat bersama pacarnya.
Mengidentifikasi CERs positif dan CERs negatif yang terjadi dalam hidup Anda dan CSs yang mengakibatkan munculnya respons emosional ini.
Meskipun pada dasarnya CERs bisa timbul secara intuitif (menuruti kata hati), tidak jarang ada kesulitan saat mengoperasionalkan dan mengukur respons emosional. Beberapa respons emosional memang ada yang dapat diamati (covert), termasuk di dalamnya menangis, tersenyum, ekspresi wajah yang lain, dan postur otomatis menandakan gairah atau ketenangan. Demikian pula, tanggapan fisiologis yang termasuk dalam dalam respons otomatis (misalnya, detak jantung, ketegangan otot, respon kulit galvanis), meskipun tidak tampak secara langsung namun dapat diukur dengan instrumen yang tepat. Misalnya, ketegangan otot dapat diukur dengan rekaman elektromiografi (EMG), di mana elektroda ditempatkan pada subjek kulit, dan alat-alat lainnya.
Namun demikian, tetap ada respons emosional yang tidak bisa diamati dan diukur, misalnya saja perasaan seperti kebahagiaan dan cinta. Tidak bisa diragukan lagi, bahwa manusia bisa saja mengalami emosi positif dan emosi negatif yang tidak dapat diamati secara langsung. Dan karena respons emosi tersebut tidak bisa diamati secara langsung, maka tidak jelas mengenai respons seperti apa yang dialami oleh seseorang. Kemungkinan besar, respons emosional yang dialami oleh seseorang, merupakan fungsi gabungan CERs yang sebenarnya, gabungan di antara situasi di mana hal tersebut terjadi, interpretasi mereka terhadap peristiwa yang terjadi, dan cara-cara yang telah mereka pelajari mengenai kejadian-kejadia yang dapat diamati dan tidak dapat diamati. di mana mereka telah belajar untuk label terang-terangan dan terselubung peristiwa.

 Pemunahan Respondent Conditioning
Pemunahan CR, dapat disebut sebagai respondent extinction, mencakup penyajian ulang CS tanpa menyajikan US. Jika CS terus terjadi meski tanpa kehadiran US, secepatnya intensitas CR akan tetap berkurang dan lama kelamaan berhenti. Jika Pavlov terus menyajikan suara metronom (CS) namun tidak pernah menghadirkan bubuk daging sebagai US nya, anjing juga tidak akan mengeluarkan air liur sebanyak ketika suara metronome disajikan bersama dnegan bubuk daging. Pada akhirnya, anjing tidak akan mengeluarkan air liur sama sekali ketika mendengar metronom.
Dalam kasus Albert kecil, tikus putih merupakan CS yang memicu munculnya respons takut (CR), karena tikus telah dipasangkan dengan suara yang mengejutkan (US). Dalam kasus ini, respondent extinction akan terjadi jika tikus putih diperlihatkan kepada Albert berkali-kali tanpa suara yang mengejutkan. Pada akhirnya, kehadiran tikus putih tidak lagi akan menimbulkan perasaan takut pada Albert.

