Sabtu, 18 Juni 2011

PENCIPTAAN LINGKUNGAN DALAM KONSELING REALITA,,, (TAKEN FROM CYCLE WUBBOLDING)

Konseling realita didasarkan pada prinsip bahwa semua perilaku manusia sebenarnya memiliki tujuan tersendiri. Dan semua perilaku didorong oleh keinginan individu untuk memenuhi 5 kebutuhan dasarnya yaitu kebutuhan untuk bertahan hidup, kebutuhan akan cinta dan memiliki, kebutuhan akan kekuatan, kebutuhan akan kebebasan, dan kebutuhan akan rasa senang (survival, love and belonging, power, freedom, and fun).
Konseling Realita juga menekankan perlunya penciptaan lingkungan dalam konseling, yang bisa menentukan keberhasilan dan kegagalan suatu proses konseling. Adapun cara untuk membentuk lingkungan konseling adalah dengan dua hal utama, yaitu hal-hal yang seharusnya dilakukan oleh konselor, dan hal-hal yang tidak seharusnya dilakukan oleh konselor.
1. HAL-HAL YANG SEHARUSNYA DILAKUKAN KONSELOR
Pada dasarnya, hal-hal yang seharusnya dilakukan konselor adalah bagaimana mengembangkan hubungan konseling yang menggambarkan suatu hubungan yang dekat antara konselor dengan konseli, yang dibangun berdasarkan suatu kepercayaan dan harapan bahwa proses pemberian bantuan akan berhasil dilaksanakan, yang di dalamnya terdapat persahabatan, kejujuran, dan keakraban.
Suatu hubungan seperti yang digambarkan di atas, dapat dikembangkan bilamana konselor melakukan hal-hal seperti di bawah ini.
a. Using attending behaviors
Konselor diharapkan bisa bersikap attending dalam setiap sesi konseling, yang bisa diwujudkan dalam bentuk kontak mata yang menyiratkan perhatian, postur dan gestur yang seimbang, mengembangkan kemampuan mendengarkan yang efektif. contoh :
berhenti bicara, mampu menguraikan kembali apa yang dikatakan oleh konseli menggunakan kata-kata sendiri, mengupayakan mencari kejelasan untuk memahami pesan, memandang konseli dengan penuh minat, dan menghindarkan hal-hal yang bisa mengganggu pendengaran



b. AB-CDE (Always Be Consistent, Courteous, and Calm, Determined that Enthusiastic)
Konselor diharapkan selalu dapat bertindak konsisten, sopan, dan tenang, yang menggambarkan keantusiasan atau keinginan konselor untuk benar-benar mau membantu konseli.
Contoh :
Menghentikan segala kegiatan yang dilakukan sebelum konseli datang dan menerima konseli dengan tangan terbuka dan tenang, menyadari sepenuhnya bahwa dia adalah konselor yang bertugas untuk membantu konseli menyelesaikan permasalahan yang mungkin dimilikinya.
c. Suspend Judgement
Konselor diharapkan untuk bisa menangguhkan penilaian pada setiap perilaku yang dilakukan oleh konselinya. Artinya, konselor tidak boleh memberikan label pada perilaku yang ditunjukkan oleh konselinya, semata-mata hanya sebagai perilaku yang negatif. Dengan adanya penangguhan penilaian, maka proses konseling bisa dilakukan dengan lebih baik.
Contoh :
Penerapan teknik acceptance, bisa dilakukan secara verbal (saya paham, saya mengerti, ya, hemm, baik, bagus), dan bisa dilakukan secara non verbal (menganggukkan kepala, kontak mata, ekspresi wajah, isyarat tangan, pandangan kea rah wajah) yang mana kesemua perlakuan konselor di atas, tidak dilakukan dengan maksud untuk membenarkan apa yang dilakukan oleh konseli, tetapi hanya dilakukan sebagai wujud bahwa konselor memperhatikan konseli dan bisa menghargai apapun yang dilakukan atau dikatakan konseli.
d. Do the Unexpected, Paradoxical Techniques
Konselor diharapkan mampu untuk melakukan hal-hal yang terkadang tidak diduga oleh konseli jika diperlukan di saat yang tepat.
Contoh :
Menggunakan teknik konfrontasi atau mengkonfrontasikan konseli di saat konseli banyak melakukan kebohongan (proyeksi).


