Selasa, 21 Juni 2011

KONSELOR SEBAYA (PEER COUNSELING) UNTUK MAHASISWA

KONSELOR SEBAYA (PEER COUNSELING) UNTUK MAHASISWA
A. LATAR BELAKANG DAN HAKEKAT PENTINGNYA KONSELOR SEBAYA (PEER COUNSELING)
Peran keluarga besar yang semakin menurun terhadap kemandirian keluarga menyebabkan disparitas peran orangtua dan mahasiswa. Kesenjangan hubungan tersebut menyebabkan mahasiswa yang berada pada tahap perkembangan remaja akhir atau deasa awal lambat dalam menemukan identitas diri akibat tuntutan kedewasaan yang semakin tinggi.
Mahasiswa yang berada dalam masa transisi antara remaja akhir dan dewasa awal membutuhkan bantuan psikologis bagi individu-individu yang berkepribadian normal agar dapat berkembang secara optimal.
Mahasiswa yang kebanyakan sudah menganggap dirinya sebagai pribadi yang dewasa pun, tidak jarang menghadapi permasalahan-permasalahan hidup. Hal ini disebabkan karena pada hakekatnya, manusia hidup selalu dihadapkan pada masalah-masalah tertentu, baik itu termasuk ke dalam kategori ringan, sedang, ataupun berat.
Dalam perkembangannya, tak selamanya masalah-masalah yang datang tersebut selalu bisa diselesaikan sendirian oleh mahasiswa yang bersangkutan. Adakalanya terdapat masalah-masalah tertentu yang tidak bisa dipecahkan sendirian, melainkan membutuhkan bantuan dari orang lain untuk membantu memecahkannya.
Kelompok sebaya, bagi mahasiswa sebagai individu, penting sekali untuk membantu mahasiswa belajar menemukan identitas diri termasuk di dalamnya pemecahan masalah. Kelompok sebaya, akan membantu mahasiswa sebagai individu untuk menjadi intermediasi agar tujuan mahasiswa yang bersangkutan dapat tercapai, sehingga terjadilah suatu alur kehidupan yang positif.
Merujuk pada hal tersebut di atas, maka kedudukan konselor sebaya diharapkan mampu mengurangi tingkat stress mahasiswa baik karena tuntutan akademik maupun non akademik, sehingga mahasiswa dapat menyesuaikan diri dan memecahkan permasalahan hidupnya secara mandiri pada akhirnya.
Konselor sebaya merupakan model konseling yang mengadaptasi model pembelajaran “Tutor Sebaya”. Konselor sebaya adalah model konseling melalui optimalisasi potensi mahasiswa yang memiliki kemampuan konseling. Dalam model ini, mahasiswa yang memiliki kemampuan konseling dijadikan sumber belajar (konselor) bagi mahasiswa lain yang memiliki permasalahan-permasalahan tertentu.
Model konselor sebaya memanfaatkan peran mahasiswa untuk menjadi mitra belajar menyelesaikan masalah bagi rekan-rekan sesama mahasiswa, atau pihak lain yang hampir sama secara psikologis (sebaya).
Model ini diilhami oleh model pembelajaran co-operative learning dan collaborative learning. Melalui model konselor sebaya jarak antara mahasiswa yang memiliki kemampuan untuk melaksanakan konseling (konselor), dengan masiswa yang memiliki masalah dapat didekatkan. Sehingga hambatan psikologis sosiologis yang menyebabkan masiswa tertekan dapat dikurangi atau bahkan dihilangkan.
Mahasiswa yang memiliki masalah akan lebih mudah berdiskusi dan bertanya kepada teman yang berkemampuan lebih (konselor). Model ini juga dapat menghindari kefrustrasian mahasiswa yang menyukai tantangan (bagi mahasiswa yang akan berperan sebagai konselor), karena mahasiswa tersebut mendapat tantangan yang lebih banyak untuk membantu teman lainnya yang kurang mampu memecahkan masalahnya sendirian. Dia merasa mendapatkan kepercayaan dan perhatian sehingga merasa lebih diberdayakan. Perasaan semacam ini diharapkan dapat memacu dan menumbuhkan semangat untuk berprestasi yang lebih baik, sehingga muncul konselor-konselor sebaya yang berkompeten.
Namun demikian, dalam praktiknya tentu saja mahasiswa yang mendapatkan label sebagai konselor sebaya, haruslah mengetahui terlebih dahulu hal-hal pokok yang perlu dilakukan dalam konseling. Mengingat, bahwa apa yang terjadi dalam konseling tidak semuanya sama seperti hal-hal yang dilakukan dalam kegiatan berbagi cerita atau curhat dalam kehidupan sehari-hari.
B. TUJUAN PELAKSANAAN KONSELING SEBAYA (PEER COUNSELING)
Bukan hanya psikolog atau konselor profesional yang berlatar pendidikan konseling yang bisa menjadi konselor. Mahasiswa dengan segala kemampuannya bisa diberdayakan untuk menjadi tenaga konselor semi profesional. Konselor semi profesional yang dimaksudkan adalah konselor sebaya, yang mana mahasiswa dengan keterampilan konseling, mampu memberikan bantuan untuk para mahasiswa yang lain dalam upaya penyelesaian masalah.
Tujuan konseling sebaya adalah sebagai berikut.
1. Mahasiswa dengan keterampilan konseling, akan membantu mahasiswa yang lain menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang dialaminya,
2. Mahasiswa dengan keterampilan konseling, akan membantu mahasiswa yang lain untuk berkembang menjadi suatu pribadi yang sehat dan efektif,
3. Mahasiswa dengan keterampilan konseling, akan membantu mahasiswa yang lain supaya mampu melakukan perubahan-perubahan positif dalam hidupnya, serta
4. Mahasiswa dengan keterampilan konseling, akan membantu mahasiswa yang lain supaya mampu mengambil keputusan-keputusan tertentu untuk memperbaiki kualitas hidupnya.