Pemulihan secara spontan (Spontaneous recovery)
Respondent extinction memang dapat menghapuskan CR. Ketika CS berulang kali disajikan tanpa US, akan berakibat pada tidak munculnya CR. Namun, jika CS disajikan di lain waktu, CR mungkin terjadi lagi. Sebagai contoh, Pavlov menyajikan suara metronom berulang-ulang tanpa memasukkan bubuk daging di mulut anjing (CS tanpa US). Hal ini membuat anjing berhenti berliur saat mendengar suara metronom. Namun, ketika Pavlov memperdengarkan suara metronom lagi beberapa waktu kemudian, anjing bisa saja kembali mengeluarkan air liur, meskipun kuantitasnya lebih sedikit dibandingkan sebelum proses pemunahan. Kejadian seperti ini, yang mana CS bisa menimbulkan CR kembali setelah proses pemunahan, disebut sebagai pemulihan secara spontan (spontaneous recovery). Selama periode yang disebut sebagai spontaneous recovery ini, kuantitas dari CR biasanya memang lebih kecil, dan jika CS tidak diikuti dengan penyajian US, maka CR akan kembali hilang.
 Diskriminasi dan Generalisasi Perilaku Bersyarat
Diskriminasi dalam respondent conditioning adalah situasi di mana CR diakibatkan karena adanya satu CS atau kisaran sempit CSs. Sedangkan generalisasi dalam respondent conditioning terjadi ketika sejumlah CSs serupa menimbulkan CR yang sama. Jika seseorang merasa takut dengan jenis anjing tertentu, hal ini merupakan contoh dari diskriminasi. Dalam kasus lalin, jika seseorang takut pada segala jenis anjing, ini merupakan contoh dari generalisasi.
Pertimbangkan bagaimana diskriminasi bisa terjadi dalam respondent conditioning. Ketika rangsangan tertentu (S1) dipasangkan dengan US, tetapi rangsangan serupa (S2, S3, S4, dll) disajikan tanpa US, hanya S1 yang dapat memunculkan sebuah CR. Hal ini merupakan prinsip dari diskriminasi.
Perhatikan contoh Madeline, yang diserang oleh seekor anjing gembala. Sejak serangan itu, setiap kali dia berjalan di halaman dan melihat anjing gembala (CS), secara spontan akan memunculkan respons takut pada diri Madeline(CR). Namun, ketika ia berjalan melewati rumah-rumah yang memelihara anjing dalam jenis berbeda, ia tidak mengalami ketakutan seperti tadi. Melihat anjing gembala membuat Madeline ketakutan disebabkan karena prinsip respondent conditioning yang diperoleh ketika anjing gembala (CS), dipasangkan dengan serangan (US) yang mengakibatkan timbulnya respons takut (CR). Melihat anjing-anjing lain tidak berkembang menjadi CSs karena mereka tidak pernah menyerang Madeline. sehingga, hanya melihat anjing gembala lah, yang membuat respons takut Madeline muncul (description).
Perhatikan pula bagaimana generalisasi muncul dalam perilaku bersyarat. Generalisasi adalah suatu kecenderungan yang memungkinkan terjadinya CR disebabkan karena beberapa CS, yang dihadirkan bersama US pada respondent conditioning. Jika S1 dipasangkan dengan US tapi rangsangan serupa (S2, S3, S4, dll) tidak pernah disajikan dalam ketiadaan US, CR lebih cenderung menggeneralisasi hal ini dengan rangsangan lain. Jika Madeline diserang oleh anjing gembala dan sebelumnya ia tidak pernah bertemu dengan anjing yang ramah, respons ketakutannya akan tetap muncul menanggapi kehadiran anjing gembala ini. Baginya, tidak ada anjing yang baik hati. Dalam kasus ini, tidak ada diskriminasi karena rangsangan yang serupa (anjing lain) tidak disajikan dalam ketiadaan US.
Generalisasi dapat ditingkatkan jika sejumlah rangsangan serupa pada awalnya dipasangkan dengan US selama periode respondent conditioning. Jika Madeline diserang oleh anjing gembala, seekor golden retriever, seekor schnauzer, dan terrier, ketakutannya mungkin akan menggeneralisasi untuk hampir semua anjing. Karena berbagai CSs serupa (anjing yang berbeda) semua dipasangkan dengan US (serangan), menyebabkan generalisasi akan meningkat.

 Faktor yang mempengaruhi Respondent Conditioning
Kekuatan respondent conditioning tergantung pada berbagai faktor (Pavlov, 1927), termasuk yang berikut:
 Sifat US dan CS
 Hubungan temporal antara CS dan US
 Kemungkinan (contingency) antara CS dan US
 Banyaknya CS dan US dipasangkan
 Penyajian CS sebelumnya