e. Use Humor
Konselor diharapkan mampu membantu konseli memenuhi kebutuhannya akan rasa senang dengan syarat tidak melampaui batasan yang layak.
Contoh :
Konselor yang efektif tidak lupa bagaimana caranya tertawa, sehingga konseling tidak berjalan kaku. Konselor bisa mengajak konseli tertawa terutama dalam teknik-teknik awal seperti pembinaan hubungan baik dalam konseling, supaya konseli sendiri juga merasa nyaman mengikuti konseling.
f. Establishes Boundaries and Policies
Konselor diharapkan mampu menentukan batasan-batasan dalam keseluruhan proses konseling, sehingga konseling itu sendiri berjalan dengan professional sesuai dengan batasan yang dibuat oleh konselor dan disepakati bersama dengan konseli. Dalam proses konseling, hal ini lebih dikenal dengan sebutan structuring, yaitu suatu cara menginformasikan dan memperoleh kesepakatan mengenai batasan atau konsekuensi tertentu dalam proses konseling.
Contoh :
• Role limit
Konselor memberikan informasi mengenai fungsi, tugas, dan apa yang bisa diharapkan dari seorang konselor kepada konselinya
• Time limit
Konselor memberikan informasi mengenai berapa lama konseli memiliki waktu untuk berbicara dengan konselor
• Action limit
Konselor memberikan informasi bahwa konseli boleh menumpahkan segala kerisauannya, tetapi tidak boleh melakukan hal-hal yang tidak pantas, misalnya membantung barang atau menaikkan kaki.
• Topic limit
Konselor menginformasikan topik apa saja yang akan dibahas dalam satu kali pertemuan konseling dan harus ditawarkan pada konseli, topik mana yang harus dibahas terlebih dahulu


• Service limit
Konselor menginformasikan bahwa fungsi dari layanan konseling adalah memberikan layanan psikis-emosional, bukan layanan yang lainnya.
• Cost limit
Konselor menginformasikan jika seandainya proses konseling memerlukan biaya jika memang diperlukan
• Confidentiality limit
Konselor memberikan jaminan kerahasiaan pada konseli, meyakinkan konseli bahwa dirinya akan menjaga kerahasiaan dari konseli tersebut sesuai dengan etika profesi konselor
• Goal limit
Konselor harus menginformasikan pada konseli bahwa tujuan konseling akan dipecah-pecah menjadi tujuan yang lebih kecil sehingga akan memudahkan proses konseling itu sendiri
g. Share Self and Addapt to Own Personality
Konselor diharapkan mampu mengkomunikasikan siapa dirinya yang sebenarnya, menunjukkan siapa dirinya, tidak ditutup-tutupi. Konselor diharapkan untuk mampu memenuhi kebutuhan-kebutuhan dirinya secara terbuka, bersikap pribadi dan tidak menjauhkan diri, membiarkan nilai-nilainya sendiri ditantang oleh konseli, menunjukkan keberanian secara sinambung menghadapi konseli, memahami dan merasakan simpati kepada konseli.
Contoh :
Perlu adanya self-disclosure (membuka diri) sehingga konselor bisa menunjukkan dirinya yang sebenarnya, bukan dirinya yang ditutup-tutupi, serta tidak terlalu banyak menggunakan mekanisme pertahanan diri (aplikasi dari authentic dan genuine)
h. Listen for Metaphors and Use Stories
Konselor diharapkan mampu untuk mendengarkan perumpamaan yang dikatakan oleh konseli dan memberikan kesempatan pada konseli untuk bicara.
Contoh :
Konselor memberikan kesempatan konseli untuk bicara.

i. Listen for Themes
Konselor diharapkan mampu mendengarkan apa yang dikatakan oleh konseli, dan mampu mencari pokok pembicaraan dari sana, bukan hanya sekedar mendengarkan begitu saja.
Contoh :
Penggunaan reflection of feeling untuk memantulkan kembali peraan konseli dari apa yang telah diceritakannya, sehingga dari sana konselor bisa mengetahui bagaimana perasaan konselinya.
Penggunaan clarification untuk merangkum kembali apa yang telah diceritakan oleh konseli menggunakan kata-kata baru yang lebih segar, namun bisa mencakup keseluruhan inti dari pembicaraan konseli.
j. Summarize and Focus
Konselor diharapkan mampu untuk merangkum kembali apa yang telah dibicarakan oleh konseli selama proses konseling, bisa dilakukan bersama-sama dengan konseli, kemudian bersama-sama pula memfokuskan masalah yang akan diselesaikan.
Contoh :
Penggunaan tekni summary bagian untuk merangkum apa saja yang telah dibicarakan bersama. Summary bisa dilakukan baik oleh konselor, konseli, maupun keduanya.
k. Allow or Impose Consequeces
Konselor diharapkan mampu menyiapkan konsekuensi dari apapun yang dilakukannya, sehingga konselor akan mengajarkan hal ini pada konselinya untuk bertanggungjawab.
Contoh :
Penggunaan teknik taking responsibility untuk membuat konseli bertanggungjawab atas apa yang dilakukannya.
l. Allow Silence
Konselor diharapkan mampu melakukan teknik silent dengan tujuan untuk membiarkan konseli memikirkan apa yang dilakukan atau dikatakannya. Dana harapan dari hal ini adalah konseli mampu lebih bertanggungjawab terhadap perilaku apapun yang dilakukannya. Tentu saja hal ini tidak bisa dilakukan dalam waktu yang berkepanjangan, karena hal itu bisa merusak esensi dari konseling realitas.
Contoh :
Dalam proses perencanaan, konselor membiarkan konseli untuk berpikir sementara waktu, dalam batas waktu yang tidak terlalu lama.
m. Show Empathy
Konselor diharapkan mampu merasakan apa yang dirasakan oleh konselinya, dalam kerangka berpikir konselor, sehingga meskipun dia merasakan apa yang konseli rasakan, dia tidak hanyut sepenuhnya pada perasaan itu.
Contoh :
Teknik sharing of experiences, digunakan konselor untuk menggambarkan bahwa konselor memahami betul apa yang dirasakan oleh konseli, dan mengkaitkannya dengan keadaan keumuman agar terjadi kestabilan emosi. Dalam hal ini terlihat sekali peranan internal frame of reference dan external frame of reference.
n. Be Ethical
Konselor diharapkan mampu belajar mengenai isu-isu etik dan kejadian-kejadian yang berhubungan dengan moral dan susila untuk membantu menyelesaikan masalah yang dihadapi oleh konselinya.
Contoh :
Bagaimana konselor menghadapi masalah yang berkaitan dengan bunuh diri.
o. Create Anticipation
Konselor diharapkan dapat menciptakan antisipasi dari apa yang dilakukannya, dan mengkomunikasikan kepada konseli harapan yang diinginkan oleh konselor. Harapan ini bertujuan untuk mendorong konseli ke arah yang lebih bertanggungjawab terhadap perbuatannya sendiri. Di sini konselor bisa mengatakan bahwa sesuatu yang bagus hanya akan terjadi ketika setiap orang berkeinginan untuk melakukan yang terbaik.
Contoh :
Konselor memberikan reassurance predictive untuk mendorong konseli melakukan tindakan positif dengan meramalkan hal-hal positif yang akan terjadi sebagai konsekuensi dari perilaku konseli.

