Sabtu, 05 Februari 2011

Pengenalan Modifikasi Perilaku

BAB I PENGENALAN MODIFIKASI PERILAKU
1. DEFINISI PERILAKU MANUSIA
Sesuatu bisa dikatakan sebagai perilaku apabila memiliki ciri sebagai berikut.
a. Perilaku adalah apa yang dilakukan dan dikatakan oleh seseorang
Perilaku tidak sama dengan label. Jika kita mengatakan Zarra sedang marah, maka marah bukan berarti perilaku. Yang dinamakan perilaku adalah, Zarra sedang berteriak-teriak, membanting vas bunga, dan mengumpat. Tiga hal tersebut bisa disebut sebagai perilaku, karena merupakan hal yang dilakukan dan dikatakan oleh individu, dan bisa diberi label sebagai kemarahan.
b. Perilaku memiliki satu atau lebih dimensi yang dapat diukur
Ada 6 dimensi fisik dari sebuah perilaku. Dimensi tersebut adalah durasi, frekuensi, topografi, locus,
c. Perilaku dapat diamati, dijelaskan, dan direkam oleh orang lain atau oleh orang yang terlibat dalam perilaku
Karena perilaku adalah sebuah tindakan yang memiliki dimensi fisik, apapun yang terjadi dapat diamati. Orang dapat melihat atau mendeteksi ketika itu terjadi. Karena perilaku dapat diamati, maka orang yang melihat perilaku terjadi, dapat menggambarkan dan merekam perilaku tersebut. Dalam kasus Zarra, orang di sekitarnya bisa merekam apa saja yang dilakukan Zarra sebagai bentuk kemarahannya.
d. Perilaku memiliki dampak pada lingkungan, termasuk lingkungan fisik atau lingkungan sosial (orang lain dan diri kita sendiri)
Perilaku bisa menimbulkan pengaruh pada lingkungan di mana perilaku tersebut terjadi. Kadang-kadang, efek pada lingkungan ini bisa dilihat dengan jelas. Misalnya, Zarra memutar lampu, dan lampu menyala (efek pada lingkungan fisik). Zarra mengangkat tangan di kelas, kemudian dosen mempersilahkan Zarra untuk menjawab pertanyaan (mempengaruhi orang lain). Zarra membaca nomor telepon dari daftar, dan hal ini akan memungkinkannya untuk ebih mudah mengingat nomor yang tersebut (efek pada diri sendiri).


e. Perilaku didasarkan pada hukum-hukum behavioral, terjadi secara sistematis dan dipengaruhi oleh peristiwa-peristiwa lingkungan
Prinsip-prinsip dasar perilaku menggambarkan hubungan fungsional antara perilaku individu dengan peristiwa lingkungan. Prinsip-prinsip behavioral menggambarkan bahwa perilaku individu dipengaruhi oleh peristiwa lingkungan. Prinsip-prinsip dasar perilaku merupakan landasan dari prosedur modifikasi perilaku. Dalam hal ini peristiwa lingkungan dapat menyebabkan terjadinya perilaku. Itu berarti, peristiwa lingkungan bisa diubah sebagai strategi untuk mengubah perilaku.
Sebagai contoh, ketika anak dengan gangguan autistik menerima perhatian yang tinggi dari guru, perilaku mengganggunya jarang terjadi. Namun ketika anak tersebut menerima perhatian yang kurang dari guru, perilaku mengganggunya terjadi lebih sering daripada sebelumnya. Bisa disimpulkan bahwa perilaku mengganggu secara fungsional berhubungan dengan tingkat perhatian dari guru.
f. Perilaku terdiri atas perilaku yang dapat diamati/ tampak (overt behavior) dan perilaku yang tidak dapat diamati/ tidak tampak (covert behavior)
Perilaku yang dapat diamati/ tampak (overt behavior) adalah sebuah tindakan yang dapat diamati dan direkam oleh orang lain. Di samping itu, ada pula perilaku yang disebut sebagai perilaku yang tidak dapat diamati/ tidak tampak (covert behavior). Perilaku yang tidak dapat diamati, juga disebut peristiwa pribadi (Skinner, 1974), yang tidak dapat diamati orang lain. Sebagai contoh, berpikir adalah perilaku yang tidak dapat diamati, sehingga tidak dapat direkam oleh orang lain. Berpikir hanya dapat diamati oleh orang yang terlibat dalam perilaku.
2. CONTOH PERILAKU
Marta duduk di depan komputer dan mengetik surat kepada orang tuanya.
Contoh ini bisa disebut sebagai perilaku, karena menekan tombol pada keyboard ketika mengetik adalah suatu tindakan, memiliki dimensi fisik (frekuensi dari menekan tombol, durasi mengetik), yang dapat diobservasi dan dapat diukur, memiliki dampak terhadap lingkungan (menghasilkan huruf di layar), dan sesuai dengan hukum behavioral(terjadi karena proses pembelajaran terdahulu mengajarkan bahwa menekan tombol dapat menghasilkan huruf di layar).


3. DEFINISI MODIFIKASI PERILAKU
Modifikasi perilaku adalah bidang psikologi yang menaruh perhatian pada analisis dan modifikasi perilaku manusia.
 Menganalisis berarti mengidentifikasi hubungan fungsional antara lingkungan dan perilaku tertentu untuk memahami alasan-alasan perilaku atau untuk menjelaskan mengapa orang berperilaku.
 Memodifikasi berarti mengembangkan dan menerapkan prosedur untuk membantu orang mengubah perilaku mereka. Melibatkan pengubahan peristiwa lingkungan sehingga dapat mempengaruhi perilaku.
 Prosedur modifikasi perilaku digunakan oleh para profesional untuk membantu seseorang mengubah perilaku yang signifikan secara sosial, dengan tujuan meningkatkan beberapa aspek dari kehidupan seseorang.
4. KARAKTERISTIK MODIFIKASI PERILAKU
• Fokus Pada Perilaku
Prosedur modifikasi perilaku dirancang untuk mengubah perilaku, bukan karakteristik atau ciri pribadi. Oleh karena itu, modifikasi perilaku memberikan penekanan pada pelabelan. Sebagai contoh, modifikasi perilaku tidak digunakan untuk mengubah autisme (label); lebih tepatnya, modifikasi perilaku digunakan untuk mengubah perilaku bermasalah yang ditunjukkan oleh anak-anak autistik.
Dalam modifikasi perilaku, perilaku yang harus dimodifikasi disebut perilaku target. Sebuah perilaku yang tidak diinginkan adalah perilaku target yang perlu untuk diturunkan secara frekuensi, durasi, atau intensitas. Merokok adalah contoh dari perilaku yang berlebihan. Sedangkan belajar, merupakan contoh perilaku yang diinginkan dan harus ditingkatkan.
• Prosedur Didasarkan Pada Prinsip-Prinsip Perilaku.
Modifikasi perilaku adalah penerapan prinsip-prinsip dasar yang pada dasarnya berasal dari penelitian eksperimental dengan menggunakan binatang (Skinner, 1938).
• Menekankan Pada Peristiwa Lingkungan Saat Ini.
Modifikasi perilaku melibatkan penilaian dan modifikasi peristiwa-peristiwa lingkungan yang secara fungsional berhubungan dengan perilaku. Perilaku manusia dikendalikan oleh peristiwa-peristiwa di lingkungan, dan tujuan dari modifikasi perilaku adalah mengidentifikasi peristiwa-peristiwa itu.
Sebagai contoh, seseorang mungkin mengatakan bahwa anak dengan gangguan autist terlibat dalam perilaku bermasalah (seperti menjerit, memukul dirinya sendiri, menolak untuk mengikuti petunjuk) karena anak ini adalah anak autis. Dengan kata lain, orang itu menunjukkan bahwa autisme menyebabkan anak terlibat dalam perilaku bermasalah. Namun sebenarnya, autisme hanyalah sebuah label yang menggambarkan pola perilaku anak. Label itu tidak bisa menjadi penyebab dari sebuah perilaku, karena dalam label tidak terdapat entitas fisik maupun kejadian-kejadian tertentu. Penyebab perilaku harus dapat ditemukan di lingkungan (termasuk di dalamnya keadaan biologis anak).
• Deskripsi yang tepat mengenai Prosedur Modifikasi Perilaku (Baer et al., 1968).
Prosedur modifikasi perilaku melibatkan perubahan tertentu dalam peristiwa lingkungan yang secara fungsional berhubungan dengan perilaku. Supaya prosedur efektif ketika digunakan, harus melalui perubahan kejadian di lingkungan secara spesifik. Dengan menggambarkan prosedur yang tepat, peneliti dan profesional lain membuatnya lebih memungkinkan prosedur dapat digunakan dengan benar pula setiap saat.
• Pengubahan dilakukan oleh orang-orang dalam kehidupan sehari-hari (Kazdin, 1994).
Prosedur modifikasi perilaku yang dikembangkan oleh para profesional yang terlatih dalam bidang modifikasi perilaku. Namun, prosedur modifikasi perilaku sering dan tidak jarang dilakukan oleh orang-orang seperti guru, orang tua, pengawas kerja, atau orang yang bekerja dalam bidang lain untuk membantu pengubahan perilaku. Orang-orang yang melaksanakan prosedur modifikasi perilaku harus melakukannya hanya setelah menerima pelatihan yang memadai. Deskripsi yang tepat mengenai prosedur, serta pengawasan dari para profesional lebih memungkinkan bagi orangtua, guru, dan profesi lain untuk menerapkan prosedur pengubahan perilaku dengan benar.
• Pengukuran Perubahan Perilaku.
Salah satu keunggulan dari modifikasi perilaku adalah penekananyan pada pengukuran dimensi perilaku sebelum dan sesudah intervensi (perlakuan) untuk mendokumentasikan perubahan perilaku yang dihasilkan dari prosedur modifikasi perilaku. Di samping itu, penilaian yang berkelanjutan dari perilaku yang dilakukan di luar titik intervensi baik untuk dilakukan, karena bisa digunakan untuk menentukan apakah perubahan perilaku dapat dipertahankan dalam jangka panjang.
• Mengurangi penekanan pada peristiwa masa lalu sebagai penyebab terjadinya suatu perilaku
Seperti yang telah dijelaskan di atas, bahwa perilaku bisa terjadi karena adanya pengaruh lingkungan. Pengaruh ini bisa terjadi saat ini atau di masa lalu. Namun, untuk kejadian lingkungan yang terjadi di masa lalu, tidak bisa dijadikan patokan utama penyebab terjadinya perilaku. Karena, berbeda dengan kejadian lingkungan saat ini, kejadian lingkungan di masa lalu merupakan sesuatu yang telah lewat, sehingga tidak mungkin untuk berubah.
• Menolak hipotesis yang mendasari terjadinya perilaku.
Meskipun beberapa bidang psikologi, seperti pendekatan psikoanalitik Freudian, mungkin tertarik dalam hipotesis penyebab perilaku, misalnya Oedipus complex, modifikasi perilaku menolak adanya hipotesis yang mendasari terjadinya perilaku. Perkiraan mengenai hal-hal yang mungkin menjadi penyebab suatu perilaku tidak dapat diukur atau dimanipulasi untuk menunjukkan hubungan fungsional terhadap perilaku mereka.
5. SEJARAH MODIFIKASI PERILAKU
• Ivan P. Pavlov (1849 - 1936)
Pavlov melakukan percobaan yang mengungkap proses dasar respondent conditoning. Dia menunjukkan bahwa refleks (air liur sebagai respons terhadap makanan) dapat dikondisikan untuk stimulus netral. Dalam eksperimennya, Pavlov menyajikan stimulus netral (suara metronom) dan pada saat yang sama ia menyajikan makanan untuk anjing. Kemudian, anjing berliur dalam menanggapi suara metronom saja. Pavlov menamakan ini refleks yang dikondisikan/ refleks bersyarat (Pavlov, 1927).
catatan : makanan (stimulus yang tidak dikondisikan/ stimulus netral)
suara metronom (stimulus yang dikondisikan)
air liur (refleks)