Konseling sebaya akan memudahkan mahasiswa untuk mengoptimalisasikan kemampuan refleksi diri dan menyelami aspek-aspek psiko-sosial yang sangat bermanfaat untuk memahami kehidupan pribadinya sendiri dan kehidupan pribadi yang akan dibantunya.
C. PERKEMBANGAN DAN PERMASALAHAN MAHASISWA
Salah satu modal utama untuk menjadi tenaga konselor semi profesional, yaitu sebagai konselor sebaya, mahasiswa harus terlebih dahulu memahami perkembangan dan permasalahan mahasiswa. Dengan memahami dua hal tersebut, maka secara tidak langsung, mahasiswa sebagai konselor sebaya bisa mengetahui latar belakang munculnya permasalahan mahasiswa, jika kelak sudah terjun menjadi konselor sebaya.
Mahasiswa dalam perspektif psikologis, dikelompokkan ke dalam masa perkembangan dewasa awal. Hal ini disebabkan karena secara psikologis, seseorang dikatakan dewasa jika berada dalam rentangan usia ntara 18 sampai 40 tahun. Sementara itu di sisi lain, mahasiswa biasanya berada dalam rentangan usia antara 17 sampai 25 tahun. Dengan demikian, dalam usia semacam ini, mahasiswa dikelompokkan ke dalam usia dewasa awal. Artinya, dalam masa perkembangan ini, mahasiswa dituntut untuk belajar berperan dan bertanggungjawab sebagai seseorang yang dewasa baik secara pribadi maupun sosial, akademis, karier, politis, maupun spiritual.
Mahasiswa sebagai kaum yang berada pada masa dewasa awal, seringkali mendapatkan beban di pundaknya yang lebih penting dan lebih berat dibandingkan pada masa-masa sebelumnya. Ketika seseorang berada pada masa SMA dan sederajat, kemungkinan besar kesalahan-kesalahan yang dilakukan masih banyak dimaklumi oleh masyarakat. Sebaliknya, mahasiswa yang sudah beranjak dewasa, mulai dikurangi toleransi dalam melakukan kesalahannya. Bersamaan dengan itu, beban dan tanggungjawab pun semakin banyak dibebankan kepadanya.
Seiring dengan perkembangan tersebut, banyak pula harapan-harapan yang riil dibebankan kepada mahasiswa. Baik itu yang berasal dari orangtua, keluarga besar, masyarakat, Universitas tempatnya menuntut ilmu, atau pihak-pihak lainnya yang berarti (significant others). Sayangnya, tidak semua harapan yang dibebankan kepada mahasiswa tersebut bisa tercapai dan dapat diwujudkan. Meskipun berbagai lembaga universiter telah banyak disediakan untuk memfasilitasi perkembangan mahasiswa, namun tetap saja tidak semuanya dapat berkembang sesuai dengan yang diharapkan.
Ciri-ciri mahasiswa adalah sebagai berikut.
1. Berada dalam “masa pengaturan”
Dikatakan demikian, karena menurut pandangan masyarakat begitu seseorang mulai memasuki dunia deasa, maka sama artinya dengan hilangnya kebebasan-kebebasan tertentu. Mahasiswa yang mulai memasuki masa dewasa harus lebih siap menerima tanggungjawab yang dibebankan kepadanya. Jika ditilik lebih lanjut, mahasiswa laki-laki mulai dituntut untuk memperhatikan pekerjaan atau kariernya di masa yang akan datang. Sedangkan, mahasiswa perempuan harus mulai belajar untuk menerima tanggung jawab sebagai calon Ibu dan pengurus rumah tangga.
2. Berada pada usia reproduktif
Mahasiswa sebagai kaum dewasa awal tentu saja sedang mengalami masa reproduktif, di mana dia siap untuk melakukan tindakan-tindakan reproduktif untuk melanjutkan keturunannya.
3. Berada pada masa “bermasalah”
Dalam tahun-tahun awal masa dewasa banyak masalah baru yang sering dihadapi oleh seseorang, tidak trekecuali manusia. Masalah-masalah baru ini biasanya berbeda dari masalah-masalah yang sering dihadapi selama ini. Banyak kaum muda yang dihadapkan pada banyak masalah dan mereka tidak siap untuk mengatasinya.
Beberapa alasan mengapa penyesuaian diri pada masa dewasa sulit untuk dilakukan adalah sebagai berikut.
a. Sedikit sekali kaum muda yang mempunyai persiapan untuk menghadapi jenis-jenis masalah yang perlu diatasi sebagai orang dewasa.
b. Mencoba menguasai dua atau lebih keterampilan serempak biasanya menyebabkan kedua-duanya kurang berhasil
c. Tidak memperoleh bantuan dalam menghadapi dan memecahkan permasalahan-permasalahan mereka, tidak seperti saat mereka dianggap belum dewasa.
4. Berada pada masa “ketegangan emosional”
Ketika seseorang berada dalam suatu wilayah baru, maka secara tidak langsung ia akan berusaha untuk memahami letak tanah yang baru saja ditempatinya, mungkin pula ia akna merasa bingung dengan keberadaannya saat itu. Begitu pula dengan mahasiswa yang menjejaki lasa baru dalam hidupnya. Tidak dapat disangsikan, hal-hal semacam inilah yang sebagian mendasari munculnya permasalahan mahasiswa.
5. Berada pada masa “keterasingan sosial”
Dengan berakhirnya pendidikan formal, dan terjunnya seseorang ke dalam pola kehidupan orang dewasa, yaitu karier, pernikahan dan rumah tangga, hubungan dengan teman-teman kelompok sebaya saat remaja pun mulai renggang. Bersamaan dengan itu, keterlibatan dalam kegiatan kelompok di luar rumah akan terus berkurang. Sebagai akibatnya, untuk pertama kali sejak bayi, semua orang muda, akan mengalami keterpencilan sosial atau keterasingan sosial.