p. Practice Lead Management
Konselor diharapkan berlatih terus menerus bagaimana manajemen menjadi pemimpin yang bagus, sebab tugas dan fungsi konselor di dalam konseling realita adalah bertindak sebagai pembimbing yang membantu konseli untuk membantu konseli agar konseli bisa menilai tingkah lakunya sendiri secara realistis.
q. Discuss Quality
Konselor diharapkan mampu untuk berdiskusi dengan konselinya, mengenai kualitas hubungan yang telah dibangun bersama konseli, untuk bisa membuat konseli lebih bertanggungjawab lagi apabila ada kemungkinan kekurangan dalam proses konseling yang telah dilakukan.
r. Increase Choices
Konselor diharapkan mampu mengembangkan berbagai macam alternatif penyelesaian masalah, hanya saja laternatif itu sebisa mungkin tidak dikomunikasikan langsung pada konseli. Membiarkan konseli menentukan sendiri tujuan akhir konseling, namun tetap harus sesuai dengan kerangka pikir konselor.
Konselor membantu konseli menemukan alternatif-alternatif dalam mencapai tujuan, tetapi konseli sendiri yang menentukan tujuan konseling tersebut.
s. Discuss Problems in the past, and solution in presents, and future tenses
Konselor dalam realita bertugas untuk mendengarkan apa yang dialami konseli, namun mengesampingkan kemengapaan. Hal ini sesuai dengan prinsip realita bahwa masa lampau merupakan sesuatu yang tidak dapat diubah, sehingga hanya akan menghabiskan waktu saja membicarakan masa lalu, yang bisa ditubah adalam masa sekarang dan masa depan. Kalaupun didiskusikan dalam konseling, masa lalu selalu dikaitkan dengan tingkah laku saat ini. Konselor trebuka untuk mengeksplorasi segenap aspek dari kehidupan konseli sata ini mencakup harapan, ketakutan, nilai, kekuatan, potensi, keberhasilan, dan kualitas positif konseli. Konselor berusaha untuk membantu konseli lebih bertanggungjawab di masa sekarang dan masa depan, akan apa yang dilakukannya.
2. HAL-HAL YANG TIDAK SEHARUSNYA DILAKUKAN KONSELOR
a. Argue, Attack, Accuse
Konselor tidak diperbolehkan untuk mendebat, menyerang, dan menuduh atau menyalahkan tingkah laku konseli. Sebisa mungkin konselor menangguhkan penilaiannya, untuk kemudian melanjutkan sesi konseling yang bertujuan untuk melihat aspek diri konseli yang lain.
b. Boss Manage, Blame, Belittle
Konselor tidak diperbolehkan melakukan konseling dengan terlalu banyak perintah, dan menganggap konseli kerdil dengan segala kesalahannya. Sebaliknya, konselor harus memandang konseli dari segi potensi dan kelebihan yang dimilikinya, sehingga ia mampu menjadi pribadi yang bertanggungjawab terhadap dirinya dan tingkah lakunya.
c. Criticize, Coerce, Condemn
Konselor tidak diperbolehkan mencela, memaksa, dan menghukum konseli atas perbuatannya. Tugas konselor ialah membawa konseli yang semula tidak bertanggungjawab, menjadi pribadi yang lebih bertanggungjawab dalam realita.
d. Demean, Demand
Konselor tidak diperbolehkan untuk merendahkan dirinya sendiri dan tidak diperbolehkan pula terlalu banyak meminta konseli melakukan hal-hal yang dianggap baik. Konselor bertanggungjawab untuk membuat konseli mau dan mampu melakukan tindakan, sesuai dengan yang diinginkan oleh konseli atas dasar tangggungjawab.
e. Encourage Excuses
Konselor tidak diperbolehkan terlalu memberikan maaf pada konseli. Konseling realitas merupakan konseling yang di dalamnya tidak ada dalih. Menurut konseling realitas, memang tidak semua komitmen yang dibuat dapat terlaksana dengan baik, namun kegagalan dalam meraih komitmen tersebut pasti ada alasannya, yang mana dalam hal ini konselor tidak berhak untuk menyalahkan konseli atas kegagalannya. Konselor hanya perlu menekankan pada apa maksud konseli menyelesaikan sesuatu yang diputuskannya tersebut.
f. Instill Fear, Find Fault
Konselor tidak diharapkan mampu menemukan kegagalan pada diri konseli. Yang diperlukan bagi seorang konselor adalah membawa konseli menemukan tindakan yang lebih efektif untuk dilakukan sekarang dan masa depan.


g. Give Up Easily, Take For Granted
Konselor tidak boleh terlalu cepat menyerah untuk membelajarkan konseli supaya tidak gampang menyerah pula. Ketika konselor mengajarkan konseli untuk lebih bertanggungjawab, maka konseli pun bisa akan lebih bertanggungjawab pada apa yang dilakukan dan dipikirkannya.
h. Hold Grudges
Konselor tidak boleh menaruh dendam pada konseli. Merupakan prinsip dasar konseling, bahwa konselor harus bisa menerima konseli apa adanya, termasuk tidak adanya dendam di dalamnya.

(tugas kelompok Naning n friends,,, matakuliah Mikrokonseling,,, Maret 2010)

1 komentar:

  1. mbak saran...dikasih daftar rujukan.
    by ryan (seputarbusindonesia.blogspot.com)

    BalasHapus