Selasa, 21 Juni 2011

KONSELOR SEBAYA (PEER COUNSELING) UNTUK MAHASISWA

KONSELOR SEBAYA (PEER COUNSELING) UNTUK MAHASISWA
A. LATAR BELAKANG DAN HAKEKAT PENTINGNYA KONSELOR SEBAYA (PEER COUNSELING)
Peran keluarga besar yang semakin menurun terhadap kemandirian keluarga menyebabkan disparitas peran orangtua dan mahasiswa. Kesenjangan hubungan tersebut menyebabkan mahasiswa yang berada pada tahap perkembangan remaja akhir atau deasa awal lambat dalam menemukan identitas diri akibat tuntutan kedewasaan yang semakin tinggi.
Mahasiswa yang berada dalam masa transisi antara remaja akhir dan dewasa awal membutuhkan bantuan psikologis bagi individu-individu yang berkepribadian normal agar dapat berkembang secara optimal.
Mahasiswa yang kebanyakan sudah menganggap dirinya sebagai pribadi yang dewasa pun, tidak jarang menghadapi permasalahan-permasalahan hidup. Hal ini disebabkan karena pada hakekatnya, manusia hidup selalu dihadapkan pada masalah-masalah tertentu, baik itu termasuk ke dalam kategori ringan, sedang, ataupun berat.
Dalam perkembangannya, tak selamanya masalah-masalah yang datang tersebut selalu bisa diselesaikan sendirian oleh mahasiswa yang bersangkutan. Adakalanya terdapat masalah-masalah tertentu yang tidak bisa dipecahkan sendirian, melainkan membutuhkan bantuan dari orang lain untuk membantu memecahkannya.
Kelompok sebaya, bagi mahasiswa sebagai individu, penting sekali untuk membantu mahasiswa belajar menemukan identitas diri termasuk di dalamnya pemecahan masalah. Kelompok sebaya, akan membantu mahasiswa sebagai individu untuk menjadi intermediasi agar tujuan mahasiswa yang bersangkutan dapat tercapai, sehingga terjadilah suatu alur kehidupan yang positif.
Merujuk pada hal tersebut di atas, maka kedudukan konselor sebaya diharapkan mampu mengurangi tingkat stress mahasiswa baik karena tuntutan akademik maupun non akademik, sehingga mahasiswa dapat menyesuaikan diri dan memecahkan permasalahan hidupnya secara mandiri pada akhirnya.
Konselor sebaya merupakan model konseling yang mengadaptasi model pembelajaran “Tutor Sebaya”. Konselor sebaya adalah model konseling melalui optimalisasi potensi mahasiswa yang memiliki kemampuan konseling. Dalam model ini, mahasiswa yang memiliki kemampuan konseling dijadikan sumber belajar (konselor) bagi mahasiswa lain yang memiliki permasalahan-permasalahan tertentu.
Model konselor sebaya memanfaatkan peran mahasiswa untuk menjadi mitra belajar menyelesaikan masalah bagi rekan-rekan sesama mahasiswa, atau pihak lain yang hampir sama secara psikologis (sebaya).
Model ini diilhami oleh model pembelajaran co-operative learning dan collaborative learning. Melalui model konselor sebaya jarak antara mahasiswa yang memiliki kemampuan untuk melaksanakan konseling (konselor), dengan masiswa yang memiliki masalah dapat didekatkan. Sehingga hambatan psikologis sosiologis yang menyebabkan masiswa tertekan dapat dikurangi atau bahkan dihilangkan.
Mahasiswa yang memiliki masalah akan lebih mudah berdiskusi dan bertanya kepada teman yang berkemampuan lebih (konselor). Model ini juga dapat menghindari kefrustrasian mahasiswa yang menyukai tantangan (bagi mahasiswa yang akan berperan sebagai konselor), karena mahasiswa tersebut mendapat tantangan yang lebih banyak untuk membantu teman lainnya yang kurang mampu memecahkan masalahnya sendirian. Dia merasa mendapatkan kepercayaan dan perhatian sehingga merasa lebih diberdayakan. Perasaan semacam ini diharapkan dapat memacu dan menumbuhkan semangat untuk berprestasi yang lebih baik, sehingga muncul konselor-konselor sebaya yang berkompeten.
Namun demikian, dalam praktiknya tentu saja mahasiswa yang mendapatkan label sebagai konselor sebaya, haruslah mengetahui terlebih dahulu hal-hal pokok yang perlu dilakukan dalam konseling. Mengingat, bahwa apa yang terjadi dalam konseling tidak semuanya sama seperti hal-hal yang dilakukan dalam kegiatan berbagi cerita atau curhat dalam kehidupan sehari-hari.
B. TUJUAN PELAKSANAAN KONSELING SEBAYA (PEER COUNSELING)
Bukan hanya psikolog atau konselor profesional yang berlatar pendidikan konseling yang bisa menjadi konselor. Mahasiswa dengan segala kemampuannya bisa diberdayakan untuk menjadi tenaga konselor semi profesional. Konselor semi profesional yang dimaksudkan adalah konselor sebaya, yang mana mahasiswa dengan keterampilan konseling, mampu memberikan bantuan untuk para mahasiswa yang lain dalam upaya penyelesaian masalah.
Tujuan konseling sebaya adalah sebagai berikut.
1. Mahasiswa dengan keterampilan konseling, akan membantu mahasiswa yang lain menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang dialaminya,
2. Mahasiswa dengan keterampilan konseling, akan membantu mahasiswa yang lain untuk berkembang menjadi suatu pribadi yang sehat dan efektif,
3. Mahasiswa dengan keterampilan konseling, akan membantu mahasiswa yang lain supaya mampu melakukan perubahan-perubahan positif dalam hidupnya, serta
4. Mahasiswa dengan keterampilan konseling, akan membantu mahasiswa yang lain supaya mampu mengambil keputusan-keputusan tertentu untuk memperbaiki kualitas hidupnya.
Konseling sebaya akan memudahkan mahasiswa untuk mengoptimalisasikan kemampuan refleksi diri dan menyelami aspek-aspek psiko-sosial yang sangat bermanfaat untuk memahami kehidupan pribadinya sendiri dan kehidupan pribadi yang akan dibantunya.
C. PERKEMBANGAN DAN PERMASALAHAN MAHASISWA
Salah satu modal utama untuk menjadi tenaga konselor semi profesional, yaitu sebagai konselor sebaya, mahasiswa harus terlebih dahulu memahami perkembangan dan permasalahan mahasiswa. Dengan memahami dua hal tersebut, maka secara tidak langsung, mahasiswa sebagai konselor sebaya bisa mengetahui latar belakang munculnya permasalahan mahasiswa, jika kelak sudah terjun menjadi konselor sebaya.
Mahasiswa dalam perspektif psikologis, dikelompokkan ke dalam masa perkembangan dewasa awal. Hal ini disebabkan karena secara psikologis, seseorang dikatakan dewasa jika berada dalam rentangan usia ntara 18 sampai 40 tahun. Sementara itu di sisi lain, mahasiswa biasanya berada dalam rentangan usia antara 17 sampai 25 tahun. Dengan demikian, dalam usia semacam ini, mahasiswa dikelompokkan ke dalam usia dewasa awal. Artinya, dalam masa perkembangan ini, mahasiswa dituntut untuk belajar berperan dan bertanggungjawab sebagai seseorang yang dewasa baik secara pribadi maupun sosial, akademis, karier, politis, maupun spiritual.
Mahasiswa sebagai kaum yang berada pada masa dewasa awal, seringkali mendapatkan beban di pundaknya yang lebih penting dan lebih berat dibandingkan pada masa-masa sebelumnya. Ketika seseorang berada pada masa SMA dan sederajat, kemungkinan besar kesalahan-kesalahan yang dilakukan masih banyak dimaklumi oleh masyarakat. Sebaliknya, mahasiswa yang sudah beranjak dewasa, mulai dikurangi toleransi dalam melakukan kesalahannya. Bersamaan dengan itu, beban dan tanggungjawab pun semakin banyak dibebankan kepadanya.
Seiring dengan perkembangan tersebut, banyak pula harapan-harapan yang riil dibebankan kepada mahasiswa. Baik itu yang berasal dari orangtua, keluarga besar, masyarakat, Universitas tempatnya menuntut ilmu, atau pihak-pihak lainnya yang berarti (significant others). Sayangnya, tidak semua harapan yang dibebankan kepada mahasiswa tersebut bisa tercapai dan dapat diwujudkan. Meskipun berbagai lembaga universiter telah banyak disediakan untuk memfasilitasi perkembangan mahasiswa, namun tetap saja tidak semuanya dapat berkembang sesuai dengan yang diharapkan.
Ciri-ciri mahasiswa adalah sebagai berikut.
1. Berada dalam “masa pengaturan”
Dikatakan demikian, karena menurut pandangan masyarakat begitu seseorang mulai memasuki dunia deasa, maka sama artinya dengan hilangnya kebebasan-kebebasan tertentu. Mahasiswa yang mulai memasuki masa dewasa harus lebih siap menerima tanggungjawab yang dibebankan kepadanya. Jika ditilik lebih lanjut, mahasiswa laki-laki mulai dituntut untuk memperhatikan pekerjaan atau kariernya di masa yang akan datang. Sedangkan, mahasiswa perempuan harus mulai belajar untuk menerima tanggung jawab sebagai calon Ibu dan pengurus rumah tangga.
2. Berada pada usia reproduktif
Mahasiswa sebagai kaum dewasa awal tentu saja sedang mengalami masa reproduktif, di mana dia siap untuk melakukan tindakan-tindakan reproduktif untuk melanjutkan keturunannya.
3. Berada pada masa “bermasalah”
Dalam tahun-tahun awal masa dewasa banyak masalah baru yang sering dihadapi oleh seseorang, tidak trekecuali manusia. Masalah-masalah baru ini biasanya berbeda dari masalah-masalah yang sering dihadapi selama ini. Banyak kaum muda yang dihadapkan pada banyak masalah dan mereka tidak siap untuk mengatasinya.
Beberapa alasan mengapa penyesuaian diri pada masa dewasa sulit untuk dilakukan adalah sebagai berikut.
a. Sedikit sekali kaum muda yang mempunyai persiapan untuk menghadapi jenis-jenis masalah yang perlu diatasi sebagai orang dewasa.
b. Mencoba menguasai dua atau lebih keterampilan serempak biasanya menyebabkan kedua-duanya kurang berhasil
c. Tidak memperoleh bantuan dalam menghadapi dan memecahkan permasalahan-permasalahan mereka, tidak seperti saat mereka dianggap belum dewasa.
4. Berada pada masa “ketegangan emosional”
Ketika seseorang berada dalam suatu wilayah baru, maka secara tidak langsung ia akan berusaha untuk memahami letak tanah yang baru saja ditempatinya, mungkin pula ia akna merasa bingung dengan keberadaannya saat itu. Begitu pula dengan mahasiswa yang menjejaki lasa baru dalam hidupnya. Tidak dapat disangsikan, hal-hal semacam inilah yang sebagian mendasari munculnya permasalahan mahasiswa.
5. Berada pada masa “keterasingan sosial”
Dengan berakhirnya pendidikan formal, dan terjunnya seseorang ke dalam pola kehidupan orang dewasa, yaitu karier, pernikahan dan rumah tangga, hubungan dengan teman-teman kelompok sebaya saat remaja pun mulai renggang. Bersamaan dengan itu, keterlibatan dalam kegiatan kelompok di luar rumah akan terus berkurang. Sebagai akibatnya, untuk pertama kali sejak bayi, semua orang muda, akan mengalami keterpencilan sosial atau keterasingan sosial.
6. Berada pada masa “komitmen”
Setelah menjadi dewasa, mahasiswa mulai mendapatkan tanggung jawab bahkan kepercayaan dari pihak lain. Dengan adanya hal ini, maka baik disadari maupun tidak, dalam kehidupan mahasiswa yang bersangkutan, akan mulai muncul berbagai komitmen-komitmen tertentu dalam hidupnya.
7. Berada pada masa “ketergantungan”
Meskipun sudah memasuki usia dewasa yang salah satu cirinya adalah kemandirian, namun tetap saja ada mahasiswa yang maih meletakkan kebergantungan dalam hidupnya. Kebergantungan tersebut biasanya kepada keluarga, sahabat, atau pihak lain dalam jangka waktu yang berbeda-beda antara yang satu dengan lainnya.
8. Berada pada masa “perubahan nilai”
Banyak nilai-nilai pada masa kanak-kanak dan masa remaja yang berubah karena pola hubungan sosial yang lebih luas dengan orang-orang yang berbeda-beda dank arena nilai itu mulai dilihat dari kacamata mahasiswa yang telah memasuki usia dewasa.
9. Berada pada masa “penyesuaian diri dengan cara hidup baru”
Di antara berbagai penyesuaian diri yang harus dilakukan oleh mahasiswa selaku kaum dewasa awal, adalah penyesuaian terhadap gaya hidup. Yang paling umum adalah penyesuaian diri terhadap pola peran seks atas dasar persamaan derajat (egalitarian) yang menggantikan pembedaan pola seks tradisional, serta pola-pola baru kehidupan keluarga, termasuk perceraian, single parent, dan berbagai pola baru di lingkungan mahasiswa.
10. Berada pada masa “kreatif”
Banyak kreativitas yang muncul saat orang-orang berposisi sebagai mahasiswa. Bentuk kreativitas itupun bermacam-macam bergantung pada minat dan kemampuan individual, kesempatan untuk mewujudkan keinginan dan kegiatan-kegiatan yang memberikan kepuasan sebesar-besarnya.
Dari perspektif yang lain, setiap masa perkembangan, pasti mengemban tugas-tugas perkembangan. Tugas perkembangan yang wajib diemban oleh mahasiswa dipusatkan pada harapan-harapan orangtua dan masyarakat agar mereka berhasil berprestasi dalam studi mereka. Sebagian lainnya diharapkan agar mereka segera mendapatkan pekerjaan, memilih seorang teman hidup. Sebagian yang lainnya, meskipun tidak banyak, diharapkan oleh orangtua mereka untuk belajar hidup bersama dengan suami atau isteri, membentuk suatu rumah tanggay, menerima tanggung jawab sebagai warganegara, dan bergabung dalam suatu kelompok sosial yang cocok.
D. LATIHAN MEMAHAMI ORANG LAIN UNTUK KONSELOR SEBAYA (PEER COUNSELING)
Upaya konselor dalam mengenali konseli (kliennya) dalam ragam sifat dan karakteristiknya (individual differencies) bisa dilakukan menggunakan teknik-teknik tertentu sesuai dengan kebutuhannya. Terkait dengan transaksi konseling sebagai transaksi budaya, maka teknik pemahaman individu yang relevan digunakan adalah teknik non testing yang dirancang bangun oleh konselor (termasuk konselor sebaya).
Skill training bagi konselor sebaya (peer counseling) dimaksudkan untuk berlatih mempertajam mind competencies. Teknik pemahaman individu non testing merupakan salah satu teknik untuk menjaring informasi atau keterangan konseli yang, dalam hal ini adalah teman sebaya, yang up to date.
Adapun teknik pemahaman individu tersebut di antaranya adalah sebagai berikut.
1. Observasi
Merupakan teknik merekam data atau keterangan yang berupa perilaku individu yang Nampak (behavior observable). Apa yang dikatakan dan apa yang diperbuat oleh individu yang bersangkutan dalam suatu kegiatan baik secara langsung maupun tidak langsung.