6. Berada pada masa “komitmen”
Setelah menjadi dewasa, mahasiswa mulai mendapatkan tanggung jawab bahkan kepercayaan dari pihak lain. Dengan adanya hal ini, maka baik disadari maupun tidak, dalam kehidupan mahasiswa yang bersangkutan, akan mulai muncul berbagai komitmen-komitmen tertentu dalam hidupnya.
7. Berada pada masa “ketergantungan”
Meskipun sudah memasuki usia dewasa yang salah satu cirinya adalah kemandirian, namun tetap saja ada mahasiswa yang maih meletakkan kebergantungan dalam hidupnya. Kebergantungan tersebut biasanya kepada keluarga, sahabat, atau pihak lain dalam jangka waktu yang berbeda-beda antara yang satu dengan lainnya.
8. Berada pada masa “perubahan nilai”
Banyak nilai-nilai pada masa kanak-kanak dan masa remaja yang berubah karena pola hubungan sosial yang lebih luas dengan orang-orang yang berbeda-beda dank arena nilai itu mulai dilihat dari kacamata mahasiswa yang telah memasuki usia dewasa.
9. Berada pada masa “penyesuaian diri dengan cara hidup baru”
Di antara berbagai penyesuaian diri yang harus dilakukan oleh mahasiswa selaku kaum dewasa awal, adalah penyesuaian terhadap gaya hidup. Yang paling umum adalah penyesuaian diri terhadap pola peran seks atas dasar persamaan derajat (egalitarian) yang menggantikan pembedaan pola seks tradisional, serta pola-pola baru kehidupan keluarga, termasuk perceraian, single parent, dan berbagai pola baru di lingkungan mahasiswa.
10. Berada pada masa “kreatif”
Banyak kreativitas yang muncul saat orang-orang berposisi sebagai mahasiswa. Bentuk kreativitas itupun bermacam-macam bergantung pada minat dan kemampuan individual, kesempatan untuk mewujudkan keinginan dan kegiatan-kegiatan yang memberikan kepuasan sebesar-besarnya.
Dari perspektif yang lain, setiap masa perkembangan, pasti mengemban tugas-tugas perkembangan. Tugas perkembangan yang wajib diemban oleh mahasiswa dipusatkan pada harapan-harapan orangtua dan masyarakat agar mereka berhasil berprestasi dalam studi mereka. Sebagian lainnya diharapkan agar mereka segera mendapatkan pekerjaan, memilih seorang teman hidup. Sebagian yang lainnya, meskipun tidak banyak, diharapkan oleh orangtua mereka untuk belajar hidup bersama dengan suami atau isteri, membentuk suatu rumah tanggay, menerima tanggung jawab sebagai warganegara, dan bergabung dalam suatu kelompok sosial yang cocok.
D. LATIHAN MEMAHAMI ORANG LAIN UNTUK KONSELOR SEBAYA (PEER COUNSELING)
Upaya konselor dalam mengenali konseli (kliennya) dalam ragam sifat dan karakteristiknya (individual differencies) bisa dilakukan menggunakan teknik-teknik tertentu sesuai dengan kebutuhannya. Terkait dengan transaksi konseling sebagai transaksi budaya, maka teknik pemahaman individu yang relevan digunakan adalah teknik non testing yang dirancang bangun oleh konselor (termasuk konselor sebaya).
Skill training bagi konselor sebaya (peer counseling) dimaksudkan untuk berlatih mempertajam mind competencies. Teknik pemahaman individu non testing merupakan salah satu teknik untuk menjaring informasi atau keterangan konseli yang, dalam hal ini adalah teman sebaya, yang up to date.
Adapun teknik pemahaman individu tersebut di antaranya adalah sebagai berikut.
1. Observasi
Merupakan teknik merekam data atau keterangan yang berupa perilaku individu yang Nampak (behavior observable). Apa yang dikatakan dan apa yang diperbuat oleh individu yang bersangkutan dalam suatu kegiatan baik secara langsung maupun tidak langsung.
Dalam melakukan observasi, konselor hendaknya melengkapi diri dengan alat-alat observasi yaitu daftar cek (checklist), skala penilaian (rating scale), catatan anekdot (Anecdotal records), dan alat-alat mekanik (mechanical devices).
2. Kuesioner
Merupakan teknik perekam data yang merupakan serangkaian pertanyaan atau pernyataan secara tertulis yang wajib dijawab individu secara tertulis pula. Data atau keterangan yang diungkap berupa fakta, pendapat dan sikap, serta persepsi diri dan hubungannya dengan orang lain. Metode kuesioner merupakan metode yang praktis, setiap responden mendapatkan pertanyaan yang sama, responden bebas memberikan keterangan, mempunya cukup waktu untuk menjawab pertanyaan, dan pengaruh subyektif dapat dikurangi.
3. Wawancara
Merupakan proses komunikasi yang diselenggarakan secara profesional. Sebagai teknik pemahaman individu (yang bersifat pengumpulan data dan face finding), maka wawancara merupakan suatu proses komunikasi dengan mengajukan berbagai pertanyaan secara lisasn baik secara langsung maupun tidak langsung. Wawancara yang bersifat langsung, apabila data yang diperoleh langsung berasal dari individu yang bersangkutan. Sedangkan wawancara yang bersifat tidak langsung, apabila wawancara dilakukan dengan seseorang untuk memperoleh keterangan mengenai seseorang yang lain.
Data atau keterangan yang direkam melalui wawancara misalnya saja adalah kebiasaan belajar, maka konselor perlu merekam pula segala hal yang termasuk indicator dalam kebiasaan belajar (tempat belajar, jadwal belajar, fasilitas belajar, strategi belajat, kesulitan-kesulitasn yang dialami, situasi belajar, perhatian, dan dukungan orangtua, dll).
Manfaat wawancara adalah mengungkap langsung pandangan, sikap dan pendapat seseorang, mengungkap struktur kognitif yang berada di dunia makna seseorang, dan mengeksplor informasi personal.
4. Sosiometri
Merupakan alat yang digunakan untuk meneliti struktur sosial sekelompok individu dengan dasar penelaahan terhadap relasi sosial, status sosial, dari setiap anggota kelompok. Manfaat teknik sosiometri adalah memperbaiki hubungan insane, menentukan kelompok kerja tertentu, meneliti kemampuan memimpin seseorang dalam kelompok pada kegiatan tertentu, mengetahui kekompakan dan perpecahan anggota kelompok. Pemanfaatan teknik sosiometri akan ditindaklanjuti dengan sosiogram, yaitu penggambaran hubungan sosial menggunakan bentuk bagan.
5. Otobiografi
Merupakan pengumpulan data individu dengan jalan mempelajari karangan yang ditulis sendiri oleh subyek terteliti, berupa riwayat kehidupannya pada rentang waktu tertentu. Kegunaan otobiografi adalah mengetahui aspek-aspek, baik pikiran, perasaan, sikap pribadi, tingkah laku atau keadaan emosi, mengetahui tingkat pengetahuan dan pendidikan, pengalaman, minat, bahkan tujuan atau cita-cita yang hendak dicapai, dan sebagai dasar untuk melancarkan instrument non testing lainnya.
6. Inventori masalah (Daftar Cek Masalah/ Problem Checklist)
Merupakan sebuah daftar kemungkinan masalah yang disusun untuk memancing pengutaan masalah yang pernah atau sedang dialami oleh individu yang menyangkut keadaan pribadi seperti sikap, minat, keadaan jasmnani, hubungan personal-sosial, kondisi rumah dan keluarga, dan lain-lain. Adapun daftar problema yang terungkap dalam DCM ada 12, yaitu :
a. Kesehatan
b. Keuangan
c. Pergaulan sosial
d. Agama atau kepercayaan
e. Pekerjaan
f. Keluarga
g. Kepribadian
h. Kurikulum
i. Kemampuan atau bakat
j. Belajar
k. Rekreasi (penggunaan waktu luang)
l. Asmara (percintaan)
E. LATIHAN KOMUNIKASI EFEKTIF UNTUK KONSELOR SEBAYA (PEER COUNSELING)
Berkomunikasi merupakan hal yang harus dilakukan oleh setiap manusia. Karenanya, manusia akan selalu menjalin hubungan dengan manusia lainnya. Berkaitan dengan itu, dibutuhkan sebuah keterampilan komunikasi yang harus dikuasai oleh manusia, agar bisa melakukan kontak dengan pihak lain dalam berbagai situasi.
Tujuan komunikasi :
1. Menemukan diri
2. Berhubungan dengan orang lain
3. Meyakinkan agar mengubah sikap dan perilaku
4. Bermain dan menghibur diri
Taraf komunikasi
Bila seseorang bertemu dengan orang lain, akan terjadi komunikasi. Tetapi komunikasi tersebut akan terjadi dalam taraf kedalaman yang berbeda-beda. Taraf kedalaman komunikasi dapat diukur dari apa, dan siapa yang saling dibicarakan, pikiran atau perasaan, obyek tertentu, orang lain atau dirinya sendiri (Supratiknya, 1995).
Adapun taraf kedalaman komunikasi terjadi dalam lima tahap sebagai berikut.
1. Taraf kelima basa-basi
a. Taraf komuniaksi paling dangkal
b. Terjadi antara dua orang yang bertemu secara kebetulan
c. Pada taraf ini tidak terjadi komunikasi yang sebenarnya
d. Setiap orang tidak membuka diri kepada dan bagi yang lain
2. Taraf keempat membicarakan orang lain
a. Kedua belah pihak sudah saling menanggapi tetapi masih dangkal
b. Belum mau bicara tentang diri masing-masing
c. Obyek pembicaraan di luar dirinya
d. Masing-masing pihak tidak saling berpendapat, hanya sekedar bertukar informasi saja
e. Masing-masing pihak belum saling membuka diri
3. Taraf ketiga menyatakan gagasan dan pendapat
a. Masing-masing pihak sudah saling membuka diri
b. Pengungkapan diri masih terbatas pada taraf pikiran
c. Maisng-masing pihak menghindar dari kesan beda pendapat
d. Cenderung menyenangkan lawan bicara
e. Belum ada keberanian untuk menampilkan diri yang sebenarnya
4. Taraf kedua hati/ perasaan
a. Mulai membuka hati
b. Hubungan satu sama lain terasa lebih akrab
c. Sepakat untuk saling mempercayai
5. Taraf pertama hubungan puncak
a. Ditandai dengan kejujuran, keterbukaan, saling percaya
b. Bebas untuk saling mengungkapkan perasaan
c. Satu sama lain saling memahami
Yang perlu digarisbahwahi bahwa kelima taraf kedalaman komunikasi itu wajib ada dalam konseling, dimulai dari taraf yang paling dangkal sampai pada taraf yang paling dalam atau hubungan puncak. Konseling dimulai dengan komunikasi taraf dangkal, karena hal ini dimaksudkan untuk membangun kepercayaan konseli terlebih dahulu, dan mengurangi ketakutan konseli dalam mengungkapkan permasalahan yang sedang dialaminya.
Mendengar Empatik
Supaya proses komunikasi lebih bersifat personal, apalagi dalam setting konseling, perlu dikomunikasikan kepada lawan bicara, bahwa konselor telah mendengar dan memahami apa yang dikomunikasikannya. Proses komunikasi disebut impersonal, jika penerima mengkomunikasikannya kepada pengirim pesan, bahwa ia tidak memahami pesan yang disampaikan. Kondisi seperti ini tentu saja akn menghambat proses komunikasi.
Dalam pelaksanaan konseling mendengar empatik mengandung arti bahwa ada kesediaan dari pribadi konselor untuk mendengarkan dengan penuh perhatian setiap hal yang dikemukakan oleh konseli atau klien. Di samping itu ada kesediaan untuk memahami pesan yang disampaikan konseli atau klien dari sudut pandang orang tersebut.