• Edward L. Thorndike (1874 - 1949)
Kontribusi utama Thorndike adalah deskripsi dari hukum efek. Hukum efek mengatakan bahwa suatu perilaku yang menghasilkan efek yang baik pada lingkungan ini lebih mungkin diulang di masa depan. Thorndike terkenal dengan percobaannya, dia meletakkan kucing dalam sangkar dan mengatur makanan di luar kandang, di mana kucing bisa melihatnya. Untuk membuka pintu kandang, kucing itu harus memukul sebuah tuas dengan cakar. Thorndike menunjukkan bahwa kucing belajar menekan tuas dan membuka pintu kandang. Setiap kali kucing dimasukkan ke dalam kandang, dia akan menekan tuas lebih cepat karena perilaku memukul tuas yang dilakukannya akan menghasilkan efek yang baik pada lingkungan: yaitu membiarkan kucing untuk mendapatkan makanan di luar kandangnya(Thorndike, 1911).
• John B. Watson (1878 - 1858)
Dalam artikel "Psikologi sebagaimana yang dilihat oleh Para Behavioris," diterbitkan pada tahun 1913, Watson menegaskan bahwa perilaku yang dapat diamati merupakan materi yang tepat dari ilmu psikologi dan bahwa semua perilaku dikendalikan oleh peristiwa-peristiwa lingkungan. Secara khusus, Watson menggambarkan stimulus - respon psikologi di mana peristiwa lingkungan (rangsangan) menghasilkan respons. Watson memulai gerakan dalam psikologi yang disebut behaviorisme (Watson, 1913, 1924).
Skinner memperluas bidang behaviorisme yang pada awalnya digambarkan oleh Watson. Skinner menggambarkan perbedaan antara respondent conditioning (refleks yang dikondisikan/ pengkondisian refleks yang digambarkan oleh Pavlov dan Watson) dan operant conditioning, di mana konsekuensi dari dilakukannya suatu perilaku akan mengontrol kejadian-kejadian/ perilaku di masa yang akan datang. (seperti dalam Hukum efek Thorndike). Penelitian Skinner menguraikan prinsip-prinsip dasar operant conditioning.
• Awal Penelitian Modifikasi Perilaku
Setelah Skinner memperkenalkan prinsip-prinsip operant conditioning, para peneliti terus mempelajarinya di laboratorium (Catania, 1968; Hoing, 1966). Di tahun 1950-an, para peneliti mulai menunjukkan prinsip-prinsip dasar perilaku dan mengevaluasi prosedur modifikasi perilaku manusia. Di awal penelitian ini, yang diamati adalah perilaku anak-anak (Azrin & Lindsley, 1956; Baer, 1960; Bijou, 1957), orang dewasa (goldiamond, 1965; Verplanck, 1955; Wolpe, 1958), pasien dengan penyakit mental (Ayllon & Azrin, 1964; Ayllon & Michael, 1959), dan orang-orang cacat mental (ferster, 1961; Fuller, 1949; Wolf, Risley, & Mees, 1964). Sejak awal penelitian dengan modifikasi perilaku manusia di tahun 1950-an, ribuan penelitian telah menetapkan efektivitas prinsip-prinsip dan prosedur modifikasi perilaku.
• Publikasi dan Kejadian utama
Sejumlah buku sangat mempengaruhi perkembangan bidang modifikasi perilaku. Selain itu, jurnal ilmiah dikembangkan untuk mempublikasikan penelitian mengenai analisis perilaku dan modifikasi perilaku, dan organisasi profesional dibentuk untuk mendukung kegiatan penelitian dan profesional dalam analisis perilaku dan modifikasi perilaku.
6. BIDANG PENERAPAN MODIFIKASI PERILAKU
• Cacat perkembangan
Orang dengan cacat perkembangan seringkali belum dapat mengembangkan perilaku yang tepat, sehingga modifikasi perilaku bisa digunakan untuk mengajarkan berbagai keterampilan fungsional untuk mengatasi hal ini (Krik, 1993). Di samping itu, orang-orang dengan cacat perkembangan mungkin menunjukkan masalah serius dalam berperilaku seperti perilaku yang merugikan diri sendiri, perilaku agresif, dan perilaku merusak. Sebuah penelitian dalam modifikasi perilaku menunjukkan bahwa perilaku ini sering dapat dikontrol atau dihilangkan dengan memberikan intervensi pada perilaku (Barret, 1986; van Houten & Axelrod, 1993; Whitman, Scibak, &, 1983).
• Penyakit Mental
Modifikasi perilaku telah diterapkan pada pasien dengan penyakit mental kronis untuk memodifikasi perilaku tersebut sebagai keterampilan hidup sehari-hari, perilaku sosial, perilaku agresif, kepatuhan pengobatan, perilaku psikotik, dan keterampilan kerja (Scotti, mcMorrow, & Trawitzki, 1993). Salah satu kontribusi penting dari modifikasi perilaku adalah pengembangan prosedur motivasi bagi pasien dalam kelembagaan yang dikenal sebagai token ekonomi (Ayllon & Azrin, 1968). Token ekonomi masih banyak digunakan dalam berbagai setting pengubahan perilaku (Kazdin, 1982).
• Pendidikan
Prosedur modifikasi perilaku juga telah digunakan dalam pendidikan untuk meningkatkan teknik-teknik pengajaran dan meningkatkan pembelajaran siswa (Michael, 1991).
Dalam pendidikan khusus, yaitu pendidikan dengan orang-orang cacat di dalamnya, modifikasi perilaku telah memainkan peran utama (Rusch, Rose, & Greenwood, 1988) dalam mengembangkan metode pengajaran, masalah pengendalian perilaku di dalam kelas, meningkatkan perilaku sosial dan keterampilan fungsional , mempromosikan pengelolaan diri, dan pelatihan guru.
• Rehabilitasi
Rehabilitasi adalah proses membantu orang mendapatkan kembali fungsi normal setelah cedera atau trauma, seperti cedera kepala dari kecelakaan atau kerusakan otak dari stroke. Modifikasi perilaku digunakan untuk mempertimbangkan pemenuhan kebutuhan sesuai dengan rutinitas rehabilitasi seperti terapi fisik, untuk mengajarkan keterampilan baru yang dapat menggantikan keterampilan yang hilang karena cedera atau trauma, untuk mengurangi masalah perilaku, untuk membantu mengelola sakit kronis, dan untuk meningkatkan kinerja memori (Bakke et al., 1994; Davis & Chittum, 1994; O'Neill & Gardner, 1983).
• Komunitas Psikologi
Dalam psikologi masyarakat, intervensi perilaku dirancang untuk mempengaruhi perilaku banyak orang dengan cara yang menguntungkan semua orang. Beberapa target intervensi perilaku masyarakat termasuk mengurangi sampah, peningkatan daur ulang, mengurangi konsumsi energi, mengurangi berkendara yang tidak aman, mengurangi penggunaan narkoba ilegal, meningkatkan penggunaan sabuk pengaman, mengurangi parkir ilegal di tempat yang tidak seharusnya, dan mengurangi kecepatan dalam berkendara (Cope & Allred, , 1991; Geller & Hahn, 1984; Ludwig & Geller, 1991; Van Houten & Nau, 1981).
• Psikologi Klinis
Dalam psikologi klinis, prinsip-prinsip psikologis dan prosedur dipergunakan untuk membantu orang dengan masalah pribadi. Biasanya, psikologi klinis melibatkan individu atau terapi kelompok yang dilakukan oleh seorang psikolog. Modifikasi perilaku dalam psikologi klinis, yang sering disebut terapi perilaku, telah diterapkan untuk membantu mengurangi berbagai masalah manusia (Hersen & Bellack, 1985; Hersen & Van Hasselt, 1987; Turner, Calhoun, & Adams, 1981). Prosedur modifikasi perilaku juga telah digunakan untuk melatih para psikolog klinis (Veltum & Miltenberger, 1989).
• Bisnis, Industri, dan Jasa Manusia
Penggunaan modifikasi perilaku dalam bidang ini disebut modifikasi perilaku organisasi atau manajemen perilaku organisasi (Frederickson, 1982; Luthans & Kreitner, 1985; reid et al., 1989; Stajkovic & Luthans, 1997). Prosedur modifikasi perilaku telah digunakan untuk meningkatkan prestasi kerja dan keselamatan kerja dan untuk memperkecil keterlambatan, ketidakhadiran, dan kecelakaan di tempat kerja. Selain itu, prosedur modifikasi perilaku telah digunakan untuk meningkatkan penampilan pengawas kerja. Penggunaan modifikasi perilaku dalam bisnis dan industri telah menghasilkan peningkatan produktivitas dan keuntungan bagi organisasi dan meningkatkan kepuasan kerja bagi para pekerja.
• Self-Management
Orang-orang menggunakan prosedur modifikasi perilaku untuk mengelola perilaku mereka sendiri. Mereka menggunakan prosedur pengelolaan diri untuk mengontrol kebiasaan pribadi, perilaku yang berhubungan dengan kesehatan, perilaku profesional, dan masalah-masalah pribadi (Brigham, 1989; Epstein, 1996; Watson & Tharp, 1993, Yates, 1986).
• Manajemen Anak
Orangtua dan guru dapat belajar menggunakan prosedur modifikasi perilaku untuk membantu anak-anak mengatasi perilaku mengompol, menggigit kuku, marah-marah, ketidakpatuhan, perilaku agresif, perilaku buruk, gagap, dan masalah umum lainnya (Watson & Gresham, 1998).
• Hal-hal yang berhubungan dengan Pencegahan
Prosedur modifikasi perilaku telah diterapkan untuk mencegah masalah dalam masa kanak-kanak (Robert & Peterson, 1984). Aplikasi lain dari modifikasi perilaku di bidang pencegahan termasuk di dalamnya pencegahan pelecehan seksual, penculikan anak, kecelakaan di rumah, pelecehan anak, perilaku mengabaikan anak, dan penyakit menular seksual (Carroll, Miltenberger, & O'Neill, 1992; Montesinos, Frisch, Greene , & Hamilton, 1990; Poche, Yoder, & Miltenberger, 1988). Mencegah masalah dalam masyarakat dengan modifikasi perilaku merupakan salah satu aspek dari psikologi masyarakat
• Sports Psychology (Psikologi olahraga)
Modifikasi perilaku digunakan secara luas dalam bidang psikologi olahraga (Martin & Hrycaiko, 1983). Prosedur modifikasi perilaku telah digunakan untuk meningkatkan kinerja atletik dalam berbagai macam olahraga selama latihan dan dalam pertandingan (Brobst & Ward, 2002; Hume & Crossman, 1992; Kendall, Hrycaiko, Martin, & Kendall, 1990; Wolko, Hrycaiko, Martin , 1993; Zeigler, 1994).
• Perilaku yang berhubungan dengan kesehatan
Prosedur modifikasi perilaku digunakan untuk mempromosikan perilaku yang berhubungan dengan kesehatan dengan meningkatkan gaya hidup sehat (seperti olahraga dan nutrisi yang baik) dan mengurangi perilaku yang tidak sehat (seperti merokok, minum, dan makan berlebihan). Prosedur modifikasi perilaku juga digunakan untuk memperkenalkan perilaku yang memiliki pengaruh positif terhadap fisik atau masalah-masalah medis seperti sakit kepala, tekanan darah tinggi, dan gangguan gastrointestinal
• Gerontology(Ilmu mengenai usia lanjut)
Prosedur modifikasi perilaku diterapkan di panti jompo dan fasilitas perawatan lain untuk membantu mengelola perilaku orang lanjut usia (Hussain, 1981; Hussain & Davis, 1985). Prosedur modifikasi perilaku digunakan untuk membantu orang usia tua sehubungan dengan penurunan kemampuan fisik mereka, untuk membantu mereka menyesuaikan diri dengan lingkungan rumah jompo, untuk memperkenalkan perilaku yang berhubungan dengan kesehatan dan interaksi sosial yang tepat, dan untuk mengurangi masalah perilaku yang mungkin timbul dari penyakit Alzheimer, jenis lain demensia, atau tuntutan kelembagaan (Carstensen & Erickson, 1986; Stock & Milan, 1993).