Dalam melakukan observasi, konselor hendaknya melengkapi diri dengan alat-alat observasi yaitu daftar cek (checklist), skala penilaian (rating scale), catatan anekdot (Anecdotal records), dan alat-alat mekanik (mechanical devices).
2. Kuesioner
Merupakan teknik perekam data yang merupakan serangkaian pertanyaan atau pernyataan secara tertulis yang wajib dijawab individu secara tertulis pula. Data atau keterangan yang diungkap berupa fakta, pendapat dan sikap, serta persepsi diri dan hubungannya dengan orang lain. Metode kuesioner merupakan metode yang praktis, setiap responden mendapatkan pertanyaan yang sama, responden bebas memberikan keterangan, mempunya cukup waktu untuk menjawab pertanyaan, dan pengaruh subyektif dapat dikurangi.
3. Wawancara
Merupakan proses komunikasi yang diselenggarakan secara profesional. Sebagai teknik pemahaman individu (yang bersifat pengumpulan data dan face finding), maka wawancara merupakan suatu proses komunikasi dengan mengajukan berbagai pertanyaan secara lisasn baik secara langsung maupun tidak langsung. Wawancara yang bersifat langsung, apabila data yang diperoleh langsung berasal dari individu yang bersangkutan. Sedangkan wawancara yang bersifat tidak langsung, apabila wawancara dilakukan dengan seseorang untuk memperoleh keterangan mengenai seseorang yang lain.
Data atau keterangan yang direkam melalui wawancara misalnya saja adalah kebiasaan belajar, maka konselor perlu merekam pula segala hal yang termasuk indicator dalam kebiasaan belajar (tempat belajar, jadwal belajar, fasilitas belajar, strategi belajat, kesulitan-kesulitasn yang dialami, situasi belajar, perhatian, dan dukungan orangtua, dll).
Manfaat wawancara adalah mengungkap langsung pandangan, sikap dan pendapat seseorang, mengungkap struktur kognitif yang berada di dunia makna seseorang, dan mengeksplor informasi personal.
4. Sosiometri
Merupakan alat yang digunakan untuk meneliti struktur sosial sekelompok individu dengan dasar penelaahan terhadap relasi sosial, status sosial, dari setiap anggota kelompok. Manfaat teknik sosiometri adalah memperbaiki hubungan insane, menentukan kelompok kerja tertentu, meneliti kemampuan memimpin seseorang dalam kelompok pada kegiatan tertentu, mengetahui kekompakan dan perpecahan anggota kelompok. Pemanfaatan teknik sosiometri akan ditindaklanjuti dengan sosiogram, yaitu penggambaran hubungan sosial menggunakan bentuk bagan.
5. Otobiografi
Merupakan pengumpulan data individu dengan jalan mempelajari karangan yang ditulis sendiri oleh subyek terteliti, berupa riwayat kehidupannya pada rentang waktu tertentu. Kegunaan otobiografi adalah mengetahui aspek-aspek, baik pikiran, perasaan, sikap pribadi, tingkah laku atau keadaan emosi, mengetahui tingkat pengetahuan dan pendidikan, pengalaman, minat, bahkan tujuan atau cita-cita yang hendak dicapai, dan sebagai dasar untuk melancarkan instrument non testing lainnya.
6. Inventori masalah (Daftar Cek Masalah/ Problem Checklist)
Merupakan sebuah daftar kemungkinan masalah yang disusun untuk memancing pengutaan masalah yang pernah atau sedang dialami oleh individu yang menyangkut keadaan pribadi seperti sikap, minat, keadaan jasmnani, hubungan personal-sosial, kondisi rumah dan keluarga, dan lain-lain. Adapun daftar problema yang terungkap dalam DCM ada 12, yaitu :
a. Kesehatan
b. Keuangan
c. Pergaulan sosial
d. Agama atau kepercayaan
e. Pekerjaan
f. Keluarga
g. Kepribadian
h. Kurikulum
i. Kemampuan atau bakat
j. Belajar
k. Rekreasi (penggunaan waktu luang)
l. Asmara (percintaan)
E. LATIHAN KOMUNIKASI EFEKTIF UNTUK KONSELOR SEBAYA (PEER COUNSELING)
Berkomunikasi merupakan hal yang harus dilakukan oleh setiap manusia. Karenanya, manusia akan selalu menjalin hubungan dengan manusia lainnya. Berkaitan dengan itu, dibutuhkan sebuah keterampilan komunikasi yang harus dikuasai oleh manusia, agar bisa melakukan kontak dengan pihak lain dalam berbagai situasi.
Tujuan komunikasi :
1. Menemukan diri
2. Berhubungan dengan orang lain
3. Meyakinkan agar mengubah sikap dan perilaku
4. Bermain dan menghibur diri
Taraf komunikasi
Bila seseorang bertemu dengan orang lain, akan terjadi komunikasi. Tetapi komunikasi tersebut akan terjadi dalam taraf kedalaman yang berbeda-beda. Taraf kedalaman komunikasi dapat diukur dari apa, dan siapa yang saling dibicarakan, pikiran atau perasaan, obyek tertentu, orang lain atau dirinya sendiri (Supratiknya, 1995).
Adapun taraf kedalaman komunikasi terjadi dalam lima tahap sebagai berikut.
1. Taraf kelima basa-basi
a. Taraf komuniaksi paling dangkal
b. Terjadi antara dua orang yang bertemu secara kebetulan
c. Pada taraf ini tidak terjadi komunikasi yang sebenarnya
d. Setiap orang tidak membuka diri kepada dan bagi yang lain
2. Taraf keempat membicarakan orang lain
a. Kedua belah pihak sudah saling menanggapi tetapi masih dangkal
b. Belum mau bicara tentang diri masing-masing
c. Obyek pembicaraan di luar dirinya
d. Masing-masing pihak tidak saling berpendapat, hanya sekedar bertukar informasi saja
e. Masing-masing pihak belum saling membuka diri
3. Taraf ketiga menyatakan gagasan dan pendapat
a. Masing-masing pihak sudah saling membuka diri
b. Pengungkapan diri masih terbatas pada taraf pikiran
c. Maisng-masing pihak menghindar dari kesan beda pendapat
d. Cenderung menyenangkan lawan bicara
e. Belum ada keberanian untuk menampilkan diri yang sebenarnya
4. Taraf kedua hati/ perasaan
a. Mulai membuka hati
b. Hubungan satu sama lain terasa lebih akrab
c. Sepakat untuk saling mempercayai
5. Taraf pertama hubungan puncak
a. Ditandai dengan kejujuran, keterbukaan, saling percaya
b. Bebas untuk saling mengungkapkan perasaan
c. Satu sama lain saling memahami
Yang perlu digarisbahwahi bahwa kelima taraf kedalaman komunikasi itu wajib ada dalam konseling, dimulai dari taraf yang paling dangkal sampai pada taraf yang paling dalam atau hubungan puncak. Konseling dimulai dengan komunikasi taraf dangkal, karena hal ini dimaksudkan untuk membangun kepercayaan konseli terlebih dahulu, dan mengurangi ketakutan konseli dalam mengungkapkan permasalahan yang sedang dialaminya.
Mendengar Empatik
Supaya proses komunikasi lebih bersifat personal, apalagi dalam setting konseling, perlu dikomunikasikan kepada lawan bicara, bahwa konselor telah mendengar dan memahami apa yang dikomunikasikannya. Proses komunikasi disebut impersonal, jika penerima mengkomunikasikannya kepada pengirim pesan, bahwa ia tidak memahami pesan yang disampaikan. Kondisi seperti ini tentu saja akn menghambat proses komunikasi.
Dalam pelaksanaan konseling mendengar empatik mengandung arti bahwa ada kesediaan dari pribadi konselor untuk mendengarkan dengan penuh perhatian setiap hal yang dikemukakan oleh konseli atau klien. Di samping itu ada kesediaan untuk memahami pesan yang disampaikan konseli atau klien dari sudut pandang orang tersebut.
Empatik bukan berarti simpatik, bahwa konselor bisa merasakan apa yang dirasakan oleh konseli atau kliennya dari sudut pandang konseli, namun tidak terlarut di dalamnya. Konselor tetap berusaha dan menjadi pihak yang netral.
Kiat paling efektif untuk bisa mendengarkan empatik adalah “sebelum memberikan tanggapan, terlebih dahulu konselor harus memahami cara pandang konselinya. Hal itu akna terjadi jika konselor secara serius mampu menangkap gagasan dan perasaan konselinya, selanjutnya konselor akan mampu memberikan pemahaman atas semua hal yang dikemukakan konseli.”
Memahami Cara Pandang Orang Lain
Agar proses komunikasi dalam konseling bisa efektif, maka konselor perlu memiliki kemampuan untuk memahami sudut pandang konselinya. Oleh karena itu, ketika sedang berkomunikasi dalam suatu setting konseling, yang harus diperhatikan konselor adalah sebagai berikut.
1. Cara pandang konseli dari komunikasinya
2. Pemahaman konseli tentang pesan yang dibahas dalam konseling
3. Segala hal yang berhubungan dengan kebutuhan dan keinginan konseli, dalam setting konseling
Mengungkapkan Perasaan
Perasaan merupakan reaksi internal kita terhadap berbagai pengalaman yang kita terima, dan kita memanfaatkannya melalui bentuk perilaku terbuka untuk mengkomunikasikannya kepada orang lain. Reaksi perasaan tersebut seringkali disertai oleh perubahan-perubahan fisiologis. Tetapi seringkali kita mengalami kesulitan untuk mengungkapkan maupun mengendalikan perasaan-perasaan kita.
Beberapa hal sehubungan dengan komunikasi yang wajib diperhatikan oleh konselor, termasuk konselor sebaya adalah sebagai berikut.
1. Hal-hal yang mendorong terciptanya komunikasi efektif
a. Perhatian
b. Pengertian
c. Kesediaan menerima
d. Tindakan
e. Faktor pribadi
f. Aspek para-bahasa
2. Hal-hal yang menghambat komunikasi
a. Ekspresi wajah yang kurang sesuai
b. Kontak pandangan yang tidak focus
c. Gestur
d. Postur
e. Mengubah topik pembicaraan dengan tiba-tiba
f. Menghubungkan apa yang dibicarakan oleh komunikator dengan pengalaman pribadi
g. Hanyut dengan pikiran sendiri
h. Terdapat penilaian terhadap pengirim pesan
i. Menutup diri terhadap info baru
j. Perbedaan persepsi
k. Pengaruh emosi
l. Kesalahan informasi
3. Cara mengembangkan keterampilan komunikasi
a. Sampaikan pesan yang mudah dipahami oleh komunikasn
b. Gunakan contoh khas yang sederhana dan jelas
c. Gunakan bahasa yang sederhana dan jelas
d. Pikirkan pesan sebelum disampaikan
e. Cek pemahaman pesan oleh komunikasn
f. Ketika mendengarkan, fokuslan dan buat kesimpulan
g. Hindari penilaian pesan sebelum diterima secara lengkap
h. Ajukan pertanyaan klarifikasi untuk menyesuaikan atau menyamakan pemahaman
4. Cara mengirimkan pesan
a. Bicara dengan jelas
b. Deskripsikan tingkah laku
c. Sampaikan pesan yang mudah dipahami
d. Gunakan contoh yang spesifik
e. Gunakan bahasa yang sederhana dan jelas
f. Pikirkan pesan sebelum dikirimkan
g. Kontak pandangan
h. Isyarat non verbal sesuai pesan
i. Cek pemahaman komunikan
j. Ulangi pesan dengan cara yang lain
k. Ajukan pertanyaan klarifikasi untuk samakan persepsi
5. Cara menerima pesan
a. Berhenti bicara
b. Pahami pesan, upayakan kejelasan,
c. Kontak pandangan
d. Hindari penilaian pesan sebelum mendengarkan secara lengkap
e. Hindari hal-hal yang mengganggu
6. Etika komunikasi antar pribadi yang dipandang universal
a. Jujur
b. Tidak menuduh
c. Nilai bersama
d. Memberi gambaran tepat
e. Mematuhi etika
f. Selaras
g. Bersikap positif, tidak mengganggu
7. Pembinaan hubu
F. LATIHAN MEMOTIVASI ORANG LAIN UNTUK KONSELOR SEBAYA (PEER COUNSELING)
Terdapat saat-saat di mana seseorang membutuhkan bantuan, yaitu bila kapasitasnya untuk memenuhi tuntutan hidup terbatas, bila perkembangan yang diinginkan sulit tercapai, bila sulit mengambil keputusan penting, atau bila system pendukung alami tidak tersedia dan tidak memadai.
Dalam konseling, termasuk konseling sebaya, kemampuan memotivasi konseli merupakan keterampilan yang sangat dibutuhkan. Individu yang mengalami masalah umumnya merasa tidak berdaya menghadapi kondisinya saat itu. Sehingga, konselor perlu mengetahui cara-cara memotivasi konseli untuk mencari bantuan, untuk mau membuka diri, dan untuk berkomitmen menemukan solusi dan melaksanakannya.
Keterampilan memotivasi didasarkan pada tahapan konseling. Terdapat tiga tahapan konseling sebagai berikut.
1. Awal membuka diri (initial disclosure)
Pada tahap awal ini dibutuhkan keterampilan memotivasi konseli untuk mau berkomunikasi dan membuka diri
2. Eksplorasi mendalam (in depth exploration)
Pada tahap ini dibutuhkan keterampilan memotivasi konseli untuk memahami diri dan situasi yang dialami
3. Komitmen untuk melakukan tindakan (commitment to action)
Pada tahap ini dibutuhkan keterampilan memotivasi konseli untuk berkomitmen merencanakan dan melaksanakan perubahan
Dalam melaksanakan konseling, ada banyak teknik dasar yang harus dilakukan oleh konselor, termasuk konselor sebaya. Di antaranya adalah sebagai berikut.
1. Teknik untuk mengundang komunikasi dan membangun hubungan konseling
a. Pesan-pesan non verbal
Konselor hendaknya memunculkan bahasa tubuh yang menunjukkan ketertarikan terhadap apa yang disampaikan konseli. Pada awal konseling, hendaknya konselor melakukan keterampilan attending dengan beberapa hal berikut.
1) Menghadap dan condong ke lawan bicara dalam postur yang menunjukkan, bila perlu “excited”
2) Mata terfokus pada wajah lawan bicara
3) Tangan terbuka, seakan-akan menyampaikan, “Saya sangat tertarik menerima apa yang ingin kamu katakana kepada saya”
4) Mempertahankan ekspresi muka yang menarik
5) Melakukan gestur-gestur yang mendorong konseli untuk berkomunikasi (anggukan kepala, senyum, gerakan tangan, dsb)
b. Pesan-pesan verbal
Mendorong komunikasi biasanya dimulai oleh konselor dengan menawarkan undangan yang tulus untuk berkomunikasi, seperti di bawah ini.
1) “Bagaimana saya dapat membantumu?”
2) “Apa yang ingin kamu diskusikan saat ini?”
Setelah konseli merespons undangan untuk berkomunikasi tersebut dan menyampaikan garis besar masalahnya, konselor perlu mengklarifikasinya lebih jauh. Pernyataan-pernyataan yang dapat digunakan untuk mengembangkan komunikasi antara lain sebagai berikut.
1) Ceritakan lebih banyak mengenai..........
2) Bantu saya memahami lebih dalam mengenai..............
3) Ceritakan apa yang terjadi ketika..........
4) Bantu saya memahami pemikiranmu mengenai...............
5) Kedengarannya sekan-akan kamu merasa.................
Secara lebih gamblang, dalam membentuk hubungan baik dengan konseli selama konseling permulaan, yang harus dilakukan oleh konselor adalah sebagai berikut.
1. Penyambutan
Untuk melakukan penyambutan pada konseli, konselor bisa melakukannya secara verbal dan nonverbal.
• Verbal