Empatik bukan berarti simpatik, bahwa konselor bisa merasakan apa yang dirasakan oleh konseli atau kliennya dari sudut pandang konseli, namun tidak terlarut di dalamnya. Konselor tetap berusaha dan menjadi pihak yang netral.
Kiat paling efektif untuk bisa mendengarkan empatik adalah “sebelum memberikan tanggapan, terlebih dahulu konselor harus memahami cara pandang konselinya. Hal itu akna terjadi jika konselor secara serius mampu menangkap gagasan dan perasaan konselinya, selanjutnya konselor akan mampu memberikan pemahaman atas semua hal yang dikemukakan konseli.”
Memahami Cara Pandang Orang Lain
Agar proses komunikasi dalam konseling bisa efektif, maka konselor perlu memiliki kemampuan untuk memahami sudut pandang konselinya. Oleh karena itu, ketika sedang berkomunikasi dalam suatu setting konseling, yang harus diperhatikan konselor adalah sebagai berikut.
1. Cara pandang konseli dari komunikasinya
2. Pemahaman konseli tentang pesan yang dibahas dalam konseling
3. Segala hal yang berhubungan dengan kebutuhan dan keinginan konseli, dalam setting konseling
Mengungkapkan Perasaan
Perasaan merupakan reaksi internal kita terhadap berbagai pengalaman yang kita terima, dan kita memanfaatkannya melalui bentuk perilaku terbuka untuk mengkomunikasikannya kepada orang lain. Reaksi perasaan tersebut seringkali disertai oleh perubahan-perubahan fisiologis. Tetapi seringkali kita mengalami kesulitan untuk mengungkapkan maupun mengendalikan perasaan-perasaan kita.
Beberapa hal sehubungan dengan komunikasi yang wajib diperhatikan oleh konselor, termasuk konselor sebaya adalah sebagai berikut.
1. Hal-hal yang mendorong terciptanya komunikasi efektif
a. Perhatian
b. Pengertian
c. Kesediaan menerima
d. Tindakan
e. Faktor pribadi
f. Aspek para-bahasa
2. Hal-hal yang menghambat komunikasi
a. Ekspresi wajah yang kurang sesuai
b. Kontak pandangan yang tidak focus
c. Gestur
d. Postur
e. Mengubah topik pembicaraan dengan tiba-tiba
f. Menghubungkan apa yang dibicarakan oleh komunikator dengan pengalaman pribadi
g. Hanyut dengan pikiran sendiri
h. Terdapat penilaian terhadap pengirim pesan
i. Menutup diri terhadap info baru
j. Perbedaan persepsi
k. Pengaruh emosi
l. Kesalahan informasi
3. Cara mengembangkan keterampilan komunikasi
a. Sampaikan pesan yang mudah dipahami oleh komunikasn
b. Gunakan contoh khas yang sederhana dan jelas
c. Gunakan bahasa yang sederhana dan jelas
d. Pikirkan pesan sebelum disampaikan
e. Cek pemahaman pesan oleh komunikasn
f. Ketika mendengarkan, fokuslan dan buat kesimpulan
g. Hindari penilaian pesan sebelum diterima secara lengkap
h. Ajukan pertanyaan klarifikasi untuk menyesuaikan atau menyamakan pemahaman
4. Cara mengirimkan pesan
a. Bicara dengan jelas
b. Deskripsikan tingkah laku
c. Sampaikan pesan yang mudah dipahami
d. Gunakan contoh yang spesifik
e. Gunakan bahasa yang sederhana dan jelas
f. Pikirkan pesan sebelum dikirimkan
g. Kontak pandangan
h. Isyarat non verbal sesuai pesan
i. Cek pemahaman komunikan
j. Ulangi pesan dengan cara yang lain
k. Ajukan pertanyaan klarifikasi untuk samakan persepsi
5. Cara menerima pesan
a. Berhenti bicara
b. Pahami pesan, upayakan kejelasan,
c. Kontak pandangan
d. Hindari penilaian pesan sebelum mendengarkan secara lengkap
e. Hindari hal-hal yang mengganggu
6. Etika komunikasi antar pribadi yang dipandang universal
a. Jujur
b. Tidak menuduh
c. Nilai bersama
d. Memberi gambaran tepat
e. Mematuhi etika
f. Selaras
g. Bersikap positif, tidak mengganggu
7. Pembinaan hubu
F. LATIHAN MEMOTIVASI ORANG LAIN UNTUK KONSELOR SEBAYA (PEER COUNSELING)
Terdapat saat-saat di mana seseorang membutuhkan bantuan, yaitu bila kapasitasnya untuk memenuhi tuntutan hidup terbatas, bila perkembangan yang diinginkan sulit tercapai, bila sulit mengambil keputusan penting, atau bila system pendukung alami tidak tersedia dan tidak memadai.
Dalam konseling, termasuk konseling sebaya, kemampuan memotivasi konseli merupakan keterampilan yang sangat dibutuhkan. Individu yang mengalami masalah umumnya merasa tidak berdaya menghadapi kondisinya saat itu. Sehingga, konselor perlu mengetahui cara-cara memotivasi konseli untuk mencari bantuan, untuk mau membuka diri, dan untuk berkomitmen menemukan solusi dan melaksanakannya.
Keterampilan memotivasi didasarkan pada tahapan konseling. Terdapat tiga tahapan konseling sebagai berikut.
1. Awal membuka diri (initial disclosure)
Pada tahap awal ini dibutuhkan keterampilan memotivasi konseli untuk mau berkomunikasi dan membuka diri
2. Eksplorasi mendalam (in depth exploration)
Pada tahap ini dibutuhkan keterampilan memotivasi konseli untuk memahami diri dan situasi yang dialami
3. Komitmen untuk melakukan tindakan (commitment to action)
Pada tahap ini dibutuhkan keterampilan memotivasi konseli untuk berkomitmen merencanakan dan melaksanakan perubahan
Dalam melaksanakan konseling, ada banyak teknik dasar yang harus dilakukan oleh konselor, termasuk konselor sebaya. Di antaranya adalah sebagai berikut.