Punishment

PUNISHMENT

1. PUNISHMENT (HUKUMAN)
Reinforcement (penguatan) positif dan negatif adalah proses untuk memperkuat perilaku
Pemunahan (extinction) adalah proses untuk melemahkan perilaku.
Punishment (hukuman) adalah cara lain yang digunakan untuk melemahkan perilaku.
Contoh : Otis mencoba memasak orak-arik telur untuk Ibunya. Dia menjerang penggorengan di atas kompor dengan api besar. Kemudian dia mencampur beberapa telur dalam mangkuk dengan susu untuk membuat orak-arik telur, yang kemudian dia tuangkan ke dalam penggorengan setelah 5 menit. Ketika asap mulai mengepul, Otis berusaha untuk memindahkan penggorengan dari atas kompor. Begitu menyentuh pegangan penggorengan secara langsung, ia merasakan sakit di tangannya karena pegangan penggorengan terasa panas. Ia berteriak dan menjatuhkan penggorengan, dan setelah itu tidak berani lagi mengulangi memegang penggorengan yang panas secara langsung tanpa alas.
2. MENDEFINISIKAN PUNISHMENT (HUKUMAN)
Contoh tersebut menggambarkan prinsip punishment (ketika seseorang mengalami konsekuensi negatif langsung dari perilakunya, maka kecil kemungkinan orang tersebut mengulangi perilaku yang sama untuk masa yang akan datang), dalam contoh di atas, begitu Otis menyentuh pegangan penggorengan secara langsung, ia merasakan sakit di tangannya karena pegangan penggorengan terasa panas. Ia berteriak dan menjatuhkan penggorengan, dan setelah itu tidak berani lagi mengulangi memegang penggorengan yang panas secara langsung tanpa alas.
Sehingga, dari contoh tersebut, dapat disimpulkan ada 3 komponen dari definisi punishment, yaitu :
• Adanya perilaku yang terjadi (ex. Otis menyentuh pegangan penggorengan secara langsung)
• Adanya konsekuensi segera yang mengikuti perilaku (ex. merasakan sakit di tangannya karena pegangan penggorengan terasa panas)
• Akibatnya, perilaku kemungkinan tidak akan terjadi lagi pada waktu yang akan datang
Mengidentifikasi beberapa contoh hukuman dalam hidup Anda
Penghukum (disebut juga sebagai stimulus aversif) adalah sebuah konsekuensi yang membuat perilaku tertentu tidak mungkin terjadi di masa yang akan datang. Dalam kasus Otis, yang menjadi penghukum perilakunya adalah rasa sakit ketika dia memegang penggorengan yang panas tanpa alas.
Kasus selanjutnya : Juan punya kebiasaan mengganggu dan memukul saudara-saudara perempuannya. Ibu, senantiasa menegur dan memukul Juan setiap kali Juan mengganggu dan memukul saudara-saudara perempuannya. Meskipun Juan telah berhenti mengganggu dan memukul saudara-saudara perempuannya, Ibu tetap menegur dan menampar Juan, sehingga Juan tetap pada kebiasaannya mengganggu dan memukul saudara-saudara perempuannya.
Apakah teguran dan pukulan dari Ibu Juan merupakan penghukum bagi Juan dan merusak perilaku Juan?
Bukan. Teguran dan pukulan dari Ibu, bukan merupakan penghukum bagi Juan, melainkan menggambarkan reinforcement positif untuk apa yang Juan lakukan.
Jadi, perilaku Juan yang suka memukul dan menggoda saudara-saudara perempuannya, segera diikuti oleh saudara-saudara perempuannya yang menangis, dan teguran serta pukulan dari Ibunya. Hal ini, bukannya mengurangi perilaku Juan, melainkan dengan adanya konsekuensi tersebut, Juan terus mempunya kebiasaan memukul dan menggoda saudara-saudara perempuannya.
Dari sini, dapat ditarik kesimpulan bahwa, kita bisa mendefinisikan sesuatu sebagai hukuman atau penguatan, bukan dari konsekuensi tidak menguntungkan yang muncul setelah adanya perilaku. Tetapi, kita dapat mendefinisikan suatu usaha dikatakan sebagai punishment (hukuman) dengan melihat apakah perilaku bisa berkurang di masa depan atau tidak.
Dalam contoh Otis, rasa sakit dikatakan sebagai hukuman, karena untuk waktu yang akan datang, Otis tidak lagi mengulangi perilakunya untuk memegang penggorengan panas tanpa alas.
Sedangkan dalam conoth Juan, teguran dan pukulan Ibu tidak dikatakan sebagai hukuman, karena ternyata perilaku Juan yang suka menggoda dan memukul saudara-saudara perempuannya tetap muncul dari waktu ke waktu meskipun Ibu telah menegur dan memukulnya.
TABEL 6-1
No Perilaku Konsekuensi Hasil
1. Pada saat sedang mengayuh sepeda, Ed memandang ke bawah, ke arah tanah. Ed menabrak mobil yang sedang diparkir, menatap atap mobil dengan wajahnya, dan gigi depannya lepas Pada waktu yang selanjutnya, Ed berusaha untuk tidak melihat ke tanah lagi saat dia mengayuh sepeda
2. Alma suka memukul teman-temannya yang lain menggunakan mainan saat mereka bermain Guru Alma meminta Alma untuk berhenti bermain, dan harus duduk di kursi dalam ruangan lain selama 2 menit setiap kali dia memukul orang lain Alma berhenti dari kebiasaannya memukul orang lain
4. Sarah membaca koran ketika dia sedang mengemudi di jalan raya Mobilnya berbelok ke kanan tanpa disadarinya dan menabrak tanda batas kecepatan Sarah tidak lagi membaca koran ketika dia sedang mengemudi di jalan raya
5. Helen mengikuti kelas modifikasi perilaku. Untuk menjawab dengan benar, guru akan memberi satu poker chips sebagai bentuk reinforcer. Tapi, jika Helen meninggalkan dari tempat duduknya tanpa izin, guru akan mengambil satu poker chipsnya. guru akan mengambil satu poker chips Helen tidak lagi meninggalkan tempat duduknya tanpa izin
6. Kevin seringkali membuat lelucon tentang cara masak istrinya saat dia berada di pesta. Istrinya memberikan tatapan sedingin esuntuk Kevin Kevin berhenti membuat lelucon tentang cara masak istrinya
Yang perlu diperhatikan lagi, adalah jika perilaku hilang sebagai akibat dari adanya usaha untuk mengurangi perilaku, namun hilangnya hanya sementara saja. Sedangkan untuk waktu yang akan datang, perilaku yang sama bisa muncul kembali, maka usaha tersebut tidak bisa dikatakan sebagai hukuman, sebaliknya akan menjadi reinforcement.
Pada kasus Juan, Juan hanya akan berhneti menggoda dan memukul saudara-saudaranya ketika Ibu memberikan teguran dan pukulan. Untuk selanjutnya, Juan akan kembali pada kebiasaannya semula. Hal ini merupakan bukti bahwa pukulan dan teguran Ibu bukan merupakan punishment bagi Juan, malah akan menjadi reinforcement untuk perilakunya.
3. KESALAH PAHAMAN UMUM TENTANG PUNISHMENT (HUKUMAN)
Dalam modifikasi perilaku, punishment (hukuman) adalah istilah teknis dengan makna tertentu. Setiap kali berbicara tentang hukuman, hal ini mengacu pada suatu proses, di mana terjadi penurunan perilaku di masa yang akan datang sebagai akibat dari diberikannya punishment (hukuman).
Hal ini berbeda dari apa yang dipikirkan oleh orang secara umum, yang mana , banyak yang mengartikan hukuman sebagai sesuatu yang tidak menyenangkan.
Dalam kehidupan masyarakat, hukuman seringkali diartikan sebagai sesuatu yang diberikan pada seseorang yang telah melakukan kejahatan atau perilaku yang tidak pantas. Dalam hal ini, hukuman bukan hanya dimaksudkan untuk mengurangi perilaku, namun di dalamnya juga terkandung unsur-unsur moral dan etis, dan tidak jarang pula diartikan sebagai pemberian sesuatu yang menyakitkan secara fisik maupun psikis dari orang yang melakukan kesalahan.
4. HUKUMAN POSITIF DAN HUKUMAN NEGATIF
Hukuman positif
• Adanya perilaku
• Munculnya atau pemunculan stimulus yang tidak menyenangkan
• Sebagai akibat, perilaku berkurang di masa depan
Hukuman negatif
• Adanya perilaku
• Diikuti penghapusan stimulus yang memperkuat perilaku
• Sebagai akibat, perilaku berkurang di masa depan
Dari definisi ini, punishment positif dan punishment negatif, sama artinya dengan reinforcement positif dan reinforcement negatif. Yang membedakan adalah bahwa reinforcement berfungsi untuk menguatkan perilaku, sedangkan punishment berfungsi untuk memperlemah perilaku.
Salah satu efek positif dari pemberian punishment adalah dapat membantu menurunkan perilaku menyakiti diri sendiri, sebagaimana yang digambarkan dalam sebuah lembaga yang membantu remaja dengan keterbelakangan mental.
Kasus : Seorang subyek dalam lembaga itu memiliki kebiasaan untuk menampar mukanya sendiri. Maka, setiap kali ia menampar muka, maka pihak pengelola lembaga segera memberikan hukuman berupa sengatan listrik singkat (sengatan ini menimbulkan rasa sakit), yang mengakibatkan subyek tersebut mengurangi perilakunya menampar muka.
Contoh kasus di atas merupakan penerapan dari punishment positif, karena rangsangan yang menyakitkan ini, dihadirkan setiap kali subyek menampar mukanya, dan perilaku menurun sebagai hasilnya.
Bentuk lain dari punishment positif adalah dengan menggunakan Premack Priciple (huku Premack), yaitu seseorang dibuat untuk terlibat dalam perilaku berprobabilitas rendah, bergantung pada probabilitas tinggi perilaku, perilaku probabilitas tinggi akan mengurangi frekuensi.
Artinya, jika setelah terlibat dalam suatu masalah perilaku, seseorang harus melakukan sesuatu yang tidak ingin dilakukannya, maka orang akan cenderung untuk terlibat dalam masalah perilaku di masa depan.
Contoh, setiap kali anak memukul seseorang di dalam kelas, dia diharuskan berdiri dan duduk di lantai sepuluh kali berturut-turut, yang pada akhirnya akan menghentikan perilaku memukul anak tersebut, seperti yang terlihat pada grafik 6-1
Efek baik lain dari punishment adalah, bisa menurunkan perilaku target dengan segera. Pemunahan (extinction) juga dapat menurunkan frekuensi perilaku, namun butuh waktu yang lebih lama, dan ledakan pemunahan (extinction burst) biasanya terjadi sebelum perilaku berkurang. Sedangkan, dalam punishment, tidak terdapat ledakan pemunahan. Begitu diberlakukan hukuman, perilaku akan menurun lebih cepat.
Contoh dari punishment negatif adalah time out dan denda (response cost).
Sebenarnya baik punishment negative maupun pemunahan (extinction), pada dasarnya hampir sama, yaitu keduanya sama-sama berfungsi untuk melemahkan perilaku, dan melibatkan penghentian atau pemotongan reinforcement. Perbedaannya :
Pemunahan, menunjukkan suatu usaha untuk mengurangi perilaku dengan menghentikan atau menghapus reinforcement yang mendukung terjadinya perilaku.
Hukuman (punishment), menunjukkan suatu usaha untuk megurangi perilaku dengan menarik reinforcement positif, yang bisa saja tidak sama dengan reinforcement yang mendukung terjadinya perilaku.
Contoh kasus :
Johny, punya kebiasaan menyela orangtuanya ketika mereka bicara, sehingga dengan penyelaan tersebut orangtua Johny akan lebih memperhatikan Johny (memarahi ketika dia mulai menyela).
Nah, jika orangtua Johny menerapkan prinsip pemunahan, maka yang dilakukan orangtua Johny adalah menahan pemberian perhatian (menahan untuk tidak memarahi Johny terlebih dahulu).
Sedangkan, jika orangtua Johny menerapkan prinsip hukuman, maka yang dilakukan orangtua Johny bisa saja berupa menghentikan pemberian uang saku, atau melarang Johny untuk menonton televisi.
TIME OUT, adalah suatu kondisi di mana individu dikeluarkan dari situasi yang menyenangkan setelah dia melakukan perilaku yang kurang baik.
Contoh kasus : Setiap kali Naning membuat kegaduhan dalam kelas, maka dia harus keluar dari kelas, dan harus duduk sendirian di dalam kantor guru, selama 7 menit tanpa diperbolehkan membawa satupun barang miliknya. Dengan begini, perilaku Naning yang suka membuat kegaduhan di kelas, bisa berkurang. Karena dengan menggunakan time out procedure, Naning tidak lagi bisa mendapatkan akses perhatian dari guru maupun teman-temannya yang lain, serta dia akan kehilangan reinforcer lain dalam kelas.
RESPONSE COST (DENDA)
Contoh kasus : Elma adalah siswi TK berusia 6 tahun. Setiap kali dia bisa duduk tenang di kelas, mengikuti perintah guru di kelas dengan baik, dan tidak membuat gaduh, maka dia akan mendapatkan 3 poin. Namun, apabila dia menangis di kelas, maka ia akan kehilangan 1 poin dari poin yang telah dikumpulkannya.
5. PENGHUKUM TANPA SYARAT DAN PENGKONDISIAN
Seperti halnya penguatan (reinforcement), hukuman (punishment) merupakan suatu proses alamiah yang mempengaruhi perilaku manusia. Rangsangan yang menyakitkan atau stimulus ekstrim, secara alamiah akan melemahkan perilaku. Sehingga, rangsangan yang menyakitkan atau stimulus ekstrim di sini bisa dikatakan sebagai penghukum tanpa syarat.
Sebagai contoh, stimulus seperti sengatan listrik, benda tajam, atau pukulan yang kuat, secara alami akan memperlemah perilaku yang mendahuluinya. Individu akan berusaha untuk tidak meletakkan tangan ke dalam api, melihat langsung pada terik matahari, menyentuh ujung benda tajam, atau memegang kabel yang mengelupas secara langsung, karena masing-masing perilaku ini menghasilkan konsekuensi hukuman alamiah (tanpa syarat).
Bentuk lain dari penghukum adalah penghukum yang dikondisikan. Penghukum yang dikondisikan, adalah penghukum yang baru bisa berfungsi ketika ia telah dipasangkan dengan penghukum yang lain.
Contoh kasus : Peringatan dari orangtua baru akan berfungsi sebagai penghukum, ketika dikaitkan dengan hilangnya beberapa reinforcer, seperti uang saku, hak untuk bermain, dan sebagainya. Jika hanya diberikan peringatan saja, belum tentu hal itu akan berfungsi sebagai penghukum.
Yang perlu diingat, bahwa hukuman bisa dikatakan hukuman, ketika ia benar-benar bisa memperlemah perilaku pada masa yang akan datang. Sedangkan apabila tidak memperlemah, maka tidak bisa disebut sebagai hukuman, bahkan bisa didefinisikan sebagai reinforcer.
Misalnya, Ali suka bersendawa di meja makan. Hal itu membuat Ibu menegurnya dengan marah. Namun, perilaku Ali tidak juga berkurang hanya karena ditegur Ibunya. Maka, dalam hal ini teguran tidak bisa dikatakan sebagai hukuman. Justru mungkin, bersendawa dijadikan sebagai reinforcer alami, karena bisa mengurangi rasa kurang nyaman dalam perutnya.
6. PERBEDAAN DAN PERSAMAAN PENGUATAN DAN HUKUMAN
Konsekuensi dari Perilaku
Hasil Stimulus disajikan Stimulus dihapus
Perilaku meningkat Penguatan positif Penguatan negatif

Perilaku melemah Hukuman positif Hukuman negatif


Dari tabel ini, dapat ditarik kesimpulan bahwa antara hukuman dan penguatan merupakan sesuatu yang berbanding terbalik.
Contoh 1 :
Otis menyentuh penggorengan panas secara langsung, sehingga dia merasakan sakit di tangannya, yang pada akhirnya akan membuat Otis tidak lagi menyentuh penggorengan panas secara langsung. (PUNISHMENT POSITIF).
Note* sakit di tangannya merupakan stimulus yang disajikan dan hasilnya dapat melemahkan perilaku sebagai hasilnya.
Sebaliknya, ketika Otis menyentuh penggorengan dengan menggunakan alas, maka dia tidak merasakan sakit pada tangannya, yang akhirnya membuat Otis cenderung mengulangi perilaku memegang penggorengan panas dengan menggunakan alas. (REINFORCEMENT NEGATIF).
Note* tidak merasakan sakit pada tangannya saat menyentuh penggorengan panas (hilangnya rasa sakit) merupakan stimulus yang dihapus, dan hasilnya dapat menguatkan perilaku.
Contoh 2 :
Orangtua Fred menyita sepeda Fred selama seminggu, ketika mereka tahu Fred mengendarai sepeda setelah gelap. Hal ini membuat Fred kemungkinan tidak akan mengulangi perilakunya mengendarai sepeda setelah gelap. (PUNISHMENT NEGATIF).
Note* menyita sepeda Fred merupakan stimulus yang dihapus, dan hasilnya melemahkan perilaku bersepeda setelah gelap.
Ketika Fred meminta orangtuanya untuk mengizinkan dia naik sepeda lagi, dan berjanji untuk tidak bersepeda setelah gelap, akhirnya orangtua memberikan izin untuk Fred bersepeda. Hal ini memungkinkan Fred untuk melakukan hal yang sama ketika sepedanya disita oleh orangtuanya pada masa yang akan datang. (REINFORCEMENT POSITIF).
Note* orangtua memberikan izin untuk Fred bersepeda lagi merupakan stimulus yang disajikan, yang pada akhirnya akan memperkuat perilaku Fred untuk meminta meminta orangtuanya untuk mengizinkan dia naik sepeda lagi ketika sepedanya disita oleh orangtuanya pada masa yang akan datang.
7. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EFEKTIVITAS HUKUMAN
a. Kesegeraan
Sama dengan penguatan, hukuman juga akan berfungsi efektif ketika diberikan segera setelah perilaku terjadi. Misalnya, guru marah ketika siswa memberikan argumen sarkastis di depan kelas. Marahnya guru ini akan efektif ketika diberikan langsung setelah siswa mengeluarkan argumen. Ketika hukuman diberikan dengan jarak yang cukup lama, maka hukuman kurang berfungsi efektif.
b. Contingency (Kemungkinan)
Hukuman akan efektif jika diberikan secara konsisten, bukan kadang-kadang atau sebentar-sebentar. Sebagai contoh, tiap kali Elma memukul adiknya, Ibu melarang Elma untuk menonton acara kartun kesayangannya. Jadi, tidak hanya sekali saja, melainkan setiap kali membuat kegaduhan di kelas, sehingga lebih efektif untuk melemahkan perilaku.
c. Penetapan prosedur/ cara
Harus diperhatikan bagaimana bentuk hukuman yang akan diberikan oleh individu. Misalnya saja, orangtua tidak memberikan uang saku pada anak, bukan merupakan hukuman yang efektif ketika anak belakangan ini sudah bisa memperoleh uang saku dari pihak lain. Sebaliknya, orangtua tidak memberikan uang saku pada anak, merupakan hukuman yang efektif ketika anak memang benar-benar tidak punya sumber keuangan lain, dan menginginkan mainan sehingga butuh uang saku untuk bisa mwujudkan keinginannya itu.
d. Perbedaan individu dan besarnya penghukum
Beberapa peristiwa bisa dijadikan penghukum bagi seseorang, namun tidak untuk orang lain karena perbedaan individu.
Misalnya, tugas tambahan yang diberikan oleh guru bisa menjadi penghukum bagi sebagian besar siswa di kelas. Namun, belum tentu tambahan tugas tersebut bisa menjadi penghukum bagi Rani, sang juara kelas yang memang pada dasarnya suka belajar dan mengerjakan tugas.
8. MASALAH DENGAN HUKUMAN
a. Hukuman bisa menimbulkan perilaku emosional lainnya
Misalnya, anak yang dihukum tidak boleh menonton acara kartun kesayangannya bisa saja menangis meraung-raung sebagai konsekuensi sampingan dari pemberian hukuman.
b. Hukuman bisa menimbulkan pelarian atau penghindaran
Misalnya, seorang anak akan berbohong untuk menghindari hukuman dari orangtuanya
c. Penggunaan hukuman bisa menjadi penguatan negatif bagi orang yang melakukan hukuman tersebut.
Setiap kali ada Mahasiswa yang berbicara di kelas, dosen memberikan tatapan tajam pada Mahasiswa tersebut, sehingga Mahasiswa tidak lagi berbicara di kelas. Dalam hal ini, tatapan tajam dosen merupakan hukuman bagi Mahasiswa.
Namun, di sisi lain, perilaku dosen yang menatap Mahasiswa dengan tajam ini, akan mendapatkan penguatan positif dengan ketidakberanian Mahasiswa untuk berbicara di depan kelas. Sehingga perilaku menatap Mahasiswa dengan tajam ini, cenderung berulang untuk waktu yang akan datang.
d. Ketika hukuman digunakan, dan penggunaannya dicontohkan, maka konsekuensinya orang-orang yang perilakunya dihukum akan menggunakan hukuman pada dirinya sendiri di masa depan.
Misalnya, seorang anak yang yang sering dihukum dengan pukulan, mungkin akan memukul dirinya sendiri ketika melakukan kesalahan pada waktu yang akan datang.
e. Isu etik
Secara etis, hukuman menghadirkan tanda tanya, apakah pantas untuk dilakukan atau tidak. Dalam pelaksanaannya, seharusnya diperhatikan pula sejumlah isu etis sebelum memutuskan untuk menggunakan prosedur modifikasi perilaku yang didasarkan pada hukuman. Selain itu, prosedur hukuman, akan lebih baik bila digunakan dengan prosedur penguatan positif untuk memperkuat perilaku yang diinginkan.

RINGKASAN
1. Hukuman memiliki tiga komponen, yaitu :
• Adanya perilaku yang terjadi
• Adanya konsekuensi segera yang mengikuti perilaku
• Akibatnya, perilaku kemungkinan tidak akan terjadi lagi pada waktu yang akan datang
2. Kesalahpahaman tentang hukuman adalah bahwa hal itu berarti melakukan kejahatan kepada orang lain atau menuntut ganti rugi pada orang lain sebagai konsekuensi kesalahan yang dilakukannya
3. Hukuman positif adalah kondisi di mana stimulus dihadirkan setelah perilaku dengan tujuan untuk melemahkan perilaku. Sedangkan hukuman negatif adalah kondisi di mana stimulus dihapus setelah perilaku dengan tujuan untuk melemahkan perilaku.
4. Ada penghukum yang dinamakan dengan penghukum alami, yang bisa berfungsi untuk menghukum tanpa ada syarat. Ada pula penghukum yang dikondisikan, yaitu penghukum yang baru bisa berfungsi ketika dipasangkan dengan penghukum yang lain.
5. Ada beberapa factor yang mempengaruhi efektivitas hukuman, seperti kesegeraan, konsistensi, penetapan cara, perbedaan individu dan besarnya penghukum.
6. Masalah terkait dengan hukuman adalah hukuman bisa menimbulkan perilaku emosional lainnya, hukuman bisa menimbulkan pelarian atau penghindaran, penggunaan hukuman bisa menjadi penguatan negatif bagi orang yang melakukan hukuman tersebut, ketika hukuman digunakan, dan penggunaannya dicontohkan, maka konsekuensinya orang-orang yang perilakunya dihukum akan menggunakan hukuman pada dirinya sendiri di masa depan, isu etik.

Respondent Conditioning

( RESPONDENT CONDITIONING )

 Contoh Dari Respondent Conditioning
Carla bekerja di sebuah pabrik yang membuat mainan anak-anak. Dia mengoperasikan sebuah mesin yang mencetak plastik untuk mainan. Cara kerja mesin tersebut adalah sebagai berikut.
Potongan-potongan plastik dimasukkan ke dalam mesin conveyor. Ketika potongan-potongan plastik dimasukkan ke dalam bagian mesin, mesin akan menghasilkan suara. Setelah muncul suara, akan ada logam yang memukul plastik untuk memberi cap di plastic tersebut. Setiap kali mesin bekerja memberikan cap pada plastic, keluarlah semburan dari salah satu selang hidrolik, dan semburan itu selalu mengenai wajah Clara. Akibatnya, Clara selalu berkedip setiap kali mesin mengeluarkan semburan. Clara selalu berkedip, tepatnya setelah mesin bersuara, beberapa saat sebelum semburan terjadi. Suatu saat, petugas mengatur agar tidak ada lagi semburan yang keluar dari selang hidrolik. Untuk beberapa saat, Clara tetap berkedip setiap kali mesin berbunyi, lalu kebiasaan itu hilang setelah beberapa lama.
Keterangan : Kedipan Clara merupakan contoh dari perilaku yang dikondisikan. Kedipan itu terjadi dengan tujuan untuk menghindari semburan dari selang hidrolik (antecedent stimulus). Dan karena semburan tersebut terjadi segera setelah timbulnya suara dari mesin, maka kedipan Clara pun terkondisikan tiap kali mesin mengeluarkan suara (respondent conditioning).
 Mendefinisikan Respondent Conditioning
Jenis-jenis tertentu dari stimulus secara khas akan menghasilkan tipe respons tubuh tertentu pula. Bayi akan memberikan respons mengisap ketika ada obyek seperti putting susu yang menyentuh bibirnya. Seseorang akan berkedip ketika hembusan udara diarahkan pada mata mereka. Pupil mata akan mengerut ketika ada cahaya terang mengenai mata. Air liur akan muncul ketika ada makanan di dalam mulut. Seseorang bias muntah atau batuk ketika ada benda asing di tenggorokan. Beberapa hal di atas, serta beberapa tanggapan lainnya (Tabel 8 - 1) disebut sebagai respons yang tak bersyarat (Unconditioned Responses). Respons ini terjadi begitu saja karena adanya antecedent stimuli yang tidak dikondisikan pula (Unconditioned Stimulus). Unconditioned Responses pasti akan terjadi pada semua orang normal saat mereka menemui Unconditioned Stimulus. Dengan adanya Unconditioned Responses manusia bisa mempertahankan dirinya
Tabel 8-1
Contoh Respons tak bersyarat (Unconditioned Responses) pada Manusia
Stimulus tak beryarat (Unconditioned Stimulus)
Objek menyentuh bibir bayi
Makanan berada di mulut
Benda asing di kerongkongan
Stimulasi di tenggorokan
Hembusan udara ke dalam mata
Cahaya terang mengenai mata
Rangsangan menyakitkan ke tubuh

Rangsangan yang dating dengan tiba-tiba (suara keras)
Rangsangan seksual (postpuberty)
Pukulan tendon patella (pukulan pada lutut) Respons tak bersyarat (Unconditioned Responses)
Refleks mengisap
terbit air liur
Refleks muntah atau batuk
Refleks Batuk
Refleks berkedip
Refleks pupil menyempit
Refleks penarikan (menarik tangan dari kompor panas, misalnya)
Refleks kaget (peningkatan denyut jantung, respirasi, ketegangan otot)
Ereksi atau pelumasan vagina
Refleks menyentakkan lutut

Tabel 8-2
Responses tubuh yang termasuk dalam Sistem saraf otonom
Peningkatan denyut jantung
Peningkatan respirasi
Peningkatan ketegangan otot
Peningkatan aliran darah ke otot-otot utama
Penurunan aliran darah ke kulit
Sekresi adrenalin ke dalam aliran darah
Keringat bercucuran
Mulut kering
Pupil mata membesar
Penurunan aktivitas gastrointestinal

Mengidentifikasi bagaimana cara masing-masing UR yang tercantum dalam Tabel 8 -1 disebut memiliki nilai untuk bertahan hidup
 Kecenderungan alami untuk mengisap memungkinkan bayi untuk makan ketika puting susu didekatkan ke mulutnya.
 Air liur memberikan kontribusi untuk mengunyah dan mencerna makanan.
 Tersedak bila benda asing masuk ke tenggorokan dapat menjaga seseorang dari tercekik.
 Batuk membersihkan tenggorokan dari benda asing.
 kecenderungan alami berkedip saat udara atau materi lain mendekat pada mata dapat mencegah benda asing masuk ke dalam mata dan mencegah kehilangan penglihatan.
 Pupil menyempit sebagai respons terhadap cahaya terang membantu
melindungi mata dan dengan demikian dapat mencegah kehilangan penglihatan.
 Penarikan cepat dari rangsangan yang menyakitkan dapat membantu seseorang agar tidak terluka (terbakar, terpotong dan sebagainya).
 sistem saraf otonom melibatkan sistem tubuh yang mempersiapkan seseorang untuk bertindak (memerangi respon) sehingga dapat memungkinkan seseorang untuk melepaskan diri dari situasi yang berbahaya
 Respon mengejutkan mencakup komponen saraf otonom yang mempersiapkan tubuh untuk bertindak dalam situasi yang mungkin berbahaya.
 Rspons seks memang tidak memiliki nilai untuk bertahan hidup bagi seseorang, tetapi respons seks memfasilitasi perilaku seksual, yang diperlukan untuk kelangsungan hidup spesies manusia.
 Meskipun sentakan lutut mungkin tidak langsung menggambarkan nilai untuk bertahan hidup itu sendiri, namun refleks seperti ini merupakan komponen dari dari refleks postural terlibat dalam kontrol dan koordinasi otot yang berkontribusi terhadap fungsi motorik normal.
UR adalah tindakan refleksif alami tubuh yang terjadi ketika sebuahUS hadir. UR merupakan hal yang normal bagi semua orang. Respondent conditioning terjadi ketika stimulus netral sebelumnya dipasangkan dengan US (stimulus netral dan US disajikan bersama-sama). Sebagai hasil dari pasangan ini, stimulus yang netral menjadi stimulus yang dikondisikan (CS) dan memunculkan respons yang dikondisikan (CR) mirip dengan UR. Sebuah UR atau CR disebut perilaku bersyarat.
Respondent conditioning juga disebut classical conditioning (Rachlin, 1976) atau Pavlov conditioning (Chance, 1988). Ilmuwan Rusia Ivan Pavlov (1927) adalah orang pertama yang menunjukkan fenomena ini. Dalam eksperimennya, Pavlov menunjukkan bahwa anjing berliur ketika bubuk daging diletakkan di mulut mereka. Hal ini merupakan demonstrasi bahwa US akan mendatangkan suatu UR. Pavlov kemudian menghadirkan stimulus netral (suara metronom) tepat sebelum ia meletakkan bubuk daging ke mulut anjing. Ia menghadirkan suara metronom dan bubuk daging bersama-sama beberapa kali. Untuk selanjutnya, ia menyajikan suara metronom tanpa bubuk daging pada anjing tersebut. Kenyataannya, dia menemukan bahwa anjing tetap berliur ketika mendengar suara metronom, meskipun tanpa bubuk daging di mulutnya. Suara metronom menjadi CS karena dihadirkan secara berpasangan beberapa kali dengan serbuk daging.

Respondent Conditioning

Proses

US dipasangkan dengan stimulus netral (metronom).

Hasil

Perhatikan bahwa proses pemasangan melibatkan US dan stimulus netral beberapa kali.
Hasil dari pasangan adalah bahwa rangsangan netral menjadi CS dan memunculkan sebuah CR.

Stimulus apa saja dapat menjadi CS jika dipasangkan beberapa kali dengan US
Identifikasi US, UR, CS, dan CR dalam contoh Carla In The Toy Factory
Yang disebut US dalam kasus ini adalah semburan udara di wajah. US ini akan memunculkan UR berupa kedipan mata Clara. Karena suara yang keluar dari mesin dipasangkan dengan semburan udara secara bersama-sama, suara mesin tersebut menjadi CS. Belakangan, suara mesin bias menyebabkan Clara berkedip meskipun tidak ada semburan. Hal ini disebabkan karena suara yang semula berupa stimulus netral, telah berubah menjadi CS yang pada akhirnya akan mengubah kedipan mata Clara dari UR menjadi CR.
Respondent Conditioning

Pemilihan waktu dari Stimulus Netral
Pemilihan waktu dari stimulus netral (NS) dan US merupakan hal yang penting jika memang menginginkan terjadinya respondent conditioning. Idealnya, US harus terjadi segera setelah timbul dari NS (Pavlov, 1927). Dalam kasus anjing Pavlov, metronom dibunyikan dan, dalam waktu sekitar setengah detik, daging bubuk didekatkan di mulut anjing. Pemilihan waktu ini memungkinkan metronom akan berubah menjadi CS. Jika Pavlov meletakkan bubuk daging di mulut anjing, kemudian baru memperdengarkan suara metronom, sangat tidak mungkin respondet conditioning bisa terjadi.
Delay conditioning, di mana NS disajikan terlebih dahulu, kemudian US disajikan sebelum NS berakhir. Contohnya dalam kasus Clara. Delay conditioning terjadi jika suara mesin diperdengarkan, kemudian semburan terjadi sebelum suara mesin tersebut berhenti.
Trace conditioning mirip dengan Delay conditioning. NS disajikan mendahului US, bedanya, dalam kasus trace conditioning, NS berakhir sebelum US disajikan. Dalam contoh Clara, semburan udara terjadi ketika suara mesin sudah berhenti.
Simultaneous conditioning, merupakan jenis respondent conditioning yang mana NS dan US disajikan secara bersama-sama. Dalam kasus Clara, suara mesin dan semburan udara terjadi secara bersama-sama.
Backward conditioning, di mana US disajikan sebelum adanya NS. Contohnya, semburan udara diarahkan pada mata terlebih dahulu, baru kemudian diikuti dengan suara mesin. Dalam keadaan seperti ini, sangat tidak memungkinkan, suara mesin akan menimbulkan respons berupa kedipan mata.




Trace conditioning

NS
US

Delay Conditioning

NS
US

Simultaneous Conditioning

NS
US

Backward Conditioning

NS
US
Waktu

Gambar 8-1 ini menampilkan garis-garis hubungan temporal antara stimulus netral (NS) dan US (stimulus bersyarat) dalam empat jenis respondent conditioning. Bagian yang terangkat menunjukkan ketika stimulus (US atau UR) disajikan. Perhatikan! Stimulus berlabel NS bias menjadi stimulus bersyarat (CS) hanya setelah dipasangkan dengan stimulus tak bersyarat (US).
Trace dan delay conditioning, di mana NS disajikan terlebih dahulu, merupakan jenis respondent conditioning yang paling efektif. Sedangkan backward conditioning merupakan jenis yang paling tidak efektif. Mungkin satu-satunya kasus yang menyebabkan respondent conditioning dapat terjadi tanpa menutup jarak kedekatan antara adalah rasa enggan. Perhatikan contoh berikut.

Murphy minum segelas susu yang sudah kadaluwarsa. Meskipun rasa susu tersebut masih sama seperti biasanya, Murphy merasakan mual dan pada akhirnya muntah setelah 15 menit ia meminum susu tersebut. Sejak saat ini, Murphy tidak lagi merasakan enaknya susu, setiap kali ia mencoba untuk meminumnya.
Susu yang tercemar merupakan US, yang kemudian menghasilkan UR berupa rasa mual dan muntah. Karena US dipasangkan dengan rasa susu, rasa susu berubah menjadi CS yang pada akhirnya akan memicu munculnya CR, yaitu rasa mual seperti yang dialaminya. Murphy mungkin memang tidak benar-benar sakit ketika minum susu lagi, tapi Murphy tidak lagi bias merasakan susu yang enak setelah itu, dan membuatnya mungkin menjadi enggan untuk minum susu lagi. Jenis respondent conditioning semacam ini dinamakan taste aversion. (Garcia, Kimeldorf, & Koelling, 1955).
 Higher – Order Conditioning
Apa yang telah dipelajari sejauh ini adalah bahwa rangsangan netral dapat menjadi CS jika dipasangkan dengan US. CS kemudian memunculkan sebuah CR. Hal ini merupakan proses dasar pengkondisian responden. Higher - order conditioning terjadi ketika stimulus netral dipasangkan dengan CS dan pada akhirnya stimulus netral akan berubah menjadi CS (stimulus bersyarat). Perhatikan contoh respons berkedipnya Clara. Setelah suara mesin dipasangkan dengan semburan udara selama beberapa kali, suara mesin lama kelamaan berubah menjadi stimulus bersyarat (CS) yang menyebabkan Clara berkedip secara spontan. Sekarang jika ada stimulus netral lainnya yang dipasangkan dengan suara mesin, stimulus netral tersebut dapat pula menjadi CS yang menghasilkan respons kedipan. Sebagai contoh, jika ada kilatan cahaya (NS) yang disajikan setiap kali suara mesin muncul, cahaya pada akhirnya akan menjadi CS dan akan membuat Clara berkedip meskipun tidak ada lagi suara mesin yang menyertainya. Higher-Order conditioning tergantung pada seberapa tinggi kesiapan CS ketika disajikan bersama dengan stimulus netral.







First - Order conditioning

Proses

US dipasangkan dengan bunyi klik.

Hasil


Higher - Order Conditioning

Proses

CS (suara mesin dalam first oder conditioning) dipasangkan dengan kilatan cahaya.

Hasil


 Conditioned Emotional Responses
Conditioned Emotional Responses (CERs) pertama kali diungkapkan oleh Watson dan Rayner (1920), yang menggunakan prosedur respondent conditioning untuk mengkondisikan respons ketakutan pada anak berusia 1 tahun yang bernama Albert. Albert kecil pada mulanya tidak takut pada tikus laboratorium yang berwarna putih ; dia tidak menangis maupun berlari ketika melihat tikus tersebut. Dalam hal ini bias dikatakan bahwa tikus laboratorium merupakan stimulus netral. Watson dan Rayner mendekatkan tikus pada kepala Albert. Tanpa disangka, ada suara sangat keras yang ditimbulkan oleh palu pada logam, yang merupakan US pemicu respons keterkejutan (UR) pada Albert. Respons terkejut ini melibatkan rangsangan otonom, yang terlihat pada Albert berupa ekspresi ketakutan dan kecemasannya. Setelah tikus laboratorium itu dipasangkan dengan suara keras sebanyak tujuh kali, pada akhirnya tikus berubah menjadi CS. Melihat tikus yang sekarang menimbulkan CER bisa disebut sebagai rasa takut (misalnya, menangis).


Proses respondent conditioning dapat mengembangkan CSs untuk CERs positif (yang diinginkan) dan CERs negatif (yang tidak diinginkan). Contoh di atas merupakan respondent conditioning untuk mengembangkan CERs negative pada Albert. Adapun contoh CER negatif antara lain marah, jijik, dan prasangka. Dengan cara yang sama, CERs positif (misalnya, kebahagiaan dan cinta) dapat diakibatkan pula oleh CSs. Pada awalnya, respons emosional bisa dikatakan sebagai UR (Unconditioning respons) yang dihasilkan oleh adanya US (Unconditioning stimulus), seperti tanggapan bayi terhadap sentuhank fisik yang dilakukan oleh Ibunya. Ibu membelai wajah bayi dan sebagai akibatnya, bayi bisa tersenyum, berbisik, atau membuat tanggapan lain yang menunjukkan emosi positif. Akhirnya CERs ini bisa saja dikondisikan dengan adanya suara Ibu atau pandangan wajahnya.
Contoh lain, ketika seorang pria muda mencium bau parfum yang biasanya dikenakan oleh pacarnya, bisa saja hal itu akan memunculkan respons emosi yang positif. Interaksi yang penuh kasih saying dan sentuhan fisik bersama pacarnya, akan memunculkan respons emosional positif. Parfum di sini bisa berubah menjadi CS karena dipasangkan dengan US (bau). Oleh karena itu, meskipun sedang tidak bersama pacarnya, bau parfum yang sama dengan milik pacarnya itu dapat menimbulkan perasaan yang sama (CERs positif) yang dialami pria muda itu saat bersama pacarnya.
Mengidentifikasi CERs positif dan CERs negatif yang terjadi dalam hidup Anda dan CSs yang mengakibatkan munculnya respons emosional ini.
Meskipun pada dasarnya CERs bisa timbul secara intuitif (menuruti kata hati), tidak jarang ada kesulitan saat mengoperasionalkan dan mengukur respons emosional. Beberapa respons emosional memang ada yang dapat diamati (covert), termasuk di dalamnya menangis, tersenyum, ekspresi wajah yang lain, dan postur otomatis menandakan gairah atau ketenangan. Demikian pula, tanggapan fisiologis yang termasuk dalam dalam respons otomatis (misalnya, detak jantung, ketegangan otot, respon kulit galvanis), meskipun tidak tampak secara langsung namun dapat diukur dengan instrumen yang tepat. Misalnya, ketegangan otot dapat diukur dengan rekaman elektromiografi (EMG), di mana elektroda ditempatkan pada subjek kulit, dan alat-alat lainnya.
Namun demikian, tetap ada respons emosional yang tidak bisa diamati dan diukur, misalnya saja perasaan seperti kebahagiaan dan cinta. Tidak bisa diragukan lagi, bahwa manusia bisa saja mengalami emosi positif dan emosi negatif yang tidak dapat diamati secara langsung. Dan karena respons emosi tersebut tidak bisa diamati secara langsung, maka tidak jelas mengenai respons seperti apa yang dialami oleh seseorang. Kemungkinan besar, respons emosional yang dialami oleh seseorang, merupakan fungsi gabungan CERs yang sebenarnya, gabungan di antara situasi di mana hal tersebut terjadi, interpretasi mereka terhadap peristiwa yang terjadi, dan cara-cara yang telah mereka pelajari mengenai kejadian-kejadia yang dapat diamati dan tidak dapat diamati. di mana mereka telah belajar untuk label terang-terangan dan terselubung peristiwa.

 Pemunahan Respondent Conditioning
Pemunahan CR, dapat disebut sebagai respondent extinction, mencakup penyajian ulang CS tanpa menyajikan US. Jika CS terus terjadi meski tanpa kehadiran US, secepatnya intensitas CR akan tetap berkurang dan lama kelamaan berhenti. Jika Pavlov terus menyajikan suara metronom (CS) namun tidak pernah menghadirkan bubuk daging sebagai US nya, anjing juga tidak akan mengeluarkan air liur sebanyak ketika suara metronome disajikan bersama dnegan bubuk daging. Pada akhirnya, anjing tidak akan mengeluarkan air liur sama sekali ketika mendengar metronom.
Dalam kasus Albert kecil, tikus putih merupakan CS yang memicu munculnya respons takut (CR), karena tikus telah dipasangkan dengan suara yang mengejutkan (US). Dalam kasus ini, respondent extinction akan terjadi jika tikus putih diperlihatkan kepada Albert berkali-kali tanpa suara yang mengejutkan. Pada akhirnya, kehadiran tikus putih tidak lagi akan menimbulkan perasaan takut pada Albert.

Pemulihan secara spontan (Spontaneous recovery)
Respondent extinction memang dapat menghapuskan CR. Ketika CS berulang kali disajikan tanpa US, akan berakibat pada tidak munculnya CR. Namun, jika CS disajikan di lain waktu, CR mungkin terjadi lagi. Sebagai contoh, Pavlov menyajikan suara metronom berulang-ulang tanpa memasukkan bubuk daging di mulut anjing (CS tanpa US). Hal ini membuat anjing berhenti berliur saat mendengar suara metronom. Namun, ketika Pavlov memperdengarkan suara metronom lagi beberapa waktu kemudian, anjing bisa saja kembali mengeluarkan air liur, meskipun kuantitasnya lebih sedikit dibandingkan sebelum proses pemunahan. Kejadian seperti ini, yang mana CS bisa menimbulkan CR kembali setelah proses pemunahan, disebut sebagai pemulihan secara spontan (spontaneous recovery). Selama periode yang disebut sebagai spontaneous recovery ini, kuantitas dari CR biasanya memang lebih kecil, dan jika CS tidak diikuti dengan penyajian US, maka CR akan kembali hilang.
 Diskriminasi dan Generalisasi Perilaku Bersyarat
Diskriminasi dalam respondent conditioning adalah situasi di mana CR diakibatkan karena adanya satu CS atau kisaran sempit CSs. Sedangkan generalisasi dalam respondent conditioning terjadi ketika sejumlah CSs serupa menimbulkan CR yang sama. Jika seseorang merasa takut dengan jenis anjing tertentu, hal ini merupakan contoh dari diskriminasi. Dalam kasus lalin, jika seseorang takut pada segala jenis anjing, ini merupakan contoh dari generalisasi.
Pertimbangkan bagaimana diskriminasi bisa terjadi dalam respondent conditioning. Ketika rangsangan tertentu (S1) dipasangkan dengan US, tetapi rangsangan serupa (S2, S3, S4, dll) disajikan tanpa US, hanya S1 yang dapat memunculkan sebuah CR. Hal ini merupakan prinsip dari diskriminasi.
Perhatikan contoh Madeline, yang diserang oleh seekor anjing gembala. Sejak serangan itu, setiap kali dia berjalan di halaman dan melihat anjing gembala (CS), secara spontan akan memunculkan respons takut pada diri Madeline(CR). Namun, ketika ia berjalan melewati rumah-rumah yang memelihara anjing dalam jenis berbeda, ia tidak mengalami ketakutan seperti tadi. Melihat anjing gembala membuat Madeline ketakutan disebabkan karena prinsip respondent conditioning yang diperoleh ketika anjing gembala (CS), dipasangkan dengan serangan (US) yang mengakibatkan timbulnya respons takut (CR). Melihat anjing-anjing lain tidak berkembang menjadi CSs karena mereka tidak pernah menyerang Madeline. sehingga, hanya melihat anjing gembala lah, yang membuat respons takut Madeline muncul (description).
Perhatikan pula bagaimana generalisasi muncul dalam perilaku bersyarat. Generalisasi adalah suatu kecenderungan yang memungkinkan terjadinya CR disebabkan karena beberapa CS, yang dihadirkan bersama US pada respondent conditioning. Jika S1 dipasangkan dengan US tapi rangsangan serupa (S2, S3, S4, dll) tidak pernah disajikan dalam ketiadaan US, CR lebih cenderung menggeneralisasi hal ini dengan rangsangan lain. Jika Madeline diserang oleh anjing gembala dan sebelumnya ia tidak pernah bertemu dengan anjing yang ramah, respons ketakutannya akan tetap muncul menanggapi kehadiran anjing gembala ini. Baginya, tidak ada anjing yang baik hati. Dalam kasus ini, tidak ada diskriminasi karena rangsangan yang serupa (anjing lain) tidak disajikan dalam ketiadaan US.
Generalisasi dapat ditingkatkan jika sejumlah rangsangan serupa pada awalnya dipasangkan dengan US selama periode respondent conditioning. Jika Madeline diserang oleh anjing gembala, seekor golden retriever, seekor schnauzer, dan terrier, ketakutannya mungkin akan menggeneralisasi untuk hampir semua anjing. Karena berbagai CSs serupa (anjing yang berbeda) semua dipasangkan dengan US (serangan), menyebabkan generalisasi akan meningkat.

 Faktor yang mempengaruhi Respondent Conditioning
Kekuatan respondent conditioning tergantung pada berbagai faktor (Pavlov, 1927), termasuk yang berikut:
 Sifat US dan CS
 Hubungan temporal antara CS dan US
 Kemungkinan (contingency) antara CS dan US
 Banyaknya CS dan US dipasangkan
 Penyajian CS sebelumnya

• Sifat US dan CS
Intensitas stimulus mempengaruhi efektivitas rangsangan sebagai CS atau US. Secara umum, semakin intens stimulus diberikan, akan semakin efentif berperan sebagai US (Polenchar, Romano, Steinmetz, & Patterson, 1984). Sebagai contoh dalam kasus Clara, hembusan udara yang masuk ke dalam mata dengan intensitas kuat, akan lebih efektif daripada hembusan udara dengan intensitas lemah. Demikian pula, stimulus yang lebih menyakitkan akan lebih efektif disajikan sebagai US. Pada intinya, semakin kuat stimulus diberikan, akan semakin efektif untuk dijadikan CS maupun US.
• Hubungan Temporal antara CS dan US
Supaya pengkondisian menjadi lebih efektif, CS akan lebih baik jika disajikan mendahului US. Oleh karena itu, delay conditioning dan trace conditioning merupakan jenis yang paling efektif. Tidak ada yang mengetahui dengan pasti jarak yang bagus untuk penyajian CS dan US. Namun, jarak waktu sebaiknya memang pendek, misalnya, kurang dari 1 detik. Penegcualian terjadi pada kasus taste aversion. Rasa mual dan muntah (UR) disebabkan oleh makanan yang sudah tercemar (US) mungkin terjadi beberapa menit setelah terjadinya CS (rasa makanan).
• Contingency (Kemungkinan) antara CS dan US
Contingency antara CS dan US berarti bahwa CS dan US disajikan bersama-sama pada setiap percobaan. Ketika hal ini terjadi, pengkondisian akan jauh lebih mungkin terjadi daripada jika US tidak disajikan setelah hadirnya CS. Atau jika US terjadi tanpa adanya CS.
Ketika mesin bersuara sebelum menyebabkan semburan udara mengenai wajah Carla, suara mesin jauh lebih mungkin berkembang menjadi CS daripada jika suara mesin tersebut hanya kadang-kadang saja diikuti oleh semburan udara ke wajah Clara. Demikian juga, jika semburan udara ke wajah Carla hanya kadang-kadang saja didahului oleh suara mesin, suara mesin tersebut tidak akan berkembang menjadi CS.
• Jumlah pasangan
Meskipun stimulus netral yang hanya satu kali dipasangkan dengan Unconditioned Stimulus dan hal itu bisa menimbulkan CS, namun pemasangan NS dan US lebih dari satu kali akan menghasilkan CS yang lebih kuat pada umumnya.
• Penyajian CS sebelumnya
Sebuah stimulus kurang memungkinkan untuk menjadi CS ketika dipasangkan dengan US, jika orang yang menjadi subyek sebelumnya pernah terkena rangsangan serupa di masa lalu tanpa kehadiran US.
Misalnya, Grace yang berusia 2 tahun menghabiskan banyak waktu di tengah-tengah keluarga anjing, Knute, dan tidak ada satupun hal buruk yang pernah terjadi. Sebagai hasil dari paparan ini, tidak mungkin bahwa Knute akan menjadi CS untuk munculnya respon ketakutan dari Grace, ketika dengan tidak disengaja Knute memukul Grace. Namun, bayangkan jika teman Grace, Paula datang menghampiri dan melihat Knute untuk pertama kalinya. Kemudian, sama dengan tidak sengajanya, Knute memukul Paula, akan sangat memungkinkan bagi Paula, Knute akan menjadi CS untuk menimbulkan respons ketakutannya, karena ini merupakan pengalaman pertama Paula dengan Knuteg.

 Membedakan Antara Operant dan Respondent Conditioning
Dari pembahasan sebelumnya, jelas bahwa respondent conditioning dan operant conditioning merupakan proses yang berbeda dan menghasilkan respons yang berbeda pula (Michael, 1993a). Perilaku respondent adalah respons tubuh yang mempunyai dasar biologis. Sedangkan perilaku instrumental merupakan perilaku yang dikendalikan oleh konsekuensi-konsekuensi yang mungkin muncul.
Respondent conditioning terjadi ketika stimulus netral memiliki kemampuan untuk menghasilkan CR karena stimulus netral tersebut telah dipasangkan dengan US. secara sederhana respondent conditioning hanya melibatkan dua pasangan stimulus, yaitu stimulus netral dan US. Hasil respondent conditioning adalah berkembangnya CS yang berasal dari stimulus netral sebelumnya.
Operant conditioning terjadi ketika muncul respons tertentu dalam suatu situasi stimulus tertentu dan diikuti oleh konsekuensi yang memperkuat munculnya perilaku. Dengan kata lain, operant conditioning melibatkan kontingensi antara respons dan reinforcement. Hasil operant conditioning adalah bahwa perilaku kemungkinan besar akan terjadi lagi di masa mendatang dalam situasi serupa di mana perilaku tersebut pernah mendapatkan penguatan. Dapat dikatakan pula bahwa perilaku yang mendapatkan penguatan, merupakan control stimulus untuk terjadinya perilaku yang sama di masa mendatang.
Respondent extinction terjadi ketika CS tidak lagi dipasangkan dengan US. Sebagai hasilnya, CS tidak lagi memunculkan CR. Sedangkan pemunahan dalam operant conditioning terjadi ketika tidak ada lagi penguatan yang dinerikan pada perilaku yang dilakukan, sehingga di masa mendatang perilaku ini tidak akan terjadi lagi.
Respondent conditioning dan operant conditioning dapat terjadi bersama-sama dalam situasi yang sama.
Perhatikan contoh Carla di pabrik mainan. Suara mesin yang mendahului munculnya semburan ke wajah Carla merupakan sebuah CS yang memunculkan respon berupa kedipan (CR). Ini merupakan gambaran dari respondent conditioning. Setelah beberapa saat, Carla belajar untuk menggerakkan kepalanya ke samping segera setelah ia mendengar suara mesin. Dengan demikian, ia dapat menghindari semburan udara di wajahnya. Menggerakkan kepala ke samping merupakan perilaku yang diperkuat oleh konsekuensi, yaitu menghindari semburan udara. Suara mesin dapat mengembangkan stimulus kontrol atas perilaku menoleh. Perilaku tersebut diperkuat hanya ketika suara mesin terjadi.
Saat Carla belajar memalingkan kepala setiap kali ia mendengar suara mesin, saat inilah respondent extinction terjadi. Dia memang masih mendengar suara mesin, tapi semburan udara tidak mengenai wajahnya lagi. Akibatnya, ia berhenti berkedip (CR) ketika suara mesin terjadi (CS).
Perilaku dalam respondent conditioning


Perilaku dalam operant conditioning



 RESPONDENT CONDITIONING DAN MODIFIKASI PERILAKU Kebanyakan prosedur modifikasi perilaku yang dirancang adalah untuk mengubah perilaku dalam operant conditioning, karena perilaku dalam operant conditioning merupakan mayoritas perilaku yang ingin dirubah orang-orang. Namun, beberapa jenis perilaku dalam respondent conditioning bisa jadi sangat mengganggu orang-orang dan dengan demikian dijadikan target untuk perubahan. Banyak orang yang mengalami gangguan sehubungan dengan fungsi saraf otonomnya, misalnya terlalu cemas, terlalu takut, dan yang paling sering adalah respons emosional seseorang yang bermasalah. Dengan demikian, banyak orang yang ingin untuk mengubah kebiasaan seperti ini.
Ringkasan:
1. Dalam respondent conditioning, stimulus netral bisa berubah menjadi stimulus yang dikondisikan (CS) ketika dipasangkan dengan stimulus yang terkondisikan (US). CS memunculkan respons bersyarat (CR) mirip dengan respon terkondisikan (UR) yang diperoleh oleh US. Respondent conditioning akan lebih efektif bila CS disajikan dengan mendahului US.
Higher - order conditioning dapat terjadi jika stimulus netral dipasangkan dengan yang CS yang telah siap. Perilaku dalam respondent conditioning melibatkan tanggapan tubuh yang memiliki nilai untuk bertahan hidup.
2. Salah satu jenis perilaku dalam respondent conditioning adalah dikondisikan respons emosional bersyarat/ dikonsidikan (CER). CERs bisa bersifat negatif (seperti takut dan kecemasan) atau bersifat positif (seperti kebahagiaan).
3. Respondent extinction terjadi ketika CS disajikan dalam ketiadaan US. Sebagai hasilnya, CS tidak lagi memunculkan sebuah CR.
4. Faktor-faktor yang mempengaruhi respondent conditioning termasuk di dalamnya intensitas US atau CS, hubungan temporal antara CS dan US, kontingensi antara CS dan US, jumlah pasangan CS dan US, dan penyajian CS sebelumnya.
5. Respondent conditioning terjadi ketika sebuah stimulus netral dipasangkan dengan US dan stimulus netral menjadi sebuah CS yang dapat mengakibatkan munculnya CR. Operant conditioning terjadi bila perilaku diperkuat di hadapan sebuah SD dan perilaku kemudian lebih mungkin terjadi di masa depan ketika SD hadir.

Prompting and Transfer Stimulus Control,,,

PROMPTING DAN TRANSFER STIMULUS KONTROL

CONTOH FADING DAN PROMPTING :
Pelatih McCall sedang mengajar anak kelas satu cara memukul bola bisbol yang dilempar oleh seorang pelempar (pitcher). Sebagai pelatih, Mc Call memberikan beberapa instruksi yang harus dilakukan oleh pemain untuk bisa memukul bola bisbol dengan baik. Luke adalah salah seorang pemain yang baik dan cepat belajar. Sehingga, hanya perlu satu kali diberikan instruksi, dia langsung bisa mengikuti instruksi dari pelatih tersebut dengan benar. Hal ini membuat pelatih Mc Call hanya perlu memberikan instruksi ketika Luke memerlukannya untuk meningkatkan kualitas pukulannya. Selebihnya, Mc Call hanya memberikan pujian untuk setiap pukulan Luke yang memang sudah bagus.
Pemain berikutnya adalah Tom. Dia mendengarkan petunjuk yang sama, yang diberikan oleh pelatih pada Luke, namun ternyata dia tidak sepintar Luke dalam memukul bolanya. Untuk membantu dia, pelatih McCall memberikan instruksi yang lebih rinci pada Tom. Dia menunjukkan di mana seharusnya Tom berdiri saat memukul. Pelatih juga menjelaskan kapan saatnya bola akan diarahkan padanya oleh pitcher, di mana Tom harus mengambil tindakan untuk memukul bola tersebut dengan ayunan yang semestinya. Dengan bantuan tambahan ini, Tom mulai bisa memukul bola dengan benar, dan atas apa yang dilakukannya ini, pelatih McCall memberinya pujian untuk keberhasilannya. Lama kelamaan, Tom bisa memukul bola dengan benar tanpa bantuan dan instruksi tambahan.
Pemain selanjutnya bernama Matt. Matt juga mendengarkan instruksi yang sama dari pelatih, bagaimana cara yang tepat untuk memukul bola. Namun dia tetap tidak dapat memukul bola dengan benar. Akhirnya, pelatih memutuskan untuk memberikan contoh pada Matt, bagaimana seharusnya memukul bola dengan tepat. Pelatih langsung memperagakan di depan Matt cara memukul bola. Dengan bantuan ini, Matt menjadi tahu, cara yang tepat untuk memukul bola. Setelah Matt menunjukkan kemampuannya untuk memukul bola dengan benar, pelatih tidak perlu memberikan contoh tambahan pada Matt dan hanya memberikan pujian untuk setiap keberhasilan Matt memukul bola.
Pemain yang terakhir adalah Trevor. Sebagaimana Luke, Tom, dan Matt, Trevor juga mendengarkan instruksi yang sama dari pelatih, bahkan melihat cara pelatih memukul bola secara langsung. Namun dia tetap tidak bisa memukul bola dengan benar. Karena Trevor yang paling membutuhkan bantuan, pelatih McCall mengambil tindakan yang berbeda daripada sebelumnya. Pelatih berdiri di belakang Trevor saat ia hendak memukul bola. Dia meletakkan tangannya di atas tangan Trevor dan membantunya mengayunkan pemukul ketika bola datang. Hal ini dilakukannya beberapa kali hingga kira-kira Trevor cukup mengerti. Setelah itu, pelatih McCall mulai mundur sedikit, tapi tetap membantu Trevor memukul bola. Kemudian, Mc Call mundur lagi sedikit lebih menjauh, dan tidak lagi memegangi tangan Trevor. Pelatih hanya memberikan instruksi kapan Trevor harus memukul bola, dan membiarkan Trevor menyelesaikan pukulannya sendirian. Setelah beberapa saat, Trevor dibiarkan memukul bolanya sendirian tanpa instruksi, dan pelatih hanya memberikan pujian setiap kali Trevorv berhasil memukul bolanya dengan tepat.
Dalam kasus ini pula, Dave selaku asisten pelatih yang bertugas melemar bola, selalu menjaga lemparan bolanya, dari tingkat yang paling rendah sehingga mudah untuk dipukul, hingga ke tingkat yang lebih sulit untuk dipukul. Dave harus menunggu sampai pemain siap dan mampu memukul bola dengan benar, baru dia melemparkan bolanya dengan kekuatan penuh pada para pemukul.
Contoh di atas menggambarkan prosedur modifikasi perilaku yang disebut prompting dan fading. Semua hal yang dilakukan oleh pelatih McCall untuk membantu para pemain memukul bola disebut sebagai prompting.
Kepada Luke, pelatih McCall memberikan prompting verbal berupa instruksi bagaimana cara memukul bola dengan benar. Kepada Tom, dia memberikan prompting verbal dan gerak berupa petunjuk bagaimana cara memukul yang benar, serta isyarat cara mengayunkan pemukul yang benar. Kepada Matt, pelatih McCall memberikan prompt prompting verbal dan model berupa petunjuk cara memukul serta contoh langsung bagaimana cara memukul yang benar. Sedangkan kepada Trevor, pelatih McCall memberikan prompting verbal dan fisik. Selain memberikan petunjuk dengan kata-kata, Trevor juga dipandu langsung, bagaimana cara memukul yang tepat hingga Trevor bisa memukul bola dengan betul-betul benar.
APA ITU PROMPTING?
"Prompting adalah stimulus yang diberikan sebelum atau selama terjadinya perilaku. Fungsi dari prompting adalah membantu terjadinya perilaku yang diinginkan, sehingga siapapun yang melakukan perilaku tersebut bisa memperoleh penguatan dari instruktur (guru, konselor, dsb)." (Cooper, Heron, & Heward, 1987, hal 312).
Dalam contoh di atas, SD (Stimulus diskriminatif) adalah datangnya bola dari pitcher pada pemain yang bertugas untuk memukul. Respon yang benar adalah mengayunkan pemukul untuk memukul bola tersebut. Sedangkan reinforcer nya adalah mendapatkan pujian dari pelatih jika dapat memukul bola dengan benar.



Pitcher melempar bola. Pemukul mengayunkan pemukul. mendapat pujian dari pelatih
dengan benar .
Hasilnya : pemain akan lebih mungkin untuk memukul bola yang diarahkan oleh pitcher dengan benar.
Namun, jika perilaku yang diinginkan tidak kunjung terjadi (dalam contoh di atas, jika pemain tidak dapat mengayunkan tongkat dengan benar untuk memukul bola), perilaku tidak bisa memperoleh reinforcement. Fungsi dari prompting adalah untuk menghasilkan perilaku yang diinginkan dengan benar, sehingga perilaku tersebut dapat diberi penguatan, misalnya dengan pujian.
Penggunaan prompting akan membantu proses pengajaran atau pelatihan menjadi lebih efisien. Pelatih McCall bisa saja tidak memberikan prompting maupun reinforcement untuk para pemain. Namun, proses seperti ini bisa-bisa memakan waktu yang sangat lama, dan tidak mustahil para pemain tidak bisa memberikan respons yang benar sesuai dengan yang diinginkan oleh pelatih. Ketika pelatih McCall menggunakan prosedur prompting, dia memberikan kesempatan yang lebih bagi para pemainnya untuk dapat memberikan respons yang benar. Untuk masing-masing pemain, dia memberikan bantuan prompting yang berbeda (instruksi, isyarat, model dan fisik), untuk membantu pemain memberikan respons yang tepat.
APA ITU FADING?
Setelah pemain mampu memukul bola dengan benar, pelatih McCall mulai menghilangkan sedikit demi sedikit prosedur prompting. Fading adalah salah satu cara untuk mentransfer kontrol stimulus dari prosedur prompting menjadi SD. Pelatih secara bertahap menghilangkan petunjuk yang semula diberikannya, sampai perilaku itu terjadi hanya dengan adanya SD tanpa tanpa rangsangan tambahan. Dengan kata lain, pelatih berhenti memberikan instruksi dan tidak lagi harus memberikan contoh perilaku atau memberikan bantuan fisik untuk membantu para pemain memukul bola dengan benar. Setelah bantuan promptingnya dihapus, perilaku yang terjadi sebenarnya berada di bawah kontrol stimulus SD.
Dalam kasus di atas, ketika pelatih McCall menggunakan prompting fisik pada Trevor, perilaku yang benar bisa muncul karena berada di bawah kendali prompting fisik tersebut. Dengan kata lain, Trevor bisa memukul bola hanya karena pelatih membantunya. Namun Trevor tidak bisa selemanya mengandalkan bantuan dari pelatih, khususnya saat dia berada dalam permainan yang sebenarnya. Mau tidak mau, Trevor harus berusaha untuk memukul bolanya sendiri tanpa bantuan pelatih. Dari sini, pelatih harus sedikit demi sedikit mengurangi bantuannya dalam bentuk prompting fisik pada Trevor, hingga Trevor mampu melakukan pemukulan bola dengan sendirinya. Hingga apa yang dilakukan Trevor hanya berada di bawah kendali SD saja. Pengurangan bantuan inilah yang disebut sebagai fading.



Pitcher melempar bola (SD) Trevor mengayunkan pukulan dengan benar. Trevor memukul bola dan
Tidak ada lagi dorongan. pelatih memuji dia.

Hasil: Trevor dapat memukul bola dengan benar tanpa bantuan pelatih di waktu-waktu mendatang.
JENIS-JENIS PROMPTING
Sebagaimana yang telah kita lihat, prompting adalah stimulus atau suatu peristiwa yang dapat digunakan untuk memunculkan perilaku yang tepat dalam situasi tertentu. Berbagai jenis prompting yang digunakan dalam prosedur modifikasi perilaku terbagi ke dalam dua kategori utama, yaitu respons prompt dan stimulus prompt (Alberto & Troutman, 1986; Cooper et al., 1987).
Response Prompts
Response prompts adalah perilaku orang lain yang dapat menimbulkan perilaku yang tepat dan diinginkan, hanya dengan kehadiran SD. Jenis dari respons prompt termasuk di antaranya prompting verbal, isyarat, percontohan, dan fisik (verbal, gestural, modeling, dan physical prompt).
• VERBAL PROMPT
Ketika perilaku verbal yang ditunjukkan oleh orang lain dapat mempengaruhi subyek untuk memunculkan perilaku yang tepat, maka hal ini disebut sebagai verbal prompt.
Contoh dalam kasus, instruksi dari pelatih Mc Call tentang bagaimana cara memukul bola yang baik, dapat menjadi verbal prompt untuk Luke, karena dengan instruksi tersebut dia bisa memukul bolanya dengan benar.
Pernyataan verbal dari orang lain dapat disebut sebagai verbal prompt jika dapat memunculkan perilaku yang tepat pada subyek. Yang termasuk ke dalam verbal prompt di antaranya adalah instruksi, aturan, petunjuk, pengingat, pertanyaan, atau bantuan verbal lainnya.
• GESTURAL PROMPT
Semua gerakan fisik yang dilakukan oleh orang lain dan dapat memunculkan perilaku yang tepat pada subyek, maka hal ini bisa disebut sebagai gestural prompt.
Contoh dalam kasus, isyarat memukul bola dan kapan bola harus dipukul, yang dilakukan oleh Mc Call kepada Tom saat Tom mengalami kesulitan memukul bola, hingga Tom dapat memukul bola dengan benar.
• MODELING PROMPT
Setiap demonstrasi yang dilakukan oleh orang lain dan dapat memunculkan perilaku yang tepat pada subyek, disebut sebagai modeling prompt.
Contoh dalam kasus, ketika pelatih McCall memukul bola untuk menunjukkan kepada Matt bagaimana cara memukul bola dengan tepat, sehingga Matt bisa meniru apa yang dilakukan pelatih dan dapat memukul bola dengan benar.
• PHYSICAL PROMPT
• Membantu orang lain menggunakan cara-cara fisik, sehingga orang lain dapat memunculkan perilaku yang tepat dengan sendirinya, disebut sebagai physical prompt.
Contoh dalam kasus, pelatih McCall memegang pemukul dan berdiri di belakang Trevor untuk membantunya memukul bola secara langsung, sehingga Trevor bisa memukul bola dengan sendirinya.
Keempat jenis response prompt di atas, semuanya sama-sama dapat memberikan bantuan pada seseorang untuk dapat berperilaku dengan tepat. Namun, setiap jenis sebenarnya dapat menimbulkan gangguan tersendiri bagi pelakunya. Sehingga, perlu diperhatikan pula, jenis yang mana yang mungkin memiliki tingkat mengganggu yang paling sedikit. Prompting akan lebih baik digunakan jika diperlukan saja.
Stimulus prompt
Perubahan dalam beberapa aspek dari SD atau SA bisa berupa penambahan atau pengurangan stimulus yang membuat perilaku yang tepat dapat dimunculkan oleh subyek. Macam dari stimulus prompt adalah within stimulus prompt dan extrastimulus prompt.
• WITHIN STIMULUS PROMPT
Contoh dalam kasus, Dave selaku asisten pelatih selalu melempar bola dengan kekuatan yang tidak sama, disesuaikan dengan kesiapan ara pemain. Pada awal permainan, Dave melempar bola pada tingkat mudah terlebih dahulu. Baru setelah para pemain mampu memukul bola dengan bagus, Dave mulai melempar dengan tingkat kesulitan yang cukup tinggi. Dari sini, terlihat adanya perubahan intensitas pada stimulus prompt, yaitu perubahan tingkat kemudahan lemparan bola yang dilakukan oleh Dave. Apa yang dilakukan oleh Dave ini, termasuk ke dalam within stimulus prompt karena dapat memunculkan respons memukul bola yang semakin lama semakin tepat pada para pemain.
• EXTRASTIMULUS PROMPT
Contoh dalam kasus, ketika Matt tidak dapat mencerna petunjuk yang diberikan oleh pelatih Mc Call untuk memukul bola dengan tepat, pelatih menambahkan stimulus lain berupa contioh langsung bagaimana cara memukul bola yang baik. Dalam hal ini, stimulus yang berupa petunjuk, ditambah lagi dengan stimulus yang berupa permodelan dari pelatih. Penambahan stimulus seperti contoh tersebut termasuk dalam extrastimulus prompt karena dengan adanya penambahan stimulus tersebut, memungkinkan Matt memukul bola bisbol dengan lebih tepat.
TRANSFER KONTROL STIMULUS
Seperti yang telah dijelaskna sebelumnya, bahwa prompting hanya perlu dilakukan sampai subyek dapat memunculkan perilaku yang tepat. Setelah itu, perlu dilakukan pengurangan prompting, yang disebut sebagai proses fading untuk melakukan transfer kontrol stimulus, supaya perilaku yang muncul berada di bawah kendali SD alami, bukan di bawah kendali prompting.
Ada sejumlah cara untuk mentransfer kontrol stimulus, yaitu : prompt fading, delay prompt, dan stimulus fading. Tujuan dari masing-masing metode adalah untuk mengubah kontrol perilaku yang berasal dari stimulus buatan berupa prompting, ke stimulus alami (SD) yang relevan.
Prompt Fading
Prompt fading merupakan metode yang paling umum digunakan untuk melakukan transfer kontrol stimulus. Dengan prompt fading, respons yang dihasilkan dari prosedur prompting akan dihapus secara bertahap dalam keseluruhan proses pembelajaran sampai prosedur prompting tidak lagi disediakan (Martin & Pear, 1992). Ketika pelatih McCall menyediakan petunjuk lebih sedikit dan lebih sedikit lagi pada Luke saat ia memukul bola, hal itu berarti bahwa pelatih mulai mengurangi prompting verbal. Hal ini bisa disebut secara teknis sebagai prompt fading (pengurangan prosedur prompting untuk meningkatkan perilaku yang diinginkan).
Bentuk lain dari prompt fading adalah dengan mengurangi sedikit demi sedikit berbagai bentuk prompting, yang biasanya disebut sebagai fading across prompts. Contoh kasus adalah saat Trevor tidak bisa memukul bola dengan benar sesuai dengan instruksi yang diberikan oleh pelatih, pelatih berdiri di belakang Trevor, meletakkan tangannya di atas tangan Trevor, dan membimbingnya untuk memukul bola dengan benar. Setelah Trevor mampu memukul bola sesuai dengan bimbingannya, maka perlahan-lahan pelatih mulai mundur, tidak lagi memegangi tangan Trevor dan hanya cukup memberikan aba-aba. Kemudian, pelatih tidak memberikan bantuan sama sekali, baik dalam bentuk fisik maupun instruksi, hingga Trevor mampu memukul bola dengan benar sendirian, tanpa bantuan apappun. Hal ini menggambarkan bahwa prompt fading bisa dilakukan untuk jenis prompting yang berbeda-beda dalam satu kasus.
Prompt Delay
Cara lain untuk melakukan transfer kontrol stimulus dari respon yang berada di bawah kendali prompting pada response yang berada di bawah kendali SD alami adalah prompt delay. Dalam prosedur ini, yang perlu dilakukan pertama kali adalah menyajikan SD alami, kemudian tunggu beberapa saat. Jika setelah beberapa saat tidak muncul respon yang tepat, maka perlu diberikan prosedur prompting. Jadi intinya, prosedur prompting tidak langsung diberikan begitu saja pada subyek, tapi perlu waktu tunggu terlebih dahulu, untuk melihat apakah subyek sudah dapat memunculkan perilaku yang tepat ataukah belum. Waktu tunggu antara penyajian SD alami dengan prosedur prompting bisa berbeda antara kasus yang satu dengan kasus lainnya (Handen & Zane, 1987; Snell & Cast, 1981).
Matson, Sevin, Fridley, dan Love (1990) menggunakan prosedur prompt delay untuk mengajarkan anak-anak dengan gangguan autistik untuk melakukan respon sosial yang tepat (mengatakan "Silakan," "Terima kasih," dan "sama-sama").
Dalam kasus ini, untuk mengajar anak mengucapkan "Terima kasih," mainan diberikan kepada anak sebagai SD dan, jika anak itu berkata "Terima kasih," maka pelatih boleh memberikan pujian pada anak tersebut sebagai bentuk reinforcer.
Namun, karena anak-anak autistik tidak mengatakan "Terima kasih," pelatih mencoba untuk mengajarkan pada anak-anak autistic tersebut bagaimana cara mengucapkan “Terimakasih” menggunakan prosedur verbal prompt, dalam jangka waktu 2 detik setelah memberikan mainan pada anak tersebut. Dengan adanya prompting seperti ini, anak-anak akan mengerti apa yang seharusnya dikatakannya ketika menerima mainan dari orang lain. Untuk periode selanjutnya, ketika pelatih memberikan mainan lagi, maka pelatih harus memberikan jarak waktu antara pemberian mainan tersebut dengan prosedur prompting. Sebelum pelatih memberikan verbal prompt sebagaimana contoh di atas, perlu dilihat apakah anak-anak sudah menunjukkan respons yang dikehendaki atau belum. Jika belum, maka verbal prompt boleh dilakukan, namun dalam jangka waktu yang semakin lama semakin bertambah lama, antara 2 detik sampai 10 detik.
Stimulus Fading
Setiap kali stimulus prompt digunakan untuk memunculkan respon yang tepat pada subyek, beberapa aspek dari SD dirubah untuk membantu subyek membuat diskriminasi benar. Namun demikian, pada akhirnya stimulus prompt pun harus dihilangkan melalui proses stimulus fading untuk melakukan transfer kontrol stimulus untuk memunculkan peran dari SD alami.
Ketika diterapkan extrastimulus prompt, yang mana diberikan banyak stimulus tambahan untuk merangsang munculnya perilaku yang tepat pada subyek, jika apa yang diinginkan, yaitu perilaku yang tepat tersebut benar-benar bisa muncul, maka lama kelamaan stimulus tambahan harus dikurangi sedikit demi sedikit. Jika setelah pengurangan stimulus ini tetap diperoleh respons yang tepat dari subyek, itu berarti bahwa subyek telah dapat mmeunculkan perilaku yang tepat di bawah kendali SD alami.
Contoh kasus, Trevor yang semula tidak bisa memukul bola dengan tepat, pada akhirnya dapat memukul bola dengan baik saat diberikan banyak bantuan. Yaitu instruksi, serta bimbingan praktik langsung dari pelatih. Namun, setelah pelatih tidak lagi membimbing secara fisik, serta mengurangi instruksinya, ternyata Trevor tetap mampu memukul bola dengan tepat. Hal ini berarto bahwa Trevor telah dapat melakukan pemukulan bola dengan baik sebagai akibat dari adanya SD alami, yaitu lemparan bola yang diarahkan kepadanya, tanpa adanya stimulus tambahan maupun bantuan yang lain.
MENGGUNAKAN STRATEGI PROMPTING DAN TRANSFER STIMULUS KONTROL
1. Pilih strategi prompting yang paling sesuai untuk dilakukan
2. Dapatkan terlebih dahulu perhatian subyek yang akan diubah tingkah lakunya
3. Tampilkan SD terlebih dahulu
4. Berikan bantuan supaya bisa muncul perilaku yang diinginkan
5. Beri penguatan/ ganjaran bagi perilaku yang tepat
6. Transfer stimulus kontrol
7. Lanjutkan memberikan penguatan pada perilaku yang muncul setelah prompting dihilangkan
RINGKASAN
1. Prompting adalah perilaku orang lain atau stimulus yang diberikan setelah SD alami disajikan. Prompting digunakan untuk meningkatkan kemungkinan bahwa perilaku yang diinginkan dapat muncul dalam situasi yang tepat, yaitu di bawah kendali SD alami.
2. Fading adalah prosedur penghapusan prompting bertahap. Fading digunakan untuk mmeunculkan perilaku yang tepat tanpa adanya prosedur prompting.
3. Respons prompt terjadi ketika perilaku subyek muncul karena adanya perilaku orang lain. Stimulus prompt mencakup di dalamnya adanya perubahan dalam beberapa aspek dari SD atau pengubahan stimulus, baik itu penambahan, pengurangan, maupun pengubahan yang memungkinkan munculnya perilaku yang tepat pada subyek.
4. Respon prompt termasuk di dalamnya verbal prompt, gestural prompt, physical prompt, dan modeling prompt.
5. Transfer kontrol stimulus adalah pengurangan dan penghilangan prompting untuk mmeunculkan perilaku di bawah kendali stimulus dari SD yang relevan. Termasuk di dalamnya fading prompt , prompt delay, dan stimulus fading.

Naningggniingggniiinggg,,, Applied Behav. Ther. 2009)

Keterampilan Bertingkah Laku (Behavioral Skill Training)

PROSEDUR PENGAJARAN KETERAMPILAN DALAM BERTINGKAH LAKU (BEHAVIORAL SKILL TRAINING / BST)
Selain prosedur prompting, fading, dan chaining, masih ada lagi prosedur yang digunakan untuk mengajarkan tingkah laku pada individu. Prosedur ini disebut dengan BST (behavioral skill training), yang di dalamnya ternasuk modeling, instructions, rehearsal, dan feedback. Biasanya keempat prosedur ini digunakan secara bersama-sama untuk mengajarkan keterampilan dalam berperilaku yang tepat pada individu (misalnya saja keterampilan sosial atau keterampilan yang berkaitan dengan pekerjaan). prosedur BST biasanya digunakan untuk mengajarkan keterampilan yang dapat disimulasikan dalam konteks permainan peranan.
CONTOH PROSEDUR BST
KASUS MARCIA
Marcia adalah seorang sekretaris di sebuah universitas. Selama dia bekerja, seringkali dia mendapatkan perintah yang keterlaluan dari orang-orang di fakultasnya. Dengan posisinya sebagai sekretaris, Marcia seringkali tidak tidak mampu menolak permintaan orang-orang tersebut meskipun sebenarnya dia tahu permintaan itu keterlaluan (seperti melakukan pekerjaan-pekerjaan tertentu dalam jam makan siang yang seharusnya dipergunakannya untuk beristirahat, atau diminta melakukan sesuatu yang tidak ada hubungannya dengan pekerjaa). Sebagai seorang psikolog, Dr Mills berusaha menggunakan prosedur BST untuk membantunya mengembangkan keterampilan untuk bertindak asertif.
Di kantornya, Dr. Mills mengajak Marcia untuk melakukan permainan peranan, pertama kali adalah untuk mengetahui bagaimana keadaan Marcia selama bekerja, utamanya tingkat asertifnya dalam menjalani hari-harinya di kantor. Setelah mengetahui seberapa tinggi tingkat asertivitas Marcia, Dr. Mills berusaha untuk mengajari Marcia, bagaimana caranya bertindak lebih asertif lagi.
Hal pertama yang dilakukan adalah, Dr Mills menciptakan situasi di tempat kerja Marcia, di mana Marcia harus memainkan perannya sendiri, sedangkan Dr. Mills berperan sebagai rekan kerja Marcia. Saat inilah Dr. Mills mulai meminta Marcia untuk melakukan pekerjaan yang bisa dikatakan keterlaluan. Misalnya saja dengan berkata, “Marcia, siang ini saya ada meeting. Tolong kamu ambilkan baju saya di tempat laundry saat jam makan siang nanti.” Dengan adanya permintaan seperti ini, Marcia diminta untuk menanggapi sebagaimana yang selalu dilakukannya di kantor tiap kali dia diminta melakukan hal-hal yang keterlaluan. Setelah mengetahui bagaimana cara Marcia memberikan respons pada rekan kerjanya, selanjutnya, Dr Mills memberikan instruksi dan contoh, bagaimana caranya memberikan respons yang lebih asertif dalam situasi seperti yang digambarkan di atas.
Dalam kesempatan yang lain, Dr. Mills kembali mengajak Marcia untuk bermain peran. Namun kali ini mereka berganti peranan. Dr. Mills memainkan peran sebagai Marcia, sedangkan Marcia sendiri berperan sebagai rekan kerja yang gemar memintanya melakukan sesuatu yang terkadang keterlaluan. Kali ini, Marcia yang berperan sebagai sang rekan kerja juga ber-akting meminta Dr. Mills untuk mengambilkan bajunya di laundry. Namun, dengan tegas Dr. Mills mengatakan "Maaf, tapi saya tidak bisa melakukan hal itu. Hal-hal seperti itu seharusnya Anda lakukan sendiri.”
Setelah mengamati apa yang dilakukan oleh Dr. Mills ini, mereka kembali berganti peran. Marcia kembali memerankan perannya sendiri, sedangkan Dr. Mills kembali sebagai rekan kerjanya. Kali ini, Marcia sudah bisa meniru apa yang dilakukan oleh Dr. Mills untuk menolak permintaan rekan kerjanya. Begitu Marcia bisa bersikap asertif dan tegas, Dr. Mills langsung memberikan umpan balik (feedback) padanya. Dr. Mills memberikan pujian untuk apa yang dilakukan Marcia, dan tidak lupa pula memberikan saran bagaimana cara yang efektif untuk meningkatkan perilaku asertif Marcia.
Tidak berakhir sampai di situ, mereka kembali bermain peran untuk beberapa kali, dan Dr. Mills selalu memberikan pujian untuk tiap keberhasilan Marcia. Setelah Marcia dapat menunjukkan perilaku asertifnya dengan baik, mereka kembali berlatih dalam permainan peranan, namun dengan situasi yang berbeda. Di sini, Marcia mendapatkan tugas bagaimana caranya berperilaku asertif untuk setiap situasi yang dihadapinya. Pengajaran perilaku di sini dilakukan secara bersamaan dengan menggunakan empat teknik sekaligus, yaitu pemberian instruksi (instruction), pemberian contoh (modeling), latihan (rehearsal), dan umpan balik (feedback).
KOMPONEN PROSEDUR BST
Sebagaimana yang telah digambarkan dalam contoh di atas, prosedur BST menggunakan empat teknik sekaligus, yaitu pemberian instruksi (instruction), pemberian contoh (modeling), latihan (rehearsal), dan umpan balik (feedback).
Modeling (pemberian contoh)
Modeling berarti pemberian contoh cara berperilaku yang benar untuk seseorang (pebelajar). Individu mengamati bagaimana caranya berperilaku yang baik, sesuai dengan yang ditampilkan oleh pelatih, untuk kemudian menirunya. Supaya prosedur modeling dapat berjalan dengan efektif, setiap individu harus mematuhi peraturan yang ada, harus benar-benar memperhatikan apa yang dilakukan oleh orang yang dijadikan model, dan kemudian meniru perilaku sesuai dengan yang ditampilkan oleh model. Kebanyakan orang memiliki kemauan untuk menirukan perilaku orang lain, karena dalam situasi tertentu perilaku meniru ini bisa mendapatkan reinforcement dari pihak lain (Baer, Peterson, & Sherman, 1967).
Model dapat berupa model hidup maupun model simbolis. Model hidup, berarti apabila pemberian contoh langsung dilakukan oleh seseorang, seperti dalam kasus Marcia. Sedangkan model simbolis, berarti pemberian contoh tidak langsung dilakukan oleh orang, namun bisa berupa video, rekaman, maupun film-film tertentu.
Keefektifan prosedur modeling dipengaruhi oleh beberapa hal sebagai berikut, (Bandura, 1977).
• Ketika model dapat memerankan perilaku dengan benar, akan diperoleh hasil yang baik jika model langsung diberikan reinforcer atas apa yang telah diperankannya.
• Model harus mirip atau menyerupai apa yang diamati oleh individu yang ingin diubah perilakunya. Misalnya, memberikan contoh untuk anak TK, maka yang menjadi model seharusnya adalah anak-anak usia TK pula. Atau model merupakan orang-orang yang memiliki status sosial tinggi (misalnya, dalam iklan televisi, yang ditampilkan sebagai bintangnya adalah selebriti yang sudah dikenal oleh public, sehingga diharapkan orang-orang akan meniru apa yang dilakukan oleh bintang iklan tersebut dan membeli produk yang diiklankan).
• Kompleksitas perilaku model itu harus disesuaikan dengan tingkat perkembangan atau tingkat kemampuan individu. Jika perilaku model terlalu kompleks dan tidak sesuai dengan kemampuan individu, maka individu tidak akan bisa belajar dari sana. Begitu pula jika model terlalu sederhana, maka individu kemungkinan besar tidak akan menaruh perhatian yang cukup untuk pemberian contoh tersebut.
• Individu harus benar-benar memperhatikan model saat menampilkan perilaku yang diajarkan, supaya bisa meniru perilaku yang bersangkutan dengan benar.
• Perilaku yang diajarkan, harus merupakan perilaku yang ada dalam situasi nyata atau dimodelkan dalam konteks permainan peranan, sesuai dengan situasi yang sebenarnya. Dalam kasus Marcia, Dr. Mills mengajaknya untuk memainkan peranan sesuai dengan kondisi kantornya setiap hari, dan permintaan rekan kerjanya sesuai yang dialaminya.
• Perilaku yang dicontohkan, harus diulangi sebanyak yang diperlukan, sampai individu dapat menirunya dengan benar.
• Perilaku harus dicontohkan dalam berbagai cara dan dalam berbagai situasi.
• Individu harus diberi kesempatan untuk berlatih (meniru) perilaku yang diconntohkan sesegera mungkin setelah mengamati model. Dan perilaku yang tepat, harus segera diberikan reinforcement.
Instruction (pemberian petunjuk)
Pemberian petunjuk berarti memberikan gambaran yang tepat, bagaimana seharusnya sebuah perilaku dilakukan oleh individu. Untu bisa menjadi petunjuk yang efektif, harus diberikan secara spesifik apa yang harus dilakukan. Pelatih harus mendeskripsikan dengan jelas, apa yang siharapkan dapat dilakukan oleh individu. Petunjuk juga harus menjelaskan, dalam situasi dan keadaan seperti apa perilaku bisa digunakan oleh individu.
Keefektifan petunjuk dipengaruhi oleh beberapa faktor sebagai berikut.
• Petunjuk harus disajikan sejelas mungkin, pada tingkatan yang mudah dimengerti oleh individu. Jika petunjuk yang diberikan terlalu rumit, individu justru tidak akan dapat memahami perilaku apa yang diharapkan. Namun, jika petunjuk yang diberikan terlalu sederhana, individu mungkin akan beranggapan petunjuk yang demikian itu tidak diperlukannya lagi.
• Petunjuk seharusnya diberikan oleh orang yang dipercaya oleh individu (misalnya orangtua, guru, atasan, atau psikolog).
• Individu harus diberi kesempatan untuk berlatih melakukan apa yang telah diinstruksikan, sesegera mungkin setelah prosedur instruction dilakukan.
• Petunjuk akan lebih baik jika langsung dipasangkan dengan pemberian contoh, sehingga meningkatkan kemungkinan bagi individu untuk langsung mempelajari perilaku yang diinginkan.
• Petunjuk hanya bisa diberikan jika individu yang bersangkutan bersedia untuk menaruh perhatian penuh.
• Petunjuk yang diberikan, hendaknya diulang oleh individu secara verbal, untuk memastikan bahwa individu memang mendengarkan petunjuk dengan benar, sebagaimana mestinya. Mengulangi petunjuk yang diberikan, juga meningkatkan kemungkinan individu dapat menunjukkan perilaku sesuai dengan yang diinstruksikan.
Behavior Rehearsal (Latihan Perilaku)
Latihan perilaku merupakan prosedur yang memberikan kesempatan kepada individu untuk melatih perilakunya setelah mendapatkan petunjuk maupun contoh dari model. Latihan perilaku merupakan komponen yang sangat penting dalam prosedur BST. Hal ini disebabkan karena :
a) pelatih tidak dapat memastikan bahwa individu telah benar-benar mempelajari bagaimana cara berperilaku yang tepat, sampai individu bisa menunjukkannya melalui latihan perilaku
b) prosedur ini memberikan kesempatan bagi pelatih untuk memberikan reinforcement bagi apa yang ditunjukkan oleh individu dalam latihan perilakunya.
c) prosedur ini memberikan kesempatan bagi pelatih untuk mengukur sejauh mana individu dapat berperilaku dengan tepat, dan memperbaiki kesalahan yang mungkin ada dalam perilaku yang ditunjukkan.
Faktor-faktor berikut dapat mempengaruhi efektivitas latihan perilaku sebagai bagian dari prosedur BST.
• perilaku harus dilatihkan dalam konteks yang tepat, bisa dengan menggunakan teknik permainan peranan.
• Latihan perilaku harus dirancang supaya benar-benar berhasil. Indivdu harus berlatih dalam tingkat mudah terlebih dahulu, baru kemudian setelah individu berhasil menerapkan perilaku dalam tingkat mudah tersebut, latihan perilaku naik ke tingkat yang lebih tinggi. Dalam kasus Marcia, pada awalnya dia hanya perlu berlatih bagaimana caranya bersikap asertif terhadap rekan kerjanya sesuai dengan apa yang dia alami sehari-hari. Setelah Marcia bisa bersikap asertif, lama kelamaan, Marcia dilatih juga bagaimana caranya bersikap asertif untuk hal-hal yang mungkin akan terjadi suatu saat nanti.
• Pemberian reinforcement harus segera dilakukan, untuk latihan perilaku yang benar.
• Latihan perilaku yang sebagian benar, atau sebagian salah, harus segera diikuti dengan umpan balik (feedback) bersifat korektif, sehingga individu mengetahui apa yang seharusnya diperbaiki dan ditingkatkan
• Latihan perilaku harus dilakukan berulangkali, sampai individu benar-benar bisa menunjukkan perilaku yang tepat.
Feedback (umpan balik)
Prosedur yang mengikuti latihan perilaku dalam BST adalah pemberian feedback (umpan balik). Setelah individu melakukan latihan perilaku, pelatih harus segera memberikan feedback. Feedback itu bisa berupa pujian, jika apa yang dilakukan oleh individu memang sudah benar. Namun bisa pula berupa koreksi jika perilaku individu kurang tepat.
Faktor-faktor berikut dapat mempengaruhi efektivitas feedback sebagai bagian dari prosedur BST.
• feedback harus diberikan sesegera mungkin setelah latihan perilaku.
• Feedback harus melibatkan pemberian pujian atau reinforcers lainnya untuk beberapa aspek perilaku. Bahkan jika perilaku itu tidak benar, pelatih harus tetap memuji individu setidaknya untuk memberikan penguatan pada individu, agar individu mau mencoba kembali perilaku yang mungkin belum sempurna.
• Pujian harus dilakukan secara deskriptif. Katakan bahwa apa yang dikatakan dan dilakukan oleh individu benar adanya. Fokus pada semua aspek perilaku, baik verbal dan nonverbal (yang adalah, apa pelajar katakan dan lakukan dan bagaimana pelajar mengatakan dan melakukannya).
• Ketika memberikan umpan balik yang bersifat korektif, jangan melakukannya seolah-olah apa yang dilakukan oleh individu yang bersnagkutan adalah salah atau buruk. Sebaliknya, berikan petunjuk yang berusaha untuk menggambarkan apa yang seharusnya dilakukan oleh individu untuk dapat meningkatkan perilakunya supaya lebih baik lagi.
• Feedback yang bersifat korektif harus tetap didahului dengan pujian terlebih dahulu.
• Dalam satu kesempatan, berikan satu saja koreksi pada kesalahan yang mungkin dilakukan oleh individu. Jangan memberikan koreksi yang terlalu banyak, karena hal ini akan membuat individu merasa dirinya sangat buruk dan melakukan terlalu banyak kesalahan, atau berkecil hati.
MENINGKATKAN GENERALISASI SETELAH BST
Tujuan dari prosedur BST adalah untuk membuat individu memperoleh keterampilan baru dan menggunakan keterampilan ini dalam situasi yang tepat di luar sesi pelatihan.
Pertama, pelatihan harus melibatkan berbagai permainan peranan yang mensimulasikan situasi sebenarnya yang dialami oleh individu dalam kehidupan nyata. aktual ¬ pelajar kemungkinan akan bertemu dalam kehidupan nyata. Semakin dekat skenario permainan peranan dengan kehidupan nyata, semakin besar kemungkinan keterampilan untuk menggeneralisasi situasi latihan ke situasi kehidupan nyata (Miltenberger, Roberts, et al., 1999).
Kedua, menggabungkan situasi kehidupan nyata ke dalam pelatihan. Individu dapat berlatih keterampilan menggunakan permainan peranan dengan teman sebaya nyata atau dalam situasi nyata (misalnya, di sekolah, di tempat bermain).
Ketiga, pemberian tugas bagi individu untuk mempraktikkan keterampilan yang sedang dipelajari di luar sesi BST, dalam situasi kehidupan nyata. Setelah berlatih keterampilan di luar sesi pelatihan, individu dapat mendiskusikan pengalamannya dalam sesi BST berikutnya dan menerima umpan balik tentang apa yang telah dilakukannya. Dalam beberapa kasus, praktik keterampilan di luar sesi latihan, dapat diawasi oleh orang tua atau guru yang dapat memberikan umpan balik sesegera mungkin.
Keempat, pelatih dapat mengatur bagaimana pemberian penguatan (reinforcement) untuk latihan keterampilan di luar sesi pelatihan.
CARA PENGGUNAAN PROSEDUR BST
Langkah-langkah berikut akan memastikan penggunaan yang efektif dari prosedur BST.
1. Mengidentifikasi dan menentukan keterampilan yang ingin diajarkan pada individu. Definisi perilaku yang baik, dapat dengan jelas menggambarkan semua detail yang akan dipelajari dalam perilaku. Anda harus mendefinisikan semua keterampilan yang mungkin dibutuhkan dalam berbagai situasi dan menyusun task analysis (urut-urutan perilaku) untuk perilaku kompleks.
2. Identifikasikan semua situasi stimulus yang relevan (SD) di mana keterampilan perilaku harus digunakan. Misalnya, dalam melatihkan keterampilan asertif, harus dilihat pula semua kemungkinan, di mana seseorang bisa bertindak asertif dan tidak asertif, sehingga individu dapat melakukan asertivitas sesuai dengan situasi yang seharusnya.
3. Ukur keterampilan individu dalam menanggapi stimulus natural, sebagai bahan penyusunan baseline
4. Mulailah memberikan pelatihan dengan keterampilan yang paling mudah atau situasi pemberian stimulus yang paling mudah. Dengan begini, akan memungkinkan individu untuk dapat menyerap apa yang dilatihkan dalam prosedur BST.
5. Memulai sesi pelatihan dengan memberikan contoh perilaku dan menggambarkan aspek-aspek yang penting dalam perilaku tersebut. Anda dapat menciptakan konteks yang tepat dengan mensimulasikan permainan peranan. Simulasi harus disetting senyata mungkin bagi individu.
6. Setelah individu mendapatkan petunjuk dan menyaksikan contoh yang diperagakan oleh model, individu harus diberi kesempatan untuk latihan. Individu harus benar-benar melatih perilakunya sesuai dengan petunjuk yang telah diberikan dan contoh yang telah ditampilkan sebelumnya.
7. Setelah latihan perilaku dilakukan, harus segera diberikan umpan balik bagi individu. Berikan pujian deskriptif untuk beberapa aspek perilaku. Dan jika memang diperlukan, berikan petunjuk untuk memperbaiki perilaku yang belum tepat.
8. Ulangi latihan dan proses feedback sampai ineidvidu dapat melakukan apa yang diajarkan dengan benar selama beberapa kali.
9. Setelah berhasil dengan satu situasi pelatihan, pindah ke situasi lain dan lanjutkan proses percontohan, pemberian petunjuk, latihan, dan pemberian feedback sampai individu dapat menguasai setiap keterampilan dalam setiap situasi.
10. Setelah individu dapat melakukan apa yang telah diajarkan dalam prosedur BST, maka langkah terakhir adalah membantu individu untuk menggeneralisasikan apa yang telah dipelajari dalam BST ke dalam kehidupan yang sesungguhnya. Caranya adalah dengan mensimulasikan pelatihan sesuai dengan kehidupan nyata, atau dengan meningkatkan latihan perilaku pada tingkatan yang lebih sulit lagi.
RINGKASAN BAB
1. Prosedur pelatihan keterampilan perilaku (BST) terdiri dari empat komponen: pemberian contoh (modeling), pemberian petunjuk (instruction), latihan perilaku (behavior rehearsal), dan umpan balik (feedback). Komponen-komponen tersebut digunakan secara bersama-sama dalam prosedur BST.
2. Waktu yang tepat untuk menggunakan prosedur BST adalah ketika individu cukup mengerti bagaimana cara melakukan perilaku yang tepat dengan menggunakan prosedur modeling atau instruction dan tidak perlu prosedur pelatihan yang lebih intensif (seperti chaining prosedur) untuk mempelajari keterampilan dalam perilaku.
3. Melakukan BST dalam kelompok, adalah dengan cara memberikan contoh dan instruksi untuk kelompok-kelompok kecil dan kemudian setiap anggota kelompok kecil, secara individu berlatih keterampilan sesuai dengan contoh dan petunjuk, untuk kemudian akan mendapatkan umpan balik dari pelatih.
4. Prosedur BST melibatkan tiga kontingensi yang penting, yaitu modeling dan petunjuk pendahulu untuk menggambarkan bagaimana seharusnya perilaku yang benar dilakukan, latihan perilaku untuk menggambarkan sejauh mana individu dapat mengikuti pelatihan, dan umpan balik yang diberikan sebagai konsekuensi untuk memperkuat perilaku dalam latihan.

(this is my file,,, Applied behavior therapy terjemahan)