Misalkan dengan memberi atau menjawab salam, menyebut nama konseli begitu konseli masuk, mempersilakan konseli masuk dan memilih tempat duduk jika memungkinkan (jika ada pilihan tempat duduk. Jika tidak ada pilihan tempat duduk lain, maka jangan ditawarkan untuk memilih. Konselor harus meminta konseli untuk duduk di kursi yang membelakangi pintu, sesuai dengan confidentiality limit), menanyakan kenyamanan duduk konseli, pujian atas kedatangan konseli ke ruangan konseling untuk menghargai konseli, dan menanyakan kabar (Dengan tujuan hanya sekedar untuk memecahkan kebekuan atau basa-basi semata).
• Nonverbal
Menghentikan seluruh aktivitas, isyarat mempersilahkan masuk bagi konseli, membukakan pintu (jika memungkinkan, kecuali konseli telah membuka pintunya terlebih dahulu), menutup pintu di belakang konseli (wajib), menjabat tangan (jika konseli bersedia, mengingat latar belakang budaya konselor dan konseli belum tentu sama), mendampingi konseli berjalan ke tempat duduk. tersenyum, memilih tempat duduk, jika diperlukan sekali bisa merangkul pundak, dsb.
2. Inisiasi Pembicaraan
Indikator dari inisiasi pembicaraan adalah konseli lebih terbuka, bicaranya sudah mulai lancar, dan merasa nyaman berada dalam ruang konseling termasuk untuk menceritakan masalahnya.
• Sesuatu yang masih baru dan segar diusahakan merupakan hal-hal yang tidak menyinggung konseli, topik umum yang banyak dibicarakan dan masih hangat, hobi, kondisi cuaca, benda di sekitar ruangan, potensi, lingkungan asal konseli. Yang mana tujuan dari topik netral adalah untuk menghindari konseli diam dan konseli menjawab ‘tidak tahu’.
• Kegiatan dalam kaitan dengan kelonggaran kedatangan
Misalnya saja, “Apakah saat ini sedang tidak ada pelajaran?”
3. Transisi Pembicaraan
Merupakan pengalihan dari topik netral menuju proses konseling yang sebenarnya.
• Alih topik
Misalnya saja “Sehubungan dengan kedatanganmu kemari, adakah sesuatu yang penting untuk kita bicarakan bersama?”
• Informasi harapan keberhasilan
Konselor memberikan penguatan kepada konseli, bisa dengan menggunakan role limit, konselor menjelaskan kepada konseli apa yang akan dilakukan konselor dalam membantu konseli menyelesaikan masalahnya melalui serangkaian proses konseling. Konselor perlu menekankan di sini, kemungkinan konseling bisa berjalan lancar dengan beberapa syarat, misalnya konseli mampu diajak bekerjasama, konseli benar-benar ingin merubah dirinya, dsb.
• Meminta kesediaan konseli untuk direkam
Tujuannya adalah untuk mempermudah konselor jikia konselor ingin mengkaji ulang masalah konseli, meskipun tidak menutup kemungkinan ada pula konseli yang tidak bersedia direkam. Adapun hasil rekaman tidak boleh disalahgunakan oleh konselor dan dijadikan sebagai data pribadi siswa yang bersangkutan.
• Pengembangan topik
Misalnya saja “Yang kita bicarakan tadi adalah seputar hobi dan prestasimu dalam olahraga. Nah, adakah hal lain mengenai dirimu yang hendak kamu kemukakan?
4. Konselor perlu pula mengembangkan time limit dalam awal konseling sehingga bisa disepakati kapan konseling akan berakhir
Yang paling penting, konselor harus menanamkan sikap acceptance pada konseli, menerima tanpa syarat bagaimanapun dan apapun keadaan konseli yang akan dibantunya.
2. Teknik untuk menciptakan kondisi mendukung berlangsungnya proses konseling
a. Empati
Empati didefinisikan sebagai kemampuan konselor untuk memasuki dunia pengalaman konseli dan untuk mengalami dunia konseli seakan-akan seperti dunia konselor sendiri, namun dalam catatan tidak terlarut di dalamnya. Konselor tetap menyadari siapa dirinya dan siapa konseli. Untuk berempati, diperlukan dua keterampilan yaitu mempersepsi dan komunikasi. Mempersepsi melibatkan proses yang intens dalam mendengarkan tema, isu, konstruk, personal, dan emosi.
b. Penghargaan positif tanpa syarat
Penghargaan positif adalah mempedulikan konseli tidak untuk alasan lain kecuali fakta bahwa mereka adalah manusia yang berharga. Kepedulian terhadap konseli diekspresikan dengan :
1) Antusiasme yang ditunjukkan terhadap kehaditan konseli
2) Jumlah waktu dan energy yang dicurahkan demi kebaikan konseli
Pengalaman dipedulikan dan dihargai, akan membantu konseli mengembangkan kepedulian pada dirinya sendiri. Pengalaman tersebut secara tidak langsung akan menumbuhkan energy positif dan mendorong konseli untuk merespons tuntutan-tuntutan hidup. Jadi, kepedulian konselor dapat meningkatkan antusiasme konseli untuk bekerja dan bertumbuh.
c. Ketulusan (Genuiennes)
Dimensi-dimensi ketulusan adalah sebagai berikut.
1) Transparansi, yaitu suatu keadaan di mana konselor mengizinkan konseli untuk mengetahui pikiran-pikiran dan perasaan konselor. Ini akan mengurangi kekhawatiran konseli bahwa konselor mencoba memanipulasinya untuk berperilaku dengan cara-cara tertentu.
2) Kesungguhan (Realnes), yaitu suatu keadaan di mana konselor bersikap konsisten, sehingga lambat laun akan dipersepsi bahwa konselor memiliki kesungguhan. Jika konseli mempersepsi demikian, maka hal ini akan membantu konseli untuk merasa lebih aman dan percaya sehingga memiliki kemauan yang lebih pula untuk lebih intensif mengeksplorasi diri. Hal ini juga akan mendorong konseli untuk membuang pertahanan diri dan manipulasi diri.
3) Kejujuran (Honesty), yaitu suatu keadaan di mana konselor berkomunikasi secara jujur, memberikan informasi yang membangun untuk konselinya, dan menyampaikan imej diri yang sesungguhnya terhadap konseli
4) Otentik (Authenticity), yaitu suatu keadaan di mana konselor harus mengetahui dirinya sendiri dengan baik. Konselor harus memiliki gambaran yang jelas mengenai kepribadiannya dan bagaimana karakteristik-karakteristik tersebut diekspresikan dalam kejadian-kejadian penting dan dalam berhubungan dengan orang lain.
d. Kekongkritan (Concreteness)
Selama berkomunikasi, konselor mengarahkan pembicaraan pada hal-hal yang spesifik, bukan hal-hal yang umum atau kabur, seperti perasaan-perasaan spesifik, pikiran-pikiran spesifik, dan contoh tindakan yang spesifik. Dengan memahami perasaan atau pikiran yang spesifik, semakin besar kemungkinan untuk memahami diri dan mengembangkan perasaan yang lebih positif.
3. Teknik memotivasi konseli untuk merencanakan dan melaksanakan perubahan
Karena banyak konseli merasa sulit mengubah perilakunya dengan cara-cara lain yang akan memperbaiki kehidupannya, maka konselor perlu memberikan dukungan kepada konseli untuk memutuskan untuk bertindak. Dukungan terhadap rencana tindakan konseli dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu :
a. Mendiskusikan keuntungan-keuntungan yang dapat diperoleh konseli bila melakukan tindakan-tindakan untuk mencapai hasil yang diinginkan konseli (konseli dapat mengembangkan perasaan memiliki control terhadap hidupnya, konseli dapat menghindari gangguan-gangguan yang tidak diinginkan)
b. Mengirangu ketakutan konseli untuk bertindak dengan cara mengulas kemungkinan-kemungkinan negative dan membantu konseli melihat bahwa kemungkinan-kemungkinan negative tersebut tidak begitu sulit diatasi
c. Konselor dapat meminta konseli untuk membayangkan dirinya melakukan sesuatu perilaku baru dan mendeskripsikan situasinya. Dengan cara ini, baik konseli maupun konselor dapat memperoleh pemahaman mengenai kebutuhan-kebutuhan, aspirasi, dan ketakutan terhadap situasi tertentu. Konseli dapat melakukan role playing untuk berlatih menghadapi situasi tersebut.
G. LATIHAN DAN APLIKASI TEKNIK KONSELING TRAIT AND FACTOR UNTUK KONSELOR SEBAYA (PEER COUNSELING)
Secara singkat ancangan konseling Trait and Factor adalah sebagai berikut :
a) Hakekat Manusia
Menurut Williamson (Fauzan, 1994) pada hakekatnya manusia :
1) Manusia dilahirkan dengan membawa potensi baik dan buruk. Menurut Williamson kedua potensi baik dan buruk itu ada pada setiap manusia. Kedua sifat itu dimiliki oleh manusia, tetapi sifat mana yang akan berkembang tergantung pada interaksinya dengan orang lain atau lingkungannya.
2) Manusia bergantung dan hanya akan berkembang secara optimal ditengah- tengah masyarakat. Manusia memerlukan orang lain dalam mengembangkan potensi dirinya. Aktualisasi diri hanya akan dapat dicapai dalam hubungannya dengan orang alin, manusia tidak dapat hidup sepenuhnya dengan melepaskan orang lain.
3) Manusia ingin mencapai kehidupan yang baik (good life). Memperoleh kehidupan yang baik dan lebih baik lagi merupakan kepedulian setiap orang.
4) Manusia banyak berhadapan dengan “pengintroduksi” konsep hidup yang baik, yang menghadapkannya pada pilihan- pilihan. Dalam keluarga, individu berkenalan dengan konsep hidup yang baik dari orang tuanya.
5) Hubungan manusia berkait dengan konsep alam semesta (the universe). Williamson menyatakan bahwa konsep alam semesta dan hubungan manusia terhadapnya sering terjadi salah satu dari : manusia menyendiri dalam ketidakramahan alam semesta, alam semesta bersahabat dan menyenangkan atau menggantungkan bagi manusia dan perkembangannya.
b) Hakekat Konseling
1) Suatu proses yang bersifat pribadi dan individual yang dirancang untuk membantu mempelajari bahan yang diajarkan di sekolah. Mengembangkan sifat- sifat kewarganegaraannya, nilai- niali sosial, pribadi dan kebiasaan diri yang baik, keterampilan, sikap dan keyakinan. Keyakinan-keyakinan yang diperlukan untuk menyakinkan yang diperlukan untuk menyesuaikan diri secara normal.
2) Suatu bantuan yang bersifat individual, personal yang diliputi oleh suasana permisif dalam mengembangkan keterampilan dan mencapai “self understanding” dan “self direction” yang secara sosial dibenarkan.
3) Suatu jenis khusus dari hubungan kemanusiaan yang relatif singkat antara konselor dan konseli dalam usaha mengarahkan dan membina perkembangan lebih lanjut.
4) Suatu cara untuk memfasilitasi individu untuk mendapatkan identitasnya, mempermudah keinginannya memahami diri sendiri dan dalam mewujudkan aspirasinya.
Dari butir (1) sampai dengan (4) terlihat perkembangan definisi dari tahun ke tahun sampai ada definisi terakhir yang dihimpun oleh Peterson (1980) yaitu konseling adalah suatu jenis hubungan kemanusiaan yang dengannya manusia itu akan dapat belajar mengamati dirinya sebagaimana adanya dan menerima dirinya dengan segala potensi dan kecakapan yang positif.
c) Tujuan Konseling
Secara ringkas tujuan konseling menurut ancangan Trait and Factor ini yaitu:
1) Self- clarification (kejelasan diri)
2) Self- understanding (pemahaman diri)
3) Self- acceptance (penerimaan diri)
4) Self- direction (pengarahan diri)
5) Self- actualization (perwujudan diri)
d) Tahap- tahap Konseling
1) Analisis
Analisis merupakan langkah mengumpulkan informasi tentang diri konseli beserta lingkungannya. Tujuannya adalah untuk memperoleh pemahaman tentang diri konseli dalam hubungannya dengan syarat- syarat yang diperlukan untuk memperoleh penyesuaian diri baik untuk sekarang maupun masa yang akan datang.
2) Sintesis
Sintesis adalah usaha merangkum, menggolong- golongkan dan menghubung- hubungkan data yang telah terkumpul pada tahap analisis, yang disusun sedemikian rupa sehingga dapat menunjukkan keseluruhan gambaran tentang diri konseli.
3) Diagnosis
Merupakan tahap untuk menetapkan hakekat masalah yang dihadapi oleh konseli, menetapkan sebab- sebab dan pemikiran kemungkinan yang akan dialami konseli berkaitan dengan masalah yang dihadapinya saat yang akan datang. Tahap diagnosis terdiri dari 2 langkah sebagai berikut:
a) Identifikasi masalah, merupakan suatu langkah untuk mengklasifikasikan masalah lebih rinci atau menentukan masalah.
b) Penemuan sebab- sebab masalah (etiologi), merupakan tahap mencari faktor- faktor penyebab masalah yang dihadapi konseli
4) Prognosis
Prognosis merupakan upaya memprediksikan kemungkinan- kemungkinan yang akan terjadi berdasarkan data yang ada saat ini.
5) Treatment
Treatment merupakan suatu proses pemberian bantuan oleh konselor pada konseli melalui tatap muka dengan tujuan agar konseli dapat mencapai penyesuaian yang optimal sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya. Di samping itu treatment juga berfungsi untuk mencapai tujuan konseling yang telah ditetapkan sebelumnya sesuai dengan permasalahan konseli
6) Evaluasi dan Follow- Up
Evaluasi dan follow up merupakan tahap konseling untuk menilai tingkat keberhasilan pemberian konseling kepada konseli serta menentukan kegiatan lanjutan berdasarkan hasil penilaian tersebut.
e) Teknik- teknik konseling
1) Penciptaan hubungan baru (establishing rapport) ada beberapa hal yang terpenting dalam penciptaan hubungan baik : reputasi konselor (nama baik konselor), penghargaan dan perhatian konselor pada individu, kemampuan praktikan dalam menyimpan rahasia (konfidensialitas).
2) Mempertajam pemahaman diri (cultivating self- understanding)
3) Pemberian nasehat atau membantu merencanakan program tindakan (advising or planning of action), ada tiga cara dalam memberikan nasehat, yaitu : direct advise (nasehat langsung), persuasive, explanatory (penjelasan).
4) Melaksanakan rencana tindakan (carrying out the plan)
5) Merujuk konseli pada ahli lain (referral to other personal workers)
f) Strategi implementasi
Williamson mengemukakan lima macam strategi (teknik umum) yaitu:
1) Forcing Conformity (memaksa penyesuaian), dipilih apabila lingkungan memang tidak dapat diubah.
2) Changing the Environment (mengubah lingkungan), dipilih bila memang tidak memungkinkan konseli memiliki kekuatan atau kemampuan melakukannya.
3) Selecting the Approprate Environment (memilih lingkunga yang cocok)
4) Learning Needed Skills (belajar keterampilan- keterampilan yang diperlukan)
5) Changing Attitude (mengubah sikap), sikap merupakan kecenderungan seseorang dalam menanggapi sesuatu dan arahnya juga pada siapa dan pada apa.


*tugas matakuliah Teknik BK di Perguruan Tinggi,,, naning 2010,,,
*taken from,,, seminar konselor sebaya UPT BK UM, n materi terkait,,,

Sabtu, 18 Juni 2011

ANTARA KONSELING TRAIT AND FACTOR, KONSELING REBT, KONSELING BEHAVIORAL, KONSELING PSIKOANALISA, KONSELING ADLERIAN (PSIKOLOGI INDIVIDUAL), KONSELING ANALISIS TRANSAKSIONAL,KONSELING PERSON CENTERED, DAN KONSELING GESTALT

Ciri-ciri Teori Konseling
March 18, 2008 by eko
I. Konseling Trait & Factor
(Wolter Bingham, John Darley, Donald G. Paterson, dan E. G. Williemson)
Menurut teori ini, kepribadian merupakan suatu system sifat atau factor yang saling berkaitan satu dengan yang lainnya seperti kecakapan,minat,sikap,dan tempramen.
Proses konseling dibagi dalam lima tahap sebagai berikut :
1. Tahap Analisis
Tahap kegiatan yang terdiri pengumpulan informasi dan data mengenai klien.
2. Tahap Sintesis
Langkah merangkum dan mengatur data dari hasil analisis yang sedemikian rupa sehingga menunjukkan bakat, kekuatan, kelemahan dan kemampuan penyesuaian diri klien.
3. Tahap Diagnosis
Sebenarnya merupakan langkah pertama dalam bimbingan dan hendaknya dapat menemukan ketetapan yang dapat mengarah kepada permasalahan, sebab-sebabnya, sifat-sifat klien yang relevan dan berpengruh pada penyesuaian diri. Diagnosis meliputi :
1. Identifikasi masalah yang sifatnya deskriptif misalnya dengan menggunakan kategori Bordin dan Pepinsky
Kategori diagnosis Bordin
a. dependence (ketergantungan)
b. lack of information (kurangnya informasi)
c. self conflict (konflik diri)
d. choice anxiety (kecemasan dalam membuat pilihan)
Kategori diagnosis Pepinsky
a. lack of assurance (kurang dukungan)
b. lack of information (kurang informasi)
c. dependence (ketergantungan)
d. self conflict (konlflik diri)
2. Menentukan sebab-sebab, mencakup perhatian hubungan antara masa lalu, masa kini, dan masa depan yang dapat menerangkan sebab-sebab gejala. Konselor menggunakan intuisinya yang dicek oleh logika, oleh reaksi klien, oleh uji coba dari program kerja berdasarkan diagnosa sementara.
3. Prognosis yang sebenarnya terkandung didalam diagnosis misalnya diagnosisnya kurang cerdas pronosisnya menjadi kurang cerdas untuk pekerjaan sekolah yang sulit sehingga mungkin sekali gagal kalau ingin belajar menjadi dokter. Kalau klien belum sanggup berbuat demikian, maka Konselor bertanggung jawab dan membantu klien untuk mencapai tingkat pengambilan tanggung jawab. Untuk dirinya sendiri, yang berarti dia mampu dan mengerti secara logis, tetapi secara emosional belum mau menerima.
4. Tahap Konseling
Merupakan hubungan membantu klien untuk menemukan sumber diri sendiri maupun sumber diluar dirinya, baik dilembaga, sekolah dan masyarakat dalam upaya mencapai perkembangan dan penyesuaian optimal, sesuai dengan kemampuannya. Dalam kaitan ini ada lima jenis konseling adalah :
4.
a. belajar terpimpin menuju pengertian diri
b. mendidik kembali atau mengajar kembali sesuai dengan kebutuhan individu sebagai alat untuk mencapai tujuan kepribadiannya dan penyesuaian hidupnya.
c. Bantuan pribadi dan Konselor, agar klien mengerti dan trampil dalam menggunakan prinsip dan teknik yang diperlukan dalam kehidupan sehari-hari.
d. Mencakup hubungan dan teknik yang bersifat menyembuhkan dan efektif.
e. Mendidik kembali yang sifatnya sebagai katarsis atau penyaluran
5. Tahap Tindak Lanjut
Mencakup bantuan kepada klien dalam menghadapi maslaah baru dengan mengingatkannya kepada masalah sumbernya sehingga menjamin keberhasilan konsleing. Teknik yang digunakan harus disesuaikan dengan individualitas klien.
Teknik Konseling
1. Pengunaan hungan intim (Rapport), Konselor harus menerima konseli dalam hubungan yang hangat, intim, bersifat pribadi, penuh pemahaman dan terhindar dari hal-hal yang mengancam konseli.
2. Memperbaiki pemahaman diri, konseli harus memahami kekuatan dan kelemahan dirinya, dan dibantu untuk menggunakan kekuatannya dalam upaya mengatasi kelemahannya. Penafsiran data dan diagnosis dilakukan bersama-sama dengan klien dan Konselor menunjukkan profil tes secara arif.
3. Pemberian nasehat dan perencanaan program kegiatan. Konselor mulai dari pilihan, tujuan, pandangan atau sikap Konselor dan kemudian menunjukkan data yang mendukung atau tidak mendukung dari hasil diagnosis. Penjelasan mengenai pemberian nasehat harus dipahami klien.
Tiga metode pemberian nasehat yang dapat digunakan oleh Konselor :
a. Nasehat langsung (direct advising), dimana Konselor secara terbuka dan jelas menyatakan pendapatnya.
b. Metode persuasif, dengna menunjukan pilihan yang pasti secara jelas.
c. Metode penjelasan, yang merupakan metode ynag paling dikehendaki dan memuaskan. Konselor secara hati-hati dan perlahan-lahan menjelaskan data diagnostic dan menunjukan kemungkinan situasi yang menuntut penggunaan potensi konseli.
d. Melaksanakan rencana, yaitu Konselor memberikan bantuan dalam menetapkan pilihan atau keputusan secara implementasinya.
4. menunjukkan kepada petugas lain (alih tangan) bila dirasa Konselor tidak dapat mengatasi masalah klien.
Kontribusi yang diberikan oleh teori Trait & Faktor
1. Teori sifat dan faktor menerapkan pendekatan ilmiah kepada konseli.
2. Penekanan pada penggunaan data tes obyektif, membawa kepad aupaya perbaikan dalam pengembangan dan penggunaannya, serta perbaikan dalam pengumpulan dan pengunaan data lingkungan.
3. Penekanan yang diberikan pada diagnosis mengandung makna sebagai suatu perhatian masalah dan sumbernya dan mengarah pada upaya mengkreasikan teknik-teknik untuk mengatasinya.
4. penekanan pada aspek kognitif merupakan upaya menseimbangkan pandangan lain yang lebih menekankan aspek afektik atau emosional.
II. Konseling Rational Emotive
(Albert Ellis) dikenal dengan Rational Emotive Therapy (R.E.T)
Salah satu teori utama mengenai kepribadian yang ditemukan oleh Albert Ellis dan para penganut Rational Emotive therapy dikenal dengan “Teori A-B-C-D-E). teori ini merupakan sentral dari teori dan praktek RET. Secara umu dijelaskan dalam bagan sebagai berikut :
Komponen Proses
A Activity / action / agent
Hal-hal, situasi, kegiatan atau peristiwa yang mengawaliatau yang mengerakkan individu. (antecedent or activating event) External event
Kejadian diluar atau sekitar individu
iB
rB Irrational Beliefs, yakni keyakinan-keyakinan irasional atau tidak layak terhadap kejadian eksternal (A)
Rational Beliefs, yakni keyakinan-keyakinan yang rasional atau layak dan secara empirik mendukung kejadian eksternal (A) Self verbalization
Terjadi dalam diri individu, yakni apa yang terus mnenerus ia katakan berhubungan dengan A terhadap dirinya
iC
rC Irrational Consequences, yaitu konsekuensi-konsekuensi yang tidak layak yang berasal dari (A)
Rational or reasonable Consequences, yakni konsekuensi-konsekuensi rasional atau layak yang dianggap berasal dari rB=keyakinan yang rasional Rational Beliefs, yakni keyakinan-keyakinan yang rasional atau layak secara empirik mendukung kejadian-kejadian eksternal (A)
D Dispute irrational beliefs, yakni keyakinan-keyakinan irasional dalam diri individu saling bertentangan (disputing) Validate or invalidate self-verbalization : yakni suatu proses self-verbalization dalam diri individu, apakah valid atau tidak.
CE Cognitive Effect of Disputing,yakni efek kognitif yang terjadi dari pertentangan (dispating) dalam keyakinan-keyakinan irasional. Change self-verbalization, terjadinya perubahan dalam verbalisasi dari pada individu.
BE Behavioral Effect of Disputing yakni efek dalam perilaku yang terjadi dalam pertentangan dalam keyakinan-keyakinan irasional diatas. Change Behavior, yakni terjadinya perubahan perilaku dalam diri individu
Tujuan konseling Rasional-Emotif
1. Memperbaiki dan merubah sikap, persepsi, cara berpikir, keyakinan serta pandangan-pandangan klien yang irasional dan tidak logis menjadi rasional dan logis agar klien dapat mengembangkan diri, meningkatkan self actualizationnya seoptimal mungkin melalui perilaku kognitif dan afektif yang positif.
2. Menghilangkan gangguan-gangguan emosional yang merusak diri sendiri seperti : rasa takut, rasa bersalah, rasa berdosa, rasa cemas, merasa was-was, dan rasa marah. Konselor melatih dan mengajar klien untuk menghadapi kenyataan-kenyataan hidup secara rasional dan membangkitkan kepercayaan, nilai-nilai dan kemampuan diri sendiri.
Albert Ellis (1973) memberikan gambaran tentang apa yang dapat dilakukan oleh praktisi rasional-emotive yaitu :
a. Mengajak, mendorong klien untuk menanggalkan ide-ide irasional yang mendasari gangguan emosional dan perilaku.
b. Menantang klien dengan berbagai ide yang valid dan rasional.
c. Menunjukkan kepada klien azas ilogis dalam berpikirnya.
d. Menggunakan analisis logis untuk mengurangi keyakinan-keyakinan irasional (irrational beliefs) klien.
e. Menunjukkan bahwa keyakinan-keyakinan irasional ini adalah inoperative dan bahkan hal ini pasti senantiasa mengarahkan klien pada gangguan-gangguan behavioral dan emosional.
f. Menggunakan absurdity dan humaor untuk menantang irasionalitas pemikiran klien.
g. Menjelaskan kepada klien bagaimana ide-ide irasional ini dapat ditempatkankembali dan disubtitusikan kepada ide-ide rasional yang harus secara empirik melatar belakangi kehidupannya.
h. Mengajarkan kepada klien bagaimana mengaplikasikan pendekatan-pendekatan ilmiah, obyektif dan logis dalam berpikir dan selanjutnya melatih diri klien untuk mengobservasi dan menghayati sendiri bahwaide-ide irasional dan deduksi-deduksi hanya kan membantu perkembangan perilaku dan perasaan-perasaan yang dapat menghambat perkembangan dirinya.
III. Konseling Behavioral
(D. Krumboltz, Carl E. Thoresen, Ray E. Hosfor , Bandura, Wolpe dll)
Konsep behavioral : perilaku manusia merupakan hasil belajar, sehingga dapat diubah dengan memanipulasi dan mengkresi kondisi-kondisi belajar. Pada dasarnya, proses konseling merupakan suatu penataan proses atau pengalaman belajar untuk membantu individu mengubah perilakunya agar dapat memecahkan masalahnya.
Thoresen (shertzer & Stone 1980, 188) memberikan ciri-ciri konseling behavioral sebagai berikut :
1. Kebanyakan perilaku manusia dipelajari oleh sebab itu dapat diubah.
2. Perubahan-perubahan khusus terhadap lingkungan individu dapat membantu dalam mengubah perilaku-perilaku yang relevan. Prosedur-prosedur konseling berusaha membawa perubahan-perubahan yang relevan dalam perilaku klien dengan mengubah lingkungan
3. Prinsip-prinsip belajar spesial seperti : “reinforcement” dan “social modeling” , dapat digunakan untuk mengembangkan prosedur-prosedur konseling.
4. Keefektifan konseling dan hasil konseling dinilai dari perubahan dalam perilaku-perilaku khusus diluar wawancara prosedur-prosedur konseling.
5. Prosedurprosedur konseling tidak statik, tetap atau ditentukan sebelumnya, tetapi dapat secara khusus didesain untuk membantu klien dalam memecahkan masalah khusus.
Proses konseling
Menurut Krumboltz dan Thoresen (Shertzer & Stone, 1980, 190) konsseling behavior merupakan suatu proses membantu orang untuk memecahkan masalah.interpersonal, emosional dan keputusan tertentu.
Urutan pemilihan dan penetapan tujuan dalan konseling yang digambarkan oleh Cormier and Cormier (Corey, 1986, 178) sebagai salah satu bentuk kerja sama antara konselor dan klien sebagai berikut :
1. Konselor menjelaskan maksud dan tujuan.
2. Klien mengkhususkan perubahan positif yang dikehendaki sebagai hasil konseling.
3. Klien dan konselor menetapkan tujuan yang telah ditetapkan apakah merupakan perubahan yang dimiliki oleh klien.
4. Bersama-sama menjajaki apakah tujuan itu realistik.
5. Mendiskusikan kemungkinan manfaat tujuan.
6. Mendiskusikan kemungkinan kerugian tujuan.
7. Atas dasar informasi yang diperoleh tentang tujuan klien, konselor dan klien membuat salah satu keputusan berikut : untuk meneruskan konseling atau mempertimbangkan kembali tujuan akan mencari referal.
Metode yang dapat digunakan
1. Pendekatan operant learning hal yang penting adalah pengutan (reinfocement) yang dapat menghasilkan perilaku klien yang dikehendaki.
2. Metode Unitative Learning aau social modeling diterapkan oleh konselor dengna merancang suatu perilaku adaptif yang dpaat dijadikan model oleh klien.
3. Metode Cognitive Learning atau pembelajaran kognitif merupakan metode yang berupa pengajaran secara verbal, kontrak antara konselor dan klien, dan bermain peranan.
4. Metode Emotional Learning, atau pembelajaran emosional diterapkan pada individu yang mengalami suatu kecemasan.
IV. Konseling Psikoanalisa
(Sigmund Freud, Carl Jung, Otto Rank, William Reich, Karen Honey, Adler. Harry Stack Sullivan,dll)
Konsep Freud yang anti rasionalisme menekankan motivasi tidak sadar, konflik, dan simbolisme sebagai konsep primer. Manusia pada hakekatnya bersifat biologis, dilahirkan dengan dorongan-dorongan instingtif, dan perilaku merupakan fungsi mereaksi secara mendalan terhadap dorongan-dorongan itu. Manusia bersifat tidak rasional dan tidak sosial, dan destruktif terhadap dirinya dan orang lain. Energi psikis yang paling dasar disebut libido yang bersumber dari dorongan seksual yang terarah kepada pencapaian kesenangan.
Proses konseling
Tujuan konseling psikoanalitikadalah membentuk kembali struktur karakter individu dengan membuat yang tidak sadar menjadi sadar dalam diri klien.
a. Proses konseling dipusatkan pada usaha menghayati kembali pengalaman-pengalaman masa kanak-kanak. Pengalaman masa lampau ditata, didiskusikan, dianalisa dan ditafsirkan dengan tujuan untuk merekonstruksi kepribadian.
b. Konseling analitik menekankan dimensi afektif dalam membuat pemahaman ketidak sadaran.
c. Tilikan dan pemahaman intelektual sangat penting, tetapi yang lebih adalah mengasosiasikan antara perasaan dan ingatan dengan pemahaman diri.
d. Satu karakteristik konseling psikonalisa adalah bahwa terapi atau analisis bersikap anonim (tak dikenal) dan bertindak sangat sedikit menunjukkan perasaan dan pengalamannya, sehingga dengan demikian klien akan memantulkan perasaannya kepada konselor. Proyeksi klien merupakan bahan terapi yang ditafsirkan dan dianalisia.
e. Konselor harus membangun hunbungan kerja sama dengan klien kemudian melakukan serangkaian kegiatan mendengarkan dan menafsirkan.
f. Menata proses terapeutik yang demikian dalam konteks pemahaman struktur kepribadian dan psikodinamika memungkinkan konselor merumuskan masalah klien secara sesungguhnya. Konselor mengajari klien memaknai proses ini sehingga klien memperoleh tilikan mengenai masalahnya.
g. Klien harus menyanggupi dirinya sendiri untuk melakukan proses terapi dalam jangka panjang. Setiap pertemuan biasa berlangsung satu jam.
h. Setelah beberapa kali pertemuan kemudian klien melakukan kegiatan asosiasi bebas. Yaitu klien mengatakan apa saja ynag terlintas dalam pikirannya.
Teknik-teknik terapi
1. Asosiasi bebas
2. Interpretasi
3. Analisis mimpi
4. Analisis Resistensi
5. Analisis transferensi (pemindahan)
V. Konseling Psikologi Individual
(Alfred Adler, Rudolph Dreikurs, Martin Son Tesgard, dan Donal Dinkmeyer)
Konstruk utama psikologi individual adalah bahwa perilaku manusia dipandang sebagai suatu kompensasi terhadap perasaan inferioritas (kurang harga diri). Istilah yang digunakan oleh Adler adalah “inferiority complex” untuk menggambarkan keadaan perasaan harga diri kurang yang selalu mendorong individu untuk melakukan kompensasi mencapai keunggulan. Perilaku merupakan suatu upaya untuk mencapai keseimbangan.
Kompleks rasa rendah diri (inferiority complex) menurut Adler berasal dari tiga sumber :
1. Kekurangan dalam hal fisik
2. Anak yang dimanja
3. Anak yang mendapat penolakan
Proses Konseling
Tujuan konseling menurut Adler adalah mengurangi intensitas perasaan rasa rendah diri (inferior), memperbaiki kebiasaan-kebiasaan yang salah dalam persepsi, menetapkan tujuan hidup, mengembangkan kasih sayang terhadap orang lain, dan meningkatkan kegiatan.
Menurut Ansbacher & Anbacher (Shertzer & Stone, 1980, 204) ada tiga komponen pokok dalam proses konseling :
1. Memperoleh pemahaman gaya hidup klein yang spesifik, gejala dan masalahnya, melalui empati, intuisi dan penaksiran konselor. Dalam unsur ini konselor membentuk hipotesis mengenai gaya hidup dan situasi klien.
2. Proses menjelaskan kepada klien, dalam komponen ini hipotesis gaya hidup yang dikembangkan dalam komponen pertama harus ditafsirkan dan dikomunikasikan dengan klien sehingga dapat diterima. Psikologi individual menekankan pentingnya membantu klien untuk memperoleh tilikan terhadap kondisinya.
3. Proses memperkuat minat sosial, klien dengan menghadapkan mereka, secara seimbang, dan menunjukkan minat dan kepedulian mereka.
VI. Konseling Analisis Transaksional
(Eric Berne) pioner yang menerapkan analisa transaksional dalam psikoterapi.
Dalam terapi ini hubungan konselor dan klien dipandang sebgai suatu transaksional (interaksi, tindakan yang diambil, tanya jawab) dimana masing0masing partisipan berhubungan satu sama lain. Sebagai fungsi tujuan tertentu. Transaksi menurut Berne merupakan manivestasi hubungan sosial.
Berne membagi psikoterapi konvensional menjadi dua kelompok
1. Kelompok yangh melibatkan sugesti, dukungan kembali (reassurence), dan fungsi parental lain.
2. Kelompok yang melibatkan pendekatan rasional, dengan menggunakan konfrontasi dan interpretasi seperti terapi non direktif dan psiko analisa.
Proses Konseling
Tugas utama konselor yang menggunakan analisis transaksional adalah mengajar bahasa dan ide-ide sistem untuk mendiagnosa transaksi.
Konselor transaksional selalu aktif, menghindarkan keadaan diam yang terlalu lama, dan mempunyai tanggung jawab untuk memelihara perhatian pada transaksi.
Tujuan konseling adalah :
1. Membantu klien dalam memprogram pribadinya.
2. Klien dibantu untuk menjadi bebas dalam berbuat, bermain, dan menjadi orang mandiri dalam memilih apa yang mereka inginkan.
3. Klien dibantu mengkaji keputusan yang telah dibuat dan membuat keputusan baru atas dasar kesadaran.
4. Teknik-teknik daftar cek, analisis script atau kuisioner digunakan untuk mengenal keputusan yang telah dibuat sebelumnya.
5. Klien berpartisipasi aktif dalam diagnosis dan diajar untuk membuat tafsiran dan pertimbangan nilai sendiri.
6. Teknik konfrontasi juga dapat digunakan dalam analisis transaksional dan pengajuan pertanyaan merupakan pendeatan dasar.
7. untuk berlangsungnya konseling kontrak antara konselor dan klien sangat diperlukan.
VII. Konseling Person Centered (Berpusat Pada Pribadi)
Konseling Client Centered (Berpusat Pada Klien)
(Carl R. Roger) menurut Roger Konseling dan Psikoterapi tidak mempunyai perbedaan. Konseling yang berpusat pada klien sebagai konsep dan alat baru dalam terapi yang dapat diterapkan pada orang dewasa, remaja, dan anak-anak.
Pendekatan konseling client centered menekankan pada kecakapan klien untuk menentukan isu yang penting bagi dirinya dan pemecahan masalah dirinya. Konsep pokok yang mendasari adalah hal yang menyangkut konsep-konsep mengenai diri (self), aktualisasi diri, teori kepribadian,dan hakekat kecemasan. Menurut Roger konsep inti konseling berpusat pada klien adalah konsep tentang diri dan konsep menjadi diri atau pertumbuhan perwujudan diri.
Proses konseling
1. Konseling memusatkan pada pengalaman individual.
2. konseling berupaya meminimalisir rasa diri terancam, dan memaksimalkan dan serta menopang eksplorasi diri. Perubahan perilaku datang melalui pemanfaatan potensi individu untuk menilai pengalamannya, membuatnya untuk memperjelas dan mendapat tilikan pearasaan yang mengarah pada pertumbuhan.
3. Melalui penerimaan terhadap klien, konselor membantu untuk menyatakan, mengkaji dan memadukan pengalaman-pengalaman sebelunya ke dalam konsep diri.
4. dengan redefinisi, pengalaman, individu mencapai penerimaan diri dan menerima orang lain dan menjadi orang yang berkembang penuh.
5. Aawancara merupakan alat utama dalam konseling untuk menumbuhkan hubungan timbal balik.
Karakteristik konseling berpusat pada klien
1. Fokus utama adalah kemampuan individu memecahkan masalah bukan terpecahnya masalah.
2. Lebih mengutamakan sasaran perasaan dari pada intelek.
3. Masa kini lebih banyak diperhatikan dari pada masa lalu.
4. Pertumbuhan emosional terjadi dalam hubungan konseling.
5. Proses terapi merupakan penyerasian antara gambaran diri klien dengan keadaan dan pengalaman diri yang sesungguhnya.
6. Hubungan konselor dan klien merupakan situasi pengalaman terapeutik yang berkembang menuju kepada kepribadian klien yang integral dan mandiri.
7. Klien memegang peranan aktif dalam konseling sedangkan konselor bersifat pasif reflektif.
VIII. Konseling / Terapi Gestalt
(dikembangkan oleh Frederick S. Peris 1989-1970) terapi ini dikembangkan dari sumber dan pengaruh tiga disiplin yang sangat berbeda yaitu :
1. Psikoanalisis terutama yang dikembangkan oleh Wilhelm Reih
2. Fenomenolohi eksistensialisme Eropa dan
3. Psikologi Gestalt
Peris menyatakan bahwa individu, dalam hal ini manusia, selalu aktif sebagai keseluruhan, merupakan koordinasi dari seluruh organ. Kesehatan merupakan keseimbangan yang layak. Pertentangan antara keberadaan sosial dan biologis merupakan konsep dasar terapi Gestaslt.
Proses Konseling
Tujuan utama konseling Gestalt adalah meningkatkan proses pertumbuhan klien dan membantu klien mengembangkan potensi manusiawinya.
Fokus utama dalam konseing Gestalt adalah membantu individu melalui transisinya dari keadaan yang selalu dibantu oleh lingkungan ke keadaan mandiri (selft-support).
Konselor membuat klien menjadi kecewa sehingga klien dipaksa untuk menemukan caranya atau mengembangkan potensinya sendiri.
Konsep utama terapi Peris adalah
8. Unfinished business yang tercakup didalamnya adalah emisi-emosi, peristiwa-peristiwa, ingatan-ingatan (memories), yang terhambat dinyatakan oleh individu yang bersangkutan.
9. Avoidance atau penghindaran adalah segala cara yang digunakan oleh seseorang untuk melarikan diri dari Unfinished business. Bentuk-bentuk avoidance antara lain phobia, melarikan diri, mengganti terapist, mengubah pasangan.
Garis-garis besar terapi Gestalt
1. Fase pertama : membentuk pola pertemuan terapeutik agar tercapai situasi yang memungkinkan perubahan-perubahan yang diharapkan pada klien. Situasi mengandung komponen emosional dan intuitif.
2. Fase kedua : melaksanakan pengawasan , konselor berusaha meyakinkan atau memaksa klien mengikuti prosedur yang telah ditetapkan sesuai dengan keadaan klien. Dua hal yang harus dilakukan :
• Menimbulkan motivasi pada klien.
• Menciptakan rapport yaitu hubungan baik antara konselor dan klien agar timbul rasa percaya klien bahwa segala usaha konselor itu disadari benar oleh klien untuk kepentingannya.
3. Fase ketiga : klien didorong untuk mengatakan perasaan-perasaannya pada pertemuan-pertemuan terapi saat ini, bukan menceritakan masa lalu atau harapan-harapan masa datang.
4. Fase terakhir : setelah klien memperoleh pemahaman dan penyadaran tentang dirinya, tindakannya, perasaannya, maka terapi ada pada fase terakhir. Pada fase ini klien harus memiliki ciri-ciri yang menunjukan integritas kepribadiannya sebagai individu yang unik dan manusiawi. Klien harus memiliki kepercayaan pada potensinya. Menyadari diriny, sadar dan bertanggung jawab atas sifat otonominya, perbuatannya, perasaan-perasaannya, pikiran-pikirannya.

Jurnal Bimbingan Konseling Universitas Lampung

PENCIPTAAN LINGKUNGAN DALAM KONSELING REALITA,,, (TAKEN FROM CYCLE WUBBOLDING)

Konseling realita didasarkan pada prinsip bahwa semua perilaku manusia sebenarnya memiliki tujuan tersendiri. Dan semua perilaku didorong oleh keinginan individu untuk memenuhi 5 kebutuhan dasarnya yaitu kebutuhan untuk bertahan hidup, kebutuhan akan cinta dan memiliki, kebutuhan akan kekuatan, kebutuhan akan kebebasan, dan kebutuhan akan rasa senang (survival, love and belonging, power, freedom, and fun).
Konseling Realita juga menekankan perlunya penciptaan lingkungan dalam konseling, yang bisa menentukan keberhasilan dan kegagalan suatu proses konseling. Adapun cara untuk membentuk lingkungan konseling adalah dengan dua hal utama, yaitu hal-hal yang seharusnya dilakukan oleh konselor, dan hal-hal yang tidak seharusnya dilakukan oleh konselor.
1. HAL-HAL YANG SEHARUSNYA DILAKUKAN KONSELOR
Pada dasarnya, hal-hal yang seharusnya dilakukan konselor adalah bagaimana mengembangkan hubungan konseling yang menggambarkan suatu hubungan yang dekat antara konselor dengan konseli, yang dibangun berdasarkan suatu kepercayaan dan harapan bahwa proses pemberian bantuan akan berhasil dilaksanakan, yang di dalamnya terdapat persahabatan, kejujuran, dan keakraban.
Suatu hubungan seperti yang digambarkan di atas, dapat dikembangkan bilamana konselor melakukan hal-hal seperti di bawah ini.
a. Using attending behaviors
Konselor diharapkan bisa bersikap attending dalam setiap sesi konseling, yang bisa diwujudkan dalam bentuk kontak mata yang menyiratkan perhatian, postur dan gestur yang seimbang, mengembangkan kemampuan mendengarkan yang efektif. contoh :
berhenti bicara, mampu menguraikan kembali apa yang dikatakan oleh konseli menggunakan kata-kata sendiri, mengupayakan mencari kejelasan untuk memahami pesan, memandang konseli dengan penuh minat, dan menghindarkan hal-hal yang bisa mengganggu pendengaran



b. AB-CDE (Always Be Consistent, Courteous, and Calm, Determined that Enthusiastic)
Konselor diharapkan selalu dapat bertindak konsisten, sopan, dan tenang, yang menggambarkan keantusiasan atau keinginan konselor untuk benar-benar mau membantu konseli.
Contoh :
Menghentikan segala kegiatan yang dilakukan sebelum konseli datang dan menerima konseli dengan tangan terbuka dan tenang, menyadari sepenuhnya bahwa dia adalah konselor yang bertugas untuk membantu konseli menyelesaikan permasalahan yang mungkin dimilikinya.
c. Suspend Judgement
Konselor diharapkan untuk bisa menangguhkan penilaian pada setiap perilaku yang dilakukan oleh konselinya. Artinya, konselor tidak boleh memberikan label pada perilaku yang ditunjukkan oleh konselinya, semata-mata hanya sebagai perilaku yang negatif. Dengan adanya penangguhan penilaian, maka proses konseling bisa dilakukan dengan lebih baik.
Contoh :
Penerapan teknik acceptance, bisa dilakukan secara verbal (saya paham, saya mengerti, ya, hemm, baik, bagus), dan bisa dilakukan secara non verbal (menganggukkan kepala, kontak mata, ekspresi wajah, isyarat tangan, pandangan kea rah wajah) yang mana kesemua perlakuan konselor di atas, tidak dilakukan dengan maksud untuk membenarkan apa yang dilakukan oleh konseli, tetapi hanya dilakukan sebagai wujud bahwa konselor memperhatikan konseli dan bisa menghargai apapun yang dilakukan atau dikatakan konseli.
d. Do the Unexpected, Paradoxical Techniques
Konselor diharapkan mampu untuk melakukan hal-hal yang terkadang tidak diduga oleh konseli jika diperlukan di saat yang tepat.
Contoh :
Menggunakan teknik konfrontasi atau mengkonfrontasikan konseli di saat konseli banyak melakukan kebohongan (proyeksi).


e. Use Humor
Konselor diharapkan mampu membantu konseli memenuhi kebutuhannya akan rasa senang dengan syarat tidak melampaui batasan yang layak.
Contoh :
Konselor yang efektif tidak lupa bagaimana caranya tertawa, sehingga konseling tidak berjalan kaku. Konselor bisa mengajak konseli tertawa terutama dalam teknik-teknik awal seperti pembinaan hubungan baik dalam konseling, supaya konseli sendiri juga merasa nyaman mengikuti konseling.
f. Establishes Boundaries and Policies
Konselor diharapkan mampu menentukan batasan-batasan dalam keseluruhan proses konseling, sehingga konseling itu sendiri berjalan dengan professional sesuai dengan batasan yang dibuat oleh konselor dan disepakati bersama dengan konseli. Dalam proses konseling, hal ini lebih dikenal dengan sebutan structuring, yaitu suatu cara menginformasikan dan memperoleh kesepakatan mengenai batasan atau konsekuensi tertentu dalam proses konseling.
Contoh :
• Role limit
Konselor memberikan informasi mengenai fungsi, tugas, dan apa yang bisa diharapkan dari seorang konselor kepada konselinya
• Time limit
Konselor memberikan informasi mengenai berapa lama konseli memiliki waktu untuk berbicara dengan konselor
• Action limit
Konselor memberikan informasi bahwa konseli boleh menumpahkan segala kerisauannya, tetapi tidak boleh melakukan hal-hal yang tidak pantas, misalnya membantung barang atau menaikkan kaki.
• Topic limit
Konselor menginformasikan topik apa saja yang akan dibahas dalam satu kali pertemuan konseling dan harus ditawarkan pada konseli, topik mana yang harus dibahas terlebih dahulu


• Service limit
Konselor menginformasikan bahwa fungsi dari layanan konseling adalah memberikan layanan psikis-emosional, bukan layanan yang lainnya.
• Cost limit
Konselor menginformasikan jika seandainya proses konseling memerlukan biaya jika memang diperlukan
• Confidentiality limit
Konselor memberikan jaminan kerahasiaan pada konseli, meyakinkan konseli bahwa dirinya akan menjaga kerahasiaan dari konseli tersebut sesuai dengan etika profesi konselor
• Goal limit
Konselor harus menginformasikan pada konseli bahwa tujuan konseling akan dipecah-pecah menjadi tujuan yang lebih kecil sehingga akan memudahkan proses konseling itu sendiri
g. Share Self and Addapt to Own Personality
Konselor diharapkan mampu mengkomunikasikan siapa dirinya yang sebenarnya, menunjukkan siapa dirinya, tidak ditutup-tutupi. Konselor diharapkan untuk mampu memenuhi kebutuhan-kebutuhan dirinya secara terbuka, bersikap pribadi dan tidak menjauhkan diri, membiarkan nilai-nilainya sendiri ditantang oleh konseli, menunjukkan keberanian secara sinambung menghadapi konseli, memahami dan merasakan simpati kepada konseli.
Contoh :
Perlu adanya self-disclosure (membuka diri) sehingga konselor bisa menunjukkan dirinya yang sebenarnya, bukan dirinya yang ditutup-tutupi, serta tidak terlalu banyak menggunakan mekanisme pertahanan diri (aplikasi dari authentic dan genuine)
h. Listen for Metaphors and Use Stories
Konselor diharapkan mampu untuk mendengarkan perumpamaan yang dikatakan oleh konseli dan memberikan kesempatan pada konseli untuk bicara.
Contoh :
Konselor memberikan kesempatan konseli untuk bicara.

i. Listen for Themes
Konselor diharapkan mampu mendengarkan apa yang dikatakan oleh konseli, dan mampu mencari pokok pembicaraan dari sana, bukan hanya sekedar mendengarkan begitu saja.
Contoh :
Penggunaan reflection of feeling untuk memantulkan kembali peraan konseli dari apa yang telah diceritakannya, sehingga dari sana konselor bisa mengetahui bagaimana perasaan konselinya.
Penggunaan clarification untuk merangkum kembali apa yang telah diceritakan oleh konseli menggunakan kata-kata baru yang lebih segar, namun bisa mencakup keseluruhan inti dari pembicaraan konseli.
j. Summarize and Focus
Konselor diharapkan mampu untuk merangkum kembali apa yang telah dibicarakan oleh konseli selama proses konseling, bisa dilakukan bersama-sama dengan konseli, kemudian bersama-sama pula memfokuskan masalah yang akan diselesaikan.
Contoh :
Penggunaan tekni summary bagian untuk merangkum apa saja yang telah dibicarakan bersama. Summary bisa dilakukan baik oleh konselor, konseli, maupun keduanya.
k. Allow or Impose Consequeces
Konselor diharapkan mampu menyiapkan konsekuensi dari apapun yang dilakukannya, sehingga konselor akan mengajarkan hal ini pada konselinya untuk bertanggungjawab.
Contoh :
Penggunaan teknik taking responsibility untuk membuat konseli bertanggungjawab atas apa yang dilakukannya.
l. Allow Silence
Konselor diharapkan mampu melakukan teknik silent dengan tujuan untuk membiarkan konseli memikirkan apa yang dilakukan atau dikatakannya. Dana harapan dari hal ini adalah konseli mampu lebih bertanggungjawab terhadap perilaku apapun yang dilakukannya. Tentu saja hal ini tidak bisa dilakukan dalam waktu yang berkepanjangan, karena hal itu bisa merusak esensi dari konseling realitas.
Contoh :
Dalam proses perencanaan, konselor membiarkan konseli untuk berpikir sementara waktu, dalam batas waktu yang tidak terlalu lama.
m. Show Empathy
Konselor diharapkan mampu merasakan apa yang dirasakan oleh konselinya, dalam kerangka berpikir konselor, sehingga meskipun dia merasakan apa yang konseli rasakan, dia tidak hanyut sepenuhnya pada perasaan itu.
Contoh :
Teknik sharing of experiences, digunakan konselor untuk menggambarkan bahwa konselor memahami betul apa yang dirasakan oleh konseli, dan mengkaitkannya dengan keadaan keumuman agar terjadi kestabilan emosi. Dalam hal ini terlihat sekali peranan internal frame of reference dan external frame of reference.
n. Be Ethical
Konselor diharapkan mampu belajar mengenai isu-isu etik dan kejadian-kejadian yang berhubungan dengan moral dan susila untuk membantu menyelesaikan masalah yang dihadapi oleh konselinya.
Contoh :
Bagaimana konselor menghadapi masalah yang berkaitan dengan bunuh diri.
o. Create Anticipation
Konselor diharapkan dapat menciptakan antisipasi dari apa yang dilakukannya, dan mengkomunikasikan kepada konseli harapan yang diinginkan oleh konselor. Harapan ini bertujuan untuk mendorong konseli ke arah yang lebih bertanggungjawab terhadap perbuatannya sendiri. Di sini konselor bisa mengatakan bahwa sesuatu yang bagus hanya akan terjadi ketika setiap orang berkeinginan untuk melakukan yang terbaik.
Contoh :
Konselor memberikan reassurance predictive untuk mendorong konseli melakukan tindakan positif dengan meramalkan hal-hal positif yang akan terjadi sebagai konsekuensi dari perilaku konseli.

p. Practice Lead Management
Konselor diharapkan berlatih terus menerus bagaimana manajemen menjadi pemimpin yang bagus, sebab tugas dan fungsi konselor di dalam konseling realita adalah bertindak sebagai pembimbing yang membantu konseli untuk membantu konseli agar konseli bisa menilai tingkah lakunya sendiri secara realistis.
q. Discuss Quality
Konselor diharapkan mampu untuk berdiskusi dengan konselinya, mengenai kualitas hubungan yang telah dibangun bersama konseli, untuk bisa membuat konseli lebih bertanggungjawab lagi apabila ada kemungkinan kekurangan dalam proses konseling yang telah dilakukan.
r. Increase Choices
Konselor diharapkan mampu mengembangkan berbagai macam alternatif penyelesaian masalah, hanya saja laternatif itu sebisa mungkin tidak dikomunikasikan langsung pada konseli. Membiarkan konseli menentukan sendiri tujuan akhir konseling, namun tetap harus sesuai dengan kerangka pikir konselor.
Konselor membantu konseli menemukan alternatif-alternatif dalam mencapai tujuan, tetapi konseli sendiri yang menentukan tujuan konseling tersebut.
s. Discuss Problems in the past, and solution in presents, and future tenses
Konselor dalam realita bertugas untuk mendengarkan apa yang dialami konseli, namun mengesampingkan kemengapaan. Hal ini sesuai dengan prinsip realita bahwa masa lampau merupakan sesuatu yang tidak dapat diubah, sehingga hanya akan menghabiskan waktu saja membicarakan masa lalu, yang bisa ditubah adalam masa sekarang dan masa depan. Kalaupun didiskusikan dalam konseling, masa lalu selalu dikaitkan dengan tingkah laku saat ini. Konselor trebuka untuk mengeksplorasi segenap aspek dari kehidupan konseli sata ini mencakup harapan, ketakutan, nilai, kekuatan, potensi, keberhasilan, dan kualitas positif konseli. Konselor berusaha untuk membantu konseli lebih bertanggungjawab di masa sekarang dan masa depan, akan apa yang dilakukannya.
2. HAL-HAL YANG TIDAK SEHARUSNYA DILAKUKAN KONSELOR
a. Argue, Attack, Accuse
Konselor tidak diperbolehkan untuk mendebat, menyerang, dan menuduh atau menyalahkan tingkah laku konseli. Sebisa mungkin konselor menangguhkan penilaiannya, untuk kemudian melanjutkan sesi konseling yang bertujuan untuk melihat aspek diri konseli yang lain.
b. Boss Manage, Blame, Belittle
Konselor tidak diperbolehkan melakukan konseling dengan terlalu banyak perintah, dan menganggap konseli kerdil dengan segala kesalahannya. Sebaliknya, konselor harus memandang konseli dari segi potensi dan kelebihan yang dimilikinya, sehingga ia mampu menjadi pribadi yang bertanggungjawab terhadap dirinya dan tingkah lakunya.
c. Criticize, Coerce, Condemn
Konselor tidak diperbolehkan mencela, memaksa, dan menghukum konseli atas perbuatannya. Tugas konselor ialah membawa konseli yang semula tidak bertanggungjawab, menjadi pribadi yang lebih bertanggungjawab dalam realita.
d. Demean, Demand
Konselor tidak diperbolehkan untuk merendahkan dirinya sendiri dan tidak diperbolehkan pula terlalu banyak meminta konseli melakukan hal-hal yang dianggap baik. Konselor bertanggungjawab untuk membuat konseli mau dan mampu melakukan tindakan, sesuai dengan yang diinginkan oleh konseli atas dasar tangggungjawab.
e. Encourage Excuses
Konselor tidak diperbolehkan terlalu memberikan maaf pada konseli. Konseling realitas merupakan konseling yang di dalamnya tidak ada dalih. Menurut konseling realitas, memang tidak semua komitmen yang dibuat dapat terlaksana dengan baik, namun kegagalan dalam meraih komitmen tersebut pasti ada alasannya, yang mana dalam hal ini konselor tidak berhak untuk menyalahkan konseli atas kegagalannya. Konselor hanya perlu menekankan pada apa maksud konseli menyelesaikan sesuatu yang diputuskannya tersebut.
f. Instill Fear, Find Fault
Konselor tidak diharapkan mampu menemukan kegagalan pada diri konseli. Yang diperlukan bagi seorang konselor adalah membawa konseli menemukan tindakan yang lebih efektif untuk dilakukan sekarang dan masa depan.


g. Give Up Easily, Take For Granted
Konselor tidak boleh terlalu cepat menyerah untuk membelajarkan konseli supaya tidak gampang menyerah pula. Ketika konselor mengajarkan konseli untuk lebih bertanggungjawab, maka konseli pun bisa akan lebih bertanggungjawab pada apa yang dilakukan dan dipikirkannya.
h. Hold Grudges
Konselor tidak boleh menaruh dendam pada konseli. Merupakan prinsip dasar konseling, bahwa konselor harus bisa menerima konseli apa adanya, termasuk tidak adanya dendam di dalamnya.

(tugas kelompok Naning n friends,,, matakuliah Mikrokonseling,,, Maret 2010)

KONSELING ADLERIAN

Dasar teori :  psikologi individual
Karakter dasar :
• antideterministik/soft deterministic
• berorientasi sosial
• kebebasan (freedom).
• kesadaran
Sebab populer di sekolah:
• lebih peduli penanganan orang normal
• konsep, prosedur & tekniknya mudah diikuti
• banyak mendemonstrasikan konseling di sekolah

Pandangan tentang manusia (human nature)
1. Manusia adalah makhluk sosial (social being)
• manusia berkembang dalam hub. dengan orang lain,
• memiliki rasa atau minat sosial (social interest),
• tingkah laku didorong oleh kekuatan-kekuatan sosial.
2. Manusia bersifat subyektif (fenomenological view)
• Tingkah laku difahami berdasar internalitas individu.
• Dunia subyektif individu dsb. Schema of Apperception
(opini individu thd dirinya dan dunianya)
3. Perilaku bertujuan (teleological view)
mns. dipengaruhi harapannya di masa depan dp penglm masa lalu
Sifat tujuan:
• mungkin tidak disadari, khayal/fiksi
• sulit direalisasikan
Jenis tujuan:
• jangka pendek  mudah diamati
• jangka panjang  sulit diamati: privasi individu,
terbentuk pd masa balita.
4. Manusia itu utuh atau dalam kesatuan (unity of behavior)
Untuk simpulkan perilaku tampak perlu perhitungkan
• suasana psikis yang menyertainya
• situasi, konteks, di mana peristiwa itu terjadi
Human being as a totally, utuh, holistik.
5. Manusia itu unik &mempunyai gaya hidup yang beda
 aspek gaya hidup (life-style)
• kemampuan intelektual,
• keterampilan sosial,
• gerakan fisik,
• bakat artistik,
• kepemimpinan, dsb.
 terbentuk dalam usia lima tahun pertama, dari penglm. interaksi dengan orang lain (significant others)
(yg penting bukan peristiwanya ttp. persepsi anak thd.nya)
6. Manusia memiliki inferioritas dasar (inferiority complex)
 bermula dari organ inferiority.
• bayi lahir dlm keadaan lemah, bergantung orang lain,
• kanak-kanak merasa tdk mampu/kalah kuat dg orang dewasa

timbul rasa rendah diri (inferior)
Perasaan inferior bukan negatif, normal dan universal,
sbg pendorong perilaku: membuat kompensasi-kompensasi atasnya.
7. Manusia mengejar superioritas dan kesempurnaan
• Sebagai kompensasi dari rasa inferior
• bukan untuk menjadi "yang pertama" atau mendominasi orang lain
• sbg usaha mencapai kesempurnaan, meningkatkan potensi semaksimal mungkin.

8. Manusia mempunyai creative power (creative self)
mengakui usia lima tahun pertama penting
tingkah laku terbentuk dari hereditas dan lingkungan.
Namun
apa yang dibawa sejak lahir tidaklah terlalu penting,
yang penting adalah memanfaatkan potensi bawaannya.
• manusia bukan penerima pasif stimulus lingkg.
• punya creative power, tidak sekedar reaktif ttp proaktif.
• punya kekuatan mencipta pribadinya, arsitek atas dirinya.
Creative power bertanggung jawab thd. tujuan hidup ssorg, menentukan cara mencapai tujuan, dan menyumbang pengembangan social interest. Ia juga mempengaruhi persepsi, memori, imajinasi, fantasi, dan mimpi.
9. Manusia dipengaruhi urutan kelahiran (birth order)
• Urutan kelahiran memungkinkan berkembangnya TL trt. yang berpengaruh thd gaya hidup dan hub dg orang lain.
• Perlu pula diperhitungkan konstelasi anak dalam keluarga.

Karakteristik Dasar Konseling Adlerian
• disebut konseling teleoanalitik,
Lebih cocok untuk kelompok, sbg agen pembentuk nilai (value-forming agent), & saling belajar berperilaku sosial
Secara individual dapat dilaksanakan dengan menciptakan situasi sosial yang dapat dialami dan dihayati klien
• lebih condong pada proses pendidikan daripada pengubahan struktur kepribadian --- proses resosialisasi dan reedukasi, bantu ssorg atasi kegagalan hidup, bukan metode klinik untuk obati/sembuhkan orang sakit psikis
• lebih banyak menangani persoalan keluarga dan anak-anak
• diterapkan pada latar pendidikan dan keluarga
• sebagai alat bagi reorientasi sosial individu
• membantu inidividu ttg cara belajar bekerja sama dengan masyarakat shg tumbuh rasa diterima dan bermakna
• berpusat pada pengajian tingkah laku di sini dan saat ini
• counselor-centered, konselor aktif mengarahkan klien memahami tujuan tindakannya
• diorientasikan pada tindakan (action-oriented).


PERKEMBANGAN TINGKAH LAKU MENYIMPANG
 individu malasuai sbg karikatur pribadi sehat dan normal.
Orang mengembangkan tingkah laku malasuai karena dua hal:
• memiliki rasa inferioritas yang besar
• menggunakan respon kompensatoris yang tidak tepat
Karakteristik yang umum.
• Individu neurotik cenderung rigid (kaku) dalam berfikir,
• melihat hidup secara dikotomis, hitam--putih
• mempunyai rasa takut yang berlebihan,
• terombang-ambing,
• lebih bergantung daripada bebas atau independen.
(tampak dalam berbagai varian karena ada "aktivitas kreatif")
Tipe penyimpangan individu:
• respon yang agresif;
• tingkah laku mengambil jarak atau menarik diri.
Sebab-sebab timbulnya
• berasal dari sifat-sifat dasar individu,
• bersumber dari situasi kehidupan yang diperolehnya.

a. Organic inferiority
 Menunjuk pada anak yang lahir dengan memiliki kekurangan atau cacat fisik ataupun mental. Terbawa sejak lahir atau juga berkembang ketika bergaul dengan dunianya. Ia memberikan peluang lebih besar bagi terbentuknya tingkah laku malasuai.
 Cacat mental, lebih sulit daripada sebab cacat fisik.
bukan cacatnya yang penting, tetapi persepsi anak terhadapnya

b. Pemanjaan dan penolakan
• Pada anak lemah fisik, mendapat perlakuan yang berlebihan dari orang tua lebih memperkuat persepsi negatif anak terhadap kelemahannya.
• Perlakuan mengabaikan dapat menyebabkan anak cemas, merasa tersisih, tidak diakui dan terbuang.
Pemanjaan
• menghambat kemandirian dan self-control anak,
• menjadikan anak bersifat egosentris,
• timbulkan rasa superioritas dg mengambil (hak) orang lain.
Pengabaian/penolakan
• menyebabkan anak tidak mendapat pengarahan,
• berbuat atas dasar trial and error,
• bila berhasil tidak ada rasa terakui (tdk dpt reinforcement).

Akibat lebih jauh dari pola asuh yang salah
• makin meningkatkan rasa inferior
• mendorong upaya pemerolehan superioritas yang berlebihan dan tidak tepat,
• mengembangkan tujuan fiktif yang terlalu tinggi,
• memiliki minat sosial yang rendah,
• tujuan bagi pemuasan kebutuhan pribadinya tidak perhatikan kepentingan bersama,
• tingkat aktivitasnya menjadi rendah,
• kurang aktif mencapai tujuan kerjasama secara sosial.


PRIBADI SEHAT

a. sikap pribadi,
• mempunyai penilaian positif thd diri & orang lain (lingk),
• jauh dari rasa menyalahkan diri (self-defeating),
• memiliki kepuasan pribadi,
• merasa diterima oleh masyarakatnya,
• dapat menerima kekurangan diri secara wajar,
• tidak mempunyai rasa inferioritas yang berlebihan,
• memiliki pola pikir yang fleksibel, tidak kaku,
• sadar thd perbuatannya dan dilakukan dg tanggung jawab,
• punya kemandirian & kendali diri (self-control) memadai,
• tidak bersifat egosentris dalam memenuhi kebutuhannya.
b. tujuan hidup,
• dapat menetapkan tujuan relatif realistik,
• tidak ambisius untuk capai kesempurnaan dlm segala hal
• tidak kembangkan tujuan fiktif terlalu tinggi.
c. aktivitas hidupnya
• mempunyai minat sosial tinggi,
• aktivitas kerjasamanya memadai,
• kejar superioritas dg tetap perhatikan kepentg orang lain,
• tidak mengisolasikan diri dari masyarakatnya,
• tidak kembangkan kompensasi berlebihan


KONDISI-KONDISI PENGUBAHAN
Tujuan Konseling
 perlu kejelasan tujuan,
 tujuan itu ditetapkan oleh konselor.
 ada kesinkronan antara konselor dan klien,
Tujuan utama konseling sejalan dengan tahapannya:
a. Bina hub. klien-konselor, yang dihiasi sikap empati,
b. Bantu klien fahami keyakinan, perasaan, motif, dan tujuan
c. Kembangkan wawasan pemahaman (insight) ttg gaya hidup, dan sadarkan mereka atas tujuan dan TL mengalahkan diri sendiri (self-defeating behaviors).
d. Bantu pertimbangkan alternatif berubah dan buat komitmen thd program berorientasi tindakan (action-oriented program).
Perilaku Klien (yang diharapkan)
a. Sadari perilakunya perlu pengubahan dan ia tidak dapat mewujudkannya sendirian.
b. Sepakat kerjasama dg konselor dlm pecahkan kesulitan & terima rencana perbaikan (treatment).
c. Sedia untuk ambil inisiatif bagi seleseksi isi diskusi konseling.
d. Bertangung jawab atas TL di dlm & di luar sesi konseling.
e. Percayai konselor, merasa aman , bebas, suka dan tidak khawatir bahwa konselor akan mendominasinya.
g. Sadari bahwa dia tak akan sukses bila menutup dan sembunyikan diri.
h. Ambil konseptualisasi konselor mengenai tingkah laku --- representasi yang benar thd peristiwa akan mengoreksi persepsi dan berfikirnya dan jadi dasar kesuksesan konseling


Perilaku Konselor
 pengetahuan
• faham pandangan ttg manusia menurut Adler, jg proses dan tipe pkbg perilaku manusia berikut faktor pembentuknya.
• fahami prinsip-prinsip kerja prof
• ketahui kekuatan dan kelemahan setiap teknik pengubahan bagi klien yang tipikal.
• fahami jati dirinya
• relatif unggul dalam pengetahuan dan pengalaman

 sifat-sifat pribadinya
• kesungguhan atau ketulusan,
• berempati,
• penuh perhatian,
• sabar, toleran dalam hadapi permusuhan atau penolakan,
• berikan penghargaan positif terhadap klien.
• Cermat, hati-hati dalam ekspresikan ide
• miliki minat sosial yang tinggi,
• sediakan diri sbg model bagi kliennya.

 keterampilan
• ketrp. observasi dan penelitian psikologis
• teknik dorong untuk perbaikan, koreksi sistem nilai yang klien inginkan sesuai fungsi sosialnya.
• bekerjasama (kolaborasi) dengan fihak lain yang terkait, seperti guru, kepala sekolah, dan orang tua, dll.






MEKANISME PENGUBAHAN

Tahap-Tahap Konseling (lebih tekankan pemerolehan kema-juan indvd dp disiplin proses k’ing)
.
1. Bangun dan Pelihara Hubungan konseling
• bangun sikap saling percaya dan hargai klien--konselor,
• tulus (sincerity) dalam membantu kliennya,
• pusat perhatian pd sejahtera klien dlm konteks masy. sehat
• bersikap lugas, jauh dari sikap pura-pura.
• toleran thd respon negatif klien, & segera menetralisir
• atmosfir hub permisif & hangat, sbg miniatur interaksi sosial yang baik
• sepakat tujuan konseling -- sebagai metode kontrak
• sampaikan harapan akan hasil, komunikasikan feeling ia dpt tertolong, dan ia dpt belajar membantu dirinya
• k’or yakin thd. keefektifan konseling, tunjukkan optimisme

2. Penelitian Psikologis (psychological investigation)
 analisis psikodinamika yg operasi dlm dr indvd=diagnosis.
Kgt. Konselor:
• meneliti, menganalisa, dg identifikasi peristiwa khusus
• menghubung-hubungkannya,
• membuat hipotesis atas konflik yang dialami klien.
Tujuan utama, yaitu:
• eksplorasi dasar pemikiran, premis, sistem kepercayaan dr tujuan ssorg via tampilan gaya hidupnya,
• fahami dinamika yg dukung konflik ssorg (lacak faktor yang pengaruhi)
• temukan dasar tindakan treatment

Prosedur khusus untuk himpun informasi
• Prakonseling: cari riwayat indvd via klien, klg, guru, orla.
• Selama konseling: lacak lebih lanjut pengalaman diri klien.
Teknik teknik
• wawancara yang bisa mengungkap interaksi sosial klien.
• pengamatan individu dalam suasana sosial yang lebih luas.
bidang-bidang yang digali
• konds subyektif indvd: keluhan, perasaan, cara pandang
• sifat objektif situasi klien: fungsi indvd dlm lingk sos (sek, teman sby, interaksi dlm klg; situasi kerja, keterlibatan dg org di luar lingk kerja dan lingk klg).
• simpulan sementara sebab-sebab yang dasari keluhan klien.
• gaya hidup dikaitkan dg konstelasi klg & kesadaran ingatan awal yang refleksikan skema hidupnya (scheme for living).

sangkut:
• Ingatan/ rekoleksi masa kanak-kanak.
• Gangguan-gangguan pada masa kanak-kanak,
• Kondisi khdp yg tdk untungkan: masa lampau, sekarang;
• Posisi anak dalam urutan kelahirannya.
• Isi mimpi baik siang maupun malam.
• Semua gerakan/perilaku klien yg dpt diamati k’or selama proses dan pascakonseling.
Proses
• teliti mslh disini dan kini: analisis dlm persptf tujuan tindk
• buat dugaan & cari alasan di balik tindk klien  cara k’or tanya pd dr, "Apa tujuan dia berTL seperti ini? apa yg ia ingin capai? Itu tampak dlm kata-kata, misalnya: "Saya tak tahu mgp saya berbuat dmkn, tdk spt biasanya."

3. Penumbuhan wawasan (insight)
penyadaran atau penghantaran ke tujuan.
• Indvd didorong fahami mgp dia berperilaku ini dan itu,
• apa yang jadi penyebabnya.
• lebih diarahkan pd perbuatannya dp perasaannya.
• Jika klien ungkapan perasaan, maka pemahm diarahkan pd apa tujuan perasaan itu, bukan pd diskripsi atau refleksi
Indvd gunakan perasaan cemas atau depresi hanya utk dukung logika pribadinya. Contoh:
• "Saya tak berdaya"
• "Saya sudah putus asa"
• "Kehidupan ini sungguh tidak adil" dll

fahami dr segi apa yg jadi tujuan perasaan itu.
Tujuan perilaku salah
• menarik perhatian,
• penghindaran
• kekuasaan
• balas dendam
catatan:
• Insight bukan prasyarat bg perubahan, hanya sbg kekuatan tambahan yg bantu individu ke perubahan.
• Pekalah thd insight yg hanya pd aras intelektual; biasa jadi pertahanan diri, seperti: "Ya, tetapi..." atau "Saya tahu bahwa saya harus menghentikan hal itu, namun ..." dsb.
Capaian klien
• faham thd kesalahan-kesalahan dasar yang dibuat,
• faham peranan macam apa yg dukung masalah mereka, dan bgmn mrk terjerat pd kesulitan.
• dapat memikirkan bgmn perbarui situasi hidup mereka.
Reorientasi (Reorientation or reeducation)
Sbg tahap action-oriented: wujudkan insight ke tindakan
Tujuan
• agar klien kembangkan TL yg konstruktif & efektif
• bantu klien lihat pilihan baru yg lebih fungsional: pilihan sikap, keyakinan, tujuan dan perilakunya
.
Proses & peran konselor
• K’or tantang dan dorong klien hentikan dasar pikiran (premis) yang salah
• K’or bantu klien tangani rasa rendah dirinya dan dorong tunjukkan Self-respect-nya.
• klien mulai alami (ambil penglm) atas kekuatannya (inner resources) utk pilih dan arahkan kehidupannya.
• K’or berikan timbangan bahwa klien dapat putuskan utk buang atau pertahankan premisnya
• memulai reorientasi tingkah laku.
• K’or ajarkan konsekuensi TL dan tujuan baru
 cara lihat klien telah terorientasikan atau tdk: dg lihat atau bertanya ttg rekoleksi awalnya, berubah atau tidak
Pengalaman klien
• buat putusan dan ubah tujuan-tujuannya,
• tetapkan komitmen utk berubah,
• bina khdp yang lebih sehat: kembangkan interes sosial dan aktvt kerjasama, tdk biarkan pikiran salah kuasai dirinya.





Teknik-teknik Khusus
• Contract, membuat janji perilaku
• Instalation of hope, memberikan harapan akan peluang keberhasilan
• Observation, mengamati perilaku verbal dan nonverbal
• Paraphrasing, mensistematikkan dan menunjukkan inti situasi/data
• Asking or open-ended-question, mengajukan pertanyaan untuk cerita lebih lanjut dan lebih dalam
• Integration, mengaitkan satu keterangan dengan yang lain dalam satu kesatuan kerangka pengertian
• Summarization, membuat rangkuman
• Confrontation, mempertentangkan fenomena yang bertolak belakang
• Encoragement, mendorong berbicara dan berbuat
• Interpretation, memberikan makna tujuan perbuatan
• Supporting, memberikan dukungan atas pemahaman dan pilihan perilaku yang positif
• Reinforcment, mengganjar pemahaman dan perbuatan yang dikehendaki
• Silent, diam memberikan kesempatan merenung
• Information, pemberian penjelasan yang diperlukan
• Advise, memberikan saran-saran kebaikan
• Mirror technique, memberikan balikan mengenai kondisi perasaan konseli
• The law of natural consequences, mengajarkan tentang konsekuensi alamiah dari satu perbuatan
• Modeling and imitation, pemberian contoh
• Disarming, memperdayakan terhadap keyakinan yang salah
• Commitment, membangun motivasi dan keterikatan untuk melaksanakan rencana tindakan

(disajikan dalam perkuliahan konseling individual)
taken from,,,
Drs. Lutfi Fauzan, M. Pd

SIGMUND FREUD DAN ALIRAN PSIKOANALISIS

Sigmund Freud (1856-1939)
Oleh: Prof. Drs. MBSc. Ph.D., Psikolog Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada

Latar Belakang Kehidupan

• Lahir di Freiberg Moravia
• Pindah ke Wina (dikejar Nazi terus ke London)
• Selama tinggal di London hampir setiap tahun menerbitkan buku
• Meninggal di London
• Dia adalah Dokter yang mengobati kekacauan syaraf.
• 1909, pengakuan pertama keahliannya oleh Clark University, Worchester.

Latar Belakang Pandangannya

Sangat dipengaruhi oleh Darwin (survival) dan Fechner (dasar pengetahuan ilmu jiwa). Selanjutnya ahli Hermann von Helmholtz (pengawetan energy) bahwa energy adalah kumpulan dari massa. Dokter muda yang menyelidiki ilmu hayat, ia sukar melepaskan dirinya dari fisika. Untungnya ia dibimbing Ernst Brucke (direktur laboratorium physiology) yang ia kagumi karena teorinya yang dinamis.

Konsep-konsep yang ditawarkan dan karya utama Sigmund Freud

• Psikoanalisa sebagai system ilmu jiwa dan bukan suatu cabang ilmu jiwa atau psikiatri.

Karya Freud

• 1890, Interpretation of Dreams
• 1904, The Psycopathology of Everyday life
• 1905, A Case of Hysteria, Three Essays of Sexualities, Wit and Its Relation to the Unconcious
• The Future of Illussion
• Civilization and Its Discontents (Kritik Kemasyarakatan)

Menghidangkan Karya Freud

Karya-karyanya terpencar dalam banyak artikel dan tulisannya buku terpencar di beberapa media dan buku yang ditulis sejak 1890 hingga 1936.
Pribadi Freud adalah pribadi yang berkembang, Freud selalu memperbaiki, mengubah dan memperluas teorinya.
Beberapa pendapatnya terdahulu yang telah dibuang dan banyak yang lain dirumuskan kembali.

Histeria (A Case of Hysteria, 1905)

Penanganan pasien hysteria mengarahkan pada kesadaran bahwa masalah fisik berhubungan dengan masalah intra psikis, seperti ingatan akan peristiwa lampau yang traumatic.

Proses intra-psikis digambarkan dengan adanya resistensi, represi, yang terjadi karena adanya konflik antara keinginan dan keinginan lain, dan yang tidak dapat diselesaikan dengan etika, estetika dan keyakinan personal dalam kepribadian individu. Konflik-konflik yang tidak dapat diselesaikan tersebut kemudian direpresi dari kesadaran dan dilupakan.

Gagasan Struktur Psikis

Struktur kepribadian: id, ego dan superego.
Kesadaran dibedakan atas kesadaran, ambang kesadaran, dan ketidak-sadaran.
Dinamika proses ketika ada kebutuhan atau konflik kebutuhan dimana ego menjadi pengatur sesuai prinsip realitas, dengan adanya proses represi, yang dapat berakibat terjadi hambatan, simtom dan kecemasan.
Ketidaksadaran akan berisi hal-hal yang sudah direpresi.
Kebutuhan yang direpresi bukannya menjadi tidak ada, melainkan tetap aktif hanya menunggu kesempatan untuk muncul kembali ke kesadaran.
Dengan cara terselubung atau mengambil bentuk lain kekuatan yang direpresi muncul kembali ke kesadaran dengan sensasi yang sama-sama menyakitkan.
Bentuk lain dari gagasan yang ditekan, disebut juga sebagai simtom, aman dari serangan pertahanan diri ego.
Sublimasi merupakan suatu cara untuk mengatasi rasa bersalah karena adanya gagasan patogenik, yaitu dengan mengarahkan pada tujuan yang lebih tinggi yang bebas dari penolakan.

Susunan dan Dinamika Kepribadian (Ilmu Jiwa Dinamis)

Erotic Spheres Three Essays of Sexualities, 1905

Simton terkait dengan harapan-harapan seksual yang patogenik (infatil seksualitas) di masa kecil, baik pada laki-laki maupun perempuan.
Seksualitas anak kecil, terlepas dari masalah reproduksi yang berfungsi paling akhir.
Seksualitas infatil memungkinkan anak mendapatkan kesenangan dari berbagai sumber.
Sumber kesenangan adalah perangsangan sendiri (auto-erotism) pada bagian-bagian tubuh yang peka (erogenous-zones).
Komponen lain dari kesenangan seksual adalah komponen impuls, atau libido, yang melibatkan orang lain sebagai objek. Komponen ini muncul sebagai pasangan yang berlawanan, seperti aktif dan pasif (missal sadism-masochisme; kesenangan ekshibisi aktif/pasif).
Manifestasi seksual infatil dapat dilihat dari pilihan objek, dimana orang lain mempunyai peran penting.
Kehidupan seksual kanak-kanak sangat kaya tetapi tidak saling terkait, dimana satu impuls mengarahkan pada kesenangan yang tidak terkait dengan impuls lain. Hal ini di masa datang akan berkorelasi dan diorganisasi dalam dua arah umum sehingga mendekati pubertas karakter seksual menjadi lebih jelas.
Jika ada yang kurang terpuaskan akan terjadi regresi (kekanak-kanakan).

Psikologi dari Error The (Psychopathology of Everyday life, tahun 1904)

• Keseleo lidah, salah tulis, salah baca, salah dengar.
• Kelupaan temporer: nama, apa yang akan dilakukan.

Interpretasi Mimpi (merupakan buku pertama tahun 1890 dan Wit dan Its Relation to the Unconcious)

Menggantikan hypnosis
Merupakan cara tidak langsung untuk mengnterpretasi hal-hal yang ditekan di ketidak-sadaran.
Isi dari mimpi merupakan pemunculan terselubung dari pikiran-impian yang tidak disadari akibat resistensi ego.

Mimpi

Bukan fenomenon somatic melainkan fenomenon mental.
Orang mempunyai pikiran yang ia ketahui tanpa pengetahuan bahwa ia mengetahuinya.
Interpretasi mimpi dan error untuk memahami pikiran yang tidak disadari.

Garis Besar

Konsep kesadaran-ketidaksadaran
Kebutuhan-kebutuhan yang menimbulkan konflik, menyebabkan terjadinya represi, resistensi.
Kebutuhan didasari oleh kesenangan seksual.
Kesenangan seksual muncul sejak masa kanak-kanak, jika tidak terpenuhi akan terjadi regresi.
Substitusi kebutuhan yang direpresi, muncul sebagai simton.
Interpretasi mimpi dan error menjadi cara memahami pikiran/harapan/kebutuhan yang ada di ketidaksadaran.

Kata Kunci

• Hidup itu pilihan
• Konflik
• Energy dan motivasi
• Kastrasi kompleks

Yang dipengaruhi Freud

• Carl Gustave Jung
• Adler
• Erich From dan Neo Freudian
• Lacan
• Fritz Kunkel

Catatan

Frustasi adalah tumpukan kegagalan yang menutup id sehingga kita sulit membedakan kenyataan dan impian.
Libido  Eros Thanatos  Motivasi
Saat tidur, control diri lemah.
Id: bawah sadar (dorongan diri, tuntutan), Ego: alam sadar (realitas), superego: normative (harapan).
Rahasia memberikan beban (menekan id).
Perokok adalah contoh kasus orang yang tidak puas pada masa oral, dan homoseksual adalah orang yang tidak puas pada fase anal.
2 kategori orang dalam dunia seks: pemuas dan penikmat (tidak akan pernah puas).
Dalam rumah tangga yang perlu diperhatikan adalah jadilah pendengar yang baik (komunikasi).
Sesuatu yang menyenangkan ingin diulangi lagi, sesuatu yang tidak disukai tidak ingin terulang kembali.
Pembunuh sadis biasanya pendiam.
Demokrasi dapat berjalan dengan baik jika berangkat dari ego.
Keadaan yang bagus adalah selalu merubah kondisi id, ego dan superego sesuai dengan kondisi yang kita hadapi (contoh: pakailah id ketika berhadapan dengan anak-anak).