1. Teknik untuk mengundang komunikasi dan membangun hubungan konseling
a. Pesan-pesan non verbal
Konselor hendaknya memunculkan bahasa tubuh yang menunjukkan ketertarikan terhadap apa yang disampaikan konseli. Pada awal konseling, hendaknya konselor melakukan keterampilan attending dengan beberapa hal berikut.
1) Menghadap dan condong ke lawan bicara dalam postur yang menunjukkan, bila perlu “excited”
2) Mata terfokus pada wajah lawan bicara
3) Tangan terbuka, seakan-akan menyampaikan, “Saya sangat tertarik menerima apa yang ingin kamu katakana kepada saya”
4) Mempertahankan ekspresi muka yang menarik
5) Melakukan gestur-gestur yang mendorong konseli untuk berkomunikasi (anggukan kepala, senyum, gerakan tangan, dsb)
b. Pesan-pesan verbal
Mendorong komunikasi biasanya dimulai oleh konselor dengan menawarkan undangan yang tulus untuk berkomunikasi, seperti di bawah ini.
1) “Bagaimana saya dapat membantumu?”
2) “Apa yang ingin kamu diskusikan saat ini?”
Setelah konseli merespons undangan untuk berkomunikasi tersebut dan menyampaikan garis besar masalahnya, konselor perlu mengklarifikasinya lebih jauh. Pernyataan-pernyataan yang dapat digunakan untuk mengembangkan komunikasi antara lain sebagai berikut.
1) Ceritakan lebih banyak mengenai..........
2) Bantu saya memahami lebih dalam mengenai..............
3) Ceritakan apa yang terjadi ketika..........
4) Bantu saya memahami pemikiranmu mengenai...............
5) Kedengarannya sekan-akan kamu merasa.................
Secara lebih gamblang, dalam membentuk hubungan baik dengan konseli selama konseling permulaan, yang harus dilakukan oleh konselor adalah sebagai berikut.
1. Penyambutan
Untuk melakukan penyambutan pada konseli, konselor bisa melakukannya secara verbal dan nonverbal.
• Verbal
Misalkan dengan memberi atau menjawab salam, menyebut nama konseli begitu konseli masuk, mempersilakan konseli masuk dan memilih tempat duduk jika memungkinkan (jika ada pilihan tempat duduk. Jika tidak ada pilihan tempat duduk lain, maka jangan ditawarkan untuk memilih. Konselor harus meminta konseli untuk duduk di kursi yang membelakangi pintu, sesuai dengan confidentiality limit), menanyakan kenyamanan duduk konseli, pujian atas kedatangan konseli ke ruangan konseling untuk menghargai konseli, dan menanyakan kabar (Dengan tujuan hanya sekedar untuk memecahkan kebekuan atau basa-basi semata).
• Nonverbal
Menghentikan seluruh aktivitas, isyarat mempersilahkan masuk bagi konseli, membukakan pintu (jika memungkinkan, kecuali konseli telah membuka pintunya terlebih dahulu), menutup pintu di belakang konseli (wajib), menjabat tangan (jika konseli bersedia, mengingat latar belakang budaya konselor dan konseli belum tentu sama), mendampingi konseli berjalan ke tempat duduk. tersenyum, memilih tempat duduk, jika diperlukan sekali bisa merangkul pundak, dsb.
2. Inisiasi Pembicaraan
Indikator dari inisiasi pembicaraan adalah konseli lebih terbuka, bicaranya sudah mulai lancar, dan merasa nyaman berada dalam ruang konseling termasuk untuk menceritakan masalahnya.
• Sesuatu yang masih baru dan segar diusahakan merupakan hal-hal yang tidak menyinggung konseli, topik umum yang banyak dibicarakan dan masih hangat, hobi, kondisi cuaca, benda di sekitar ruangan, potensi, lingkungan asal konseli. Yang mana tujuan dari topik netral adalah untuk menghindari konseli diam dan konseli menjawab ‘tidak tahu’.
• Kegiatan dalam kaitan dengan kelonggaran kedatangan
Misalnya saja, “Apakah saat ini sedang tidak ada pelajaran?”
3. Transisi Pembicaraan
Merupakan pengalihan dari topik netral menuju proses konseling yang sebenarnya.
• Alih topik
Misalnya saja “Sehubungan dengan kedatanganmu kemari, adakah sesuatu yang penting untuk kita bicarakan bersama?”
• Informasi harapan keberhasilan
Konselor memberikan penguatan kepada konseli, bisa dengan menggunakan role limit, konselor menjelaskan kepada konseli apa yang akan dilakukan konselor dalam membantu konseli menyelesaikan masalahnya melalui serangkaian proses konseling. Konselor perlu menekankan di sini, kemungkinan konseling bisa berjalan lancar dengan beberapa syarat, misalnya konseli mampu diajak bekerjasama, konseli benar-benar ingin merubah dirinya, dsb.
• Meminta kesediaan konseli untuk direkam
Tujuannya adalah untuk mempermudah konselor jikia konselor ingin mengkaji ulang masalah konseli, meskipun tidak menutup kemungkinan ada pula konseli yang tidak bersedia direkam. Adapun hasil rekaman tidak boleh disalahgunakan oleh konselor dan dijadikan sebagai data pribadi siswa yang bersangkutan.
• Pengembangan topik
Misalnya saja “Yang kita bicarakan tadi adalah seputar hobi dan prestasimu dalam olahraga. Nah, adakah hal lain mengenai dirimu yang hendak kamu kemukakan?
4. Konselor perlu pula mengembangkan time limit dalam awal konseling sehingga bisa disepakati kapan konseling akan berakhir
Yang paling penting, konselor harus menanamkan sikap acceptance pada konseli, menerima tanpa syarat bagaimanapun dan apapun keadaan konseli yang akan dibantunya.
2. Teknik untuk menciptakan kondisi mendukung berlangsungnya proses konseling
a. Empati
Empati didefinisikan sebagai kemampuan konselor untuk memasuki dunia pengalaman konseli dan untuk mengalami dunia konseli seakan-akan seperti dunia konselor sendiri, namun dalam catatan tidak terlarut di dalamnya. Konselor tetap menyadari siapa dirinya dan siapa konseli. Untuk berempati, diperlukan dua keterampilan yaitu mempersepsi dan komunikasi. Mempersepsi melibatkan proses yang intens dalam mendengarkan tema, isu, konstruk, personal, dan emosi.
b. Penghargaan positif tanpa syarat
Penghargaan positif adalah mempedulikan konseli tidak untuk alasan lain kecuali fakta bahwa mereka adalah manusia yang berharga. Kepedulian terhadap konseli diekspresikan dengan :
1) Antusiasme yang ditunjukkan terhadap kehaditan konseli
2) Jumlah waktu dan energy yang dicurahkan demi kebaikan konseli
Pengalaman dipedulikan dan dihargai, akan membantu konseli mengembangkan kepedulian pada dirinya sendiri. Pengalaman tersebut secara tidak langsung akan menumbuhkan energy positif dan mendorong konseli untuk merespons tuntutan-tuntutan hidup. Jadi, kepedulian konselor dapat meningkatkan antusiasme konseli untuk bekerja dan bertumbuh.
c. Ketulusan (Genuiennes)
Dimensi-dimensi ketulusan adalah sebagai berikut.
1) Transparansi, yaitu suatu keadaan di mana konselor mengizinkan konseli untuk mengetahui pikiran-pikiran dan perasaan konselor. Ini akan mengurangi kekhawatiran konseli bahwa konselor mencoba memanipulasinya untuk berperilaku dengan cara-cara tertentu.
2) Kesungguhan (Realnes), yaitu suatu keadaan di mana konselor bersikap konsisten, sehingga lambat laun akan dipersepsi bahwa konselor memiliki kesungguhan. Jika konseli mempersepsi demikian, maka hal ini akan membantu konseli untuk merasa lebih aman dan percaya sehingga memiliki kemauan yang lebih pula untuk lebih intensif mengeksplorasi diri. Hal ini juga akan mendorong konseli untuk membuang pertahanan diri dan manipulasi diri.
3) Kejujuran (Honesty), yaitu suatu keadaan di mana konselor berkomunikasi secara jujur, memberikan informasi yang membangun untuk konselinya, dan menyampaikan imej diri yang sesungguhnya terhadap konseli
4) Otentik (Authenticity), yaitu suatu keadaan di mana konselor harus mengetahui dirinya sendiri dengan baik. Konselor harus memiliki gambaran yang jelas mengenai kepribadiannya dan bagaimana karakteristik-karakteristik tersebut diekspresikan dalam kejadian-kejadian penting dan dalam berhubungan dengan orang lain.
d. Kekongkritan (Concreteness)
Selama berkomunikasi, konselor mengarahkan pembicaraan pada hal-hal yang spesifik, bukan hal-hal yang umum atau kabur, seperti perasaan-perasaan spesifik, pikiran-pikiran spesifik, dan contoh tindakan yang spesifik. Dengan memahami perasaan atau pikiran yang spesifik, semakin besar kemungkinan untuk memahami diri dan mengembangkan perasaan yang lebih positif.
3. Teknik memotivasi konseli untuk merencanakan dan melaksanakan perubahan
Karena banyak konseli merasa sulit mengubah perilakunya dengan cara-cara lain yang akan memperbaiki kehidupannya, maka konselor perlu memberikan dukungan kepada konseli untuk memutuskan untuk bertindak. Dukungan terhadap rencana tindakan konseli dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu :
a. Mendiskusikan keuntungan-keuntungan yang dapat diperoleh konseli bila melakukan tindakan-tindakan untuk mencapai hasil yang diinginkan konseli (konseli dapat mengembangkan perasaan memiliki control terhadap hidupnya, konseli dapat menghindari gangguan-gangguan yang tidak diinginkan)
b. Mengirangu ketakutan konseli untuk bertindak dengan cara mengulas kemungkinan-kemungkinan negative dan membantu konseli melihat bahwa kemungkinan-kemungkinan negative tersebut tidak begitu sulit diatasi
c. Konselor dapat meminta konseli untuk membayangkan dirinya melakukan sesuatu perilaku baru dan mendeskripsikan situasinya. Dengan cara ini, baik konseli maupun konselor dapat memperoleh pemahaman mengenai kebutuhan-kebutuhan, aspirasi, dan ketakutan terhadap situasi tertentu. Konseli dapat melakukan role playing untuk berlatih menghadapi situasi tersebut.
G. LATIHAN DAN APLIKASI TEKNIK KONSELING TRAIT AND FACTOR UNTUK KONSELOR SEBAYA (PEER COUNSELING)
Secara singkat ancangan konseling Trait and Factor adalah sebagai berikut :
a) Hakekat Manusia
Menurut Williamson (Fauzan, 1994) pada hakekatnya manusia :
1) Manusia dilahirkan dengan membawa potensi baik dan buruk. Menurut Williamson kedua potensi baik dan buruk itu ada pada setiap manusia. Kedua sifat itu dimiliki oleh manusia, tetapi sifat mana yang akan berkembang tergantung pada interaksinya dengan orang lain atau lingkungannya.
2) Manusia bergantung dan hanya akan berkembang secara optimal ditengah- tengah masyarakat. Manusia memerlukan orang lain dalam mengembangkan potensi dirinya. Aktualisasi diri hanya akan dapat dicapai dalam hubungannya dengan orang alin, manusia tidak dapat hidup sepenuhnya dengan melepaskan orang lain.
3) Manusia ingin mencapai kehidupan yang baik (good life). Memperoleh kehidupan yang baik dan lebih baik lagi merupakan kepedulian setiap orang.
4) Manusia banyak berhadapan dengan “pengintroduksi” konsep hidup yang baik, yang menghadapkannya pada pilihan- pilihan. Dalam keluarga, individu berkenalan dengan konsep hidup yang baik dari orang tuanya.
5) Hubungan manusia berkait dengan konsep alam semesta (the universe). Williamson menyatakan bahwa konsep alam semesta dan hubungan manusia terhadapnya sering terjadi salah satu dari : manusia menyendiri dalam ketidakramahan alam semesta, alam semesta bersahabat dan menyenangkan atau menggantungkan bagi manusia dan perkembangannya.
b) Hakekat Konseling
1) Suatu proses yang bersifat pribadi dan individual yang dirancang untuk membantu mempelajari bahan yang diajarkan di sekolah. Mengembangkan sifat- sifat kewarganegaraannya, nilai- niali sosial, pribadi dan kebiasaan diri yang baik, keterampilan, sikap dan keyakinan. Keyakinan-keyakinan yang diperlukan untuk menyakinkan yang diperlukan untuk menyesuaikan diri secara normal.
2) Suatu bantuan yang bersifat individual, personal yang diliputi oleh suasana permisif dalam mengembangkan keterampilan dan mencapai “self understanding” dan “self direction” yang secara sosial dibenarkan.
3) Suatu jenis khusus dari hubungan kemanusiaan yang relatif singkat antara konselor dan konseli dalam usaha mengarahkan dan membina perkembangan lebih lanjut.
4) Suatu cara untuk memfasilitasi individu untuk mendapatkan identitasnya, mempermudah keinginannya memahami diri sendiri dan dalam mewujudkan aspirasinya.
Dari butir (1) sampai dengan (4) terlihat perkembangan definisi dari tahun ke tahun sampai ada definisi terakhir yang dihimpun oleh Peterson (1980) yaitu konseling adalah suatu jenis hubungan kemanusiaan yang dengannya manusia itu akan dapat belajar mengamati dirinya sebagaimana adanya dan menerima dirinya dengan segala potensi dan kecakapan yang positif.
c) Tujuan Konseling
Secara ringkas tujuan konseling menurut ancangan Trait and Factor ini yaitu:
1) Self- clarification (kejelasan diri)
2) Self- understanding (pemahaman diri)
3) Self- acceptance (penerimaan diri)
4) Self- direction (pengarahan diri)
5) Self- actualization (perwujudan diri)
d) Tahap- tahap Konseling
1) Analisis
Analisis merupakan langkah mengumpulkan informasi tentang diri konseli beserta lingkungannya. Tujuannya adalah untuk memperoleh pemahaman tentang diri konseli dalam hubungannya dengan syarat- syarat yang diperlukan untuk memperoleh penyesuaian diri baik untuk sekarang maupun masa yang akan datang.
2) Sintesis
Sintesis adalah usaha merangkum, menggolong- golongkan dan menghubung- hubungkan data yang telah terkumpul pada tahap analisis, yang disusun sedemikian rupa sehingga dapat menunjukkan keseluruhan gambaran tentang diri konseli.
3) Diagnosis
Merupakan tahap untuk menetapkan hakekat masalah yang dihadapi oleh konseli, menetapkan sebab- sebab dan pemikiran kemungkinan yang akan dialami konseli berkaitan dengan masalah yang dihadapinya saat yang akan datang. Tahap diagnosis terdiri dari 2 langkah sebagai berikut:
a) Identifikasi masalah, merupakan suatu langkah untuk mengklasifikasikan masalah lebih rinci atau menentukan masalah.
b) Penemuan sebab- sebab masalah (etiologi), merupakan tahap mencari faktor- faktor penyebab masalah yang dihadapi konseli
4) Prognosis
Prognosis merupakan upaya memprediksikan kemungkinan- kemungkinan yang akan terjadi berdasarkan data yang ada saat ini.
5) Treatment
Treatment merupakan suatu proses pemberian bantuan oleh konselor pada konseli melalui tatap muka dengan tujuan agar konseli dapat mencapai penyesuaian yang optimal sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya. Di samping itu treatment juga berfungsi untuk mencapai tujuan konseling yang telah ditetapkan sebelumnya sesuai dengan permasalahan konseli
6) Evaluasi dan Follow- Up
Evaluasi dan follow up merupakan tahap konseling untuk menilai tingkat keberhasilan pemberian konseling kepada konseli serta menentukan kegiatan lanjutan berdasarkan hasil penilaian tersebut.
e) Teknik- teknik konseling
1) Penciptaan hubungan baru (establishing rapport) ada beberapa hal yang terpenting dalam penciptaan hubungan baik : reputasi konselor (nama baik konselor), penghargaan dan perhatian konselor pada individu, kemampuan praktikan dalam menyimpan rahasia (konfidensialitas).
2) Mempertajam pemahaman diri (cultivating self- understanding)
3) Pemberian nasehat atau membantu merencanakan program tindakan (advising or planning of action), ada tiga cara dalam memberikan nasehat, yaitu : direct advise (nasehat langsung), persuasive, explanatory (penjelasan).
4) Melaksanakan rencana tindakan (carrying out the plan)
5) Merujuk konseli pada ahli lain (referral to other personal workers)
f) Strategi implementasi
Williamson mengemukakan lima macam strategi (teknik umum) yaitu:
1) Forcing Conformity (memaksa penyesuaian), dipilih apabila lingkungan memang tidak dapat diubah.
2) Changing the Environment (mengubah lingkungan), dipilih bila memang tidak memungkinkan konseli memiliki kekuatan atau kemampuan melakukannya.
3) Selecting the Approprate Environment (memilih lingkunga yang cocok)
4) Learning Needed Skills (belajar keterampilan- keterampilan yang diperlukan)
5) Changing Attitude (mengubah sikap), sikap merupakan kecenderungan seseorang dalam menanggapi sesuatu dan arahnya juga pada siapa dan pada apa.


*tugas matakuliah Teknik BK di Perguruan Tinggi,,, naning 2010,,,
*taken from,,, seminar konselor sebaya UPT BK UM, n materi terkait,,,

Tidak ada komentar:

Posting Komentar