• Sifat US dan CS
Intensitas stimulus mempengaruhi efektivitas rangsangan sebagai CS atau US. Secara umum, semakin intens stimulus diberikan, akan semakin efentif berperan sebagai US (Polenchar, Romano, Steinmetz, & Patterson, 1984). Sebagai contoh dalam kasus Clara, hembusan udara yang masuk ke dalam mata dengan intensitas kuat, akan lebih efektif daripada hembusan udara dengan intensitas lemah. Demikian pula, stimulus yang lebih menyakitkan akan lebih efektif disajikan sebagai US. Pada intinya, semakin kuat stimulus diberikan, akan semakin efektif untuk dijadikan CS maupun US.
• Hubungan Temporal antara CS dan US
Supaya pengkondisian menjadi lebih efektif, CS akan lebih baik jika disajikan mendahului US. Oleh karena itu, delay conditioning dan trace conditioning merupakan jenis yang paling efektif. Tidak ada yang mengetahui dengan pasti jarak yang bagus untuk penyajian CS dan US. Namun, jarak waktu sebaiknya memang pendek, misalnya, kurang dari 1 detik. Penegcualian terjadi pada kasus taste aversion. Rasa mual dan muntah (UR) disebabkan oleh makanan yang sudah tercemar (US) mungkin terjadi beberapa menit setelah terjadinya CS (rasa makanan).
• Contingency (Kemungkinan) antara CS dan US
Contingency antara CS dan US berarti bahwa CS dan US disajikan bersama-sama pada setiap percobaan. Ketika hal ini terjadi, pengkondisian akan jauh lebih mungkin terjadi daripada jika US tidak disajikan setelah hadirnya CS. Atau jika US terjadi tanpa adanya CS.
Ketika mesin bersuara sebelum menyebabkan semburan udara mengenai wajah Carla, suara mesin jauh lebih mungkin berkembang menjadi CS daripada jika suara mesin tersebut hanya kadang-kadang saja diikuti oleh semburan udara ke wajah Clara. Demikian juga, jika semburan udara ke wajah Carla hanya kadang-kadang saja didahului oleh suara mesin, suara mesin tersebut tidak akan berkembang menjadi CS.
• Jumlah pasangan
Meskipun stimulus netral yang hanya satu kali dipasangkan dengan Unconditioned Stimulus dan hal itu bisa menimbulkan CS, namun pemasangan NS dan US lebih dari satu kali akan menghasilkan CS yang lebih kuat pada umumnya.
• Penyajian CS sebelumnya
Sebuah stimulus kurang memungkinkan untuk menjadi CS ketika dipasangkan dengan US, jika orang yang menjadi subyek sebelumnya pernah terkena rangsangan serupa di masa lalu tanpa kehadiran US.
Misalnya, Grace yang berusia 2 tahun menghabiskan banyak waktu di tengah-tengah keluarga anjing, Knute, dan tidak ada satupun hal buruk yang pernah terjadi. Sebagai hasil dari paparan ini, tidak mungkin bahwa Knute akan menjadi CS untuk munculnya respon ketakutan dari Grace, ketika dengan tidak disengaja Knute memukul Grace. Namun, bayangkan jika teman Grace, Paula datang menghampiri dan melihat Knute untuk pertama kalinya. Kemudian, sama dengan tidak sengajanya, Knute memukul Paula, akan sangat memungkinkan bagi Paula, Knute akan menjadi CS untuk menimbulkan respons ketakutannya, karena ini merupakan pengalaman pertama Paula dengan Knuteg.

 Membedakan Antara Operant dan Respondent Conditioning
Dari pembahasan sebelumnya, jelas bahwa respondent conditioning dan operant conditioning merupakan proses yang berbeda dan menghasilkan respons yang berbeda pula (Michael, 1993a). Perilaku respondent adalah respons tubuh yang mempunyai dasar biologis. Sedangkan perilaku instrumental merupakan perilaku yang dikendalikan oleh konsekuensi-konsekuensi yang mungkin muncul.
Respondent conditioning terjadi ketika stimulus netral memiliki kemampuan untuk menghasilkan CR karena stimulus netral tersebut telah dipasangkan dengan US. secara sederhana respondent conditioning hanya melibatkan dua pasangan stimulus, yaitu stimulus netral dan US. Hasil respondent conditioning adalah berkembangnya CS yang berasal dari stimulus netral sebelumnya.
Operant conditioning terjadi ketika muncul respons tertentu dalam suatu situasi stimulus tertentu dan diikuti oleh konsekuensi yang memperkuat munculnya perilaku. Dengan kata lain, operant conditioning melibatkan kontingensi antara respons dan reinforcement. Hasil operant conditioning adalah bahwa perilaku kemungkinan besar akan terjadi lagi di masa mendatang dalam situasi serupa di mana perilaku tersebut pernah mendapatkan penguatan. Dapat dikatakan pula bahwa perilaku yang mendapatkan penguatan, merupakan control stimulus untuk terjadinya perilaku yang sama di masa mendatang.
Respondent extinction terjadi ketika CS tidak lagi dipasangkan dengan US. Sebagai hasilnya, CS tidak lagi memunculkan CR. Sedangkan pemunahan dalam operant conditioning terjadi ketika tidak ada lagi penguatan yang dinerikan pada perilaku yang dilakukan, sehingga di masa mendatang perilaku ini tidak akan terjadi lagi.
Respondent conditioning dan operant conditioning dapat terjadi bersama-sama dalam situasi yang sama.
Perhatikan contoh Carla di pabrik mainan. Suara mesin yang mendahului munculnya semburan ke wajah Carla merupakan sebuah CS yang memunculkan respon berupa kedipan (CR). Ini merupakan gambaran dari respondent conditioning. Setelah beberapa saat, Carla belajar untuk menggerakkan kepalanya ke samping segera setelah ia mendengar suara mesin. Dengan demikian, ia dapat menghindari semburan udara di wajahnya. Menggerakkan kepala ke samping merupakan perilaku yang diperkuat oleh konsekuensi, yaitu menghindari semburan udara. Suara mesin dapat mengembangkan stimulus kontrol atas perilaku menoleh. Perilaku tersebut diperkuat hanya ketika suara mesin terjadi.
Saat Carla belajar memalingkan kepala setiap kali ia mendengar suara mesin, saat inilah respondent extinction terjadi. Dia memang masih mendengar suara mesin, tapi semburan udara tidak mengenai wajahnya lagi. Akibatnya, ia berhenti berkedip (CR) ketika suara mesin terjadi (CS).
Perilaku dalam respondent conditioning


Perilaku dalam operant conditioning



 RESPONDENT CONDITIONING DAN MODIFIKASI PERILAKU Kebanyakan prosedur modifikasi perilaku yang dirancang adalah untuk mengubah perilaku dalam operant conditioning, karena perilaku dalam operant conditioning merupakan mayoritas perilaku yang ingin dirubah orang-orang. Namun, beberapa jenis perilaku dalam respondent conditioning bisa jadi sangat mengganggu orang-orang dan dengan demikian dijadikan target untuk perubahan. Banyak orang yang mengalami gangguan sehubungan dengan fungsi saraf otonomnya, misalnya terlalu cemas, terlalu takut, dan yang paling sering adalah respons emosional seseorang yang bermasalah. Dengan demikian, banyak orang yang ingin untuk mengubah kebiasaan seperti ini.
Ringkasan:
1. Dalam respondent conditioning, stimulus netral bisa berubah menjadi stimulus yang dikondisikan (CS) ketika dipasangkan dengan stimulus yang terkondisikan (US). CS memunculkan respons bersyarat (CR) mirip dengan respon terkondisikan (UR) yang diperoleh oleh US. Respondent conditioning akan lebih efektif bila CS disajikan dengan mendahului US.
Higher - order conditioning dapat terjadi jika stimulus netral dipasangkan dengan yang CS yang telah siap. Perilaku dalam respondent conditioning melibatkan tanggapan tubuh yang memiliki nilai untuk bertahan hidup.
2. Salah satu jenis perilaku dalam respondent conditioning adalah dikondisikan respons emosional bersyarat/ dikonsidikan (CER). CERs bisa bersifat negatif (seperti takut dan kecemasan) atau bersifat positif (seperti kebahagiaan).
3. Respondent extinction terjadi ketika CS disajikan dalam ketiadaan US. Sebagai hasilnya, CS tidak lagi memunculkan sebuah CR.
4. Faktor-faktor yang mempengaruhi respondent conditioning termasuk di dalamnya intensitas US atau CS, hubungan temporal antara CS dan US, kontingensi antara CS dan US, jumlah pasangan CS dan US, dan penyajian CS sebelumnya.
5. Respondent conditioning terjadi ketika sebuah stimulus netral dipasangkan dengan US dan stimulus netral menjadi sebuah CS yang dapat mengakibatkan munculnya CR. Operant conditioning terjadi bila perilaku diperkuat di hadapan sebuah SD dan perilaku kemudian lebih mungkin terjadi di masa depan ketika SD hadir